Oleh : Siti Mardhiyah, S.M. (Pendidik dan pemerhati remaja)
Beberapa hari yang lalu heboh kabar tentang cerita pasien remaja yang terbongkar saat ditanya oleh dokter yang bertugas di pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR) tentang kisah pacarannya yang diajak berhubungan badan oleh kekasih prianya, karena sang pria mengaku memiliki penyakit kelebihan sel darah putih yang jika kumat membuat badannya pucat dan terlihat seperti orang yang akan mati, padahal sesungguhnya itu bukanlah sebuah penyakit namun Sperma. Berdasarkan penulusuran Suara.com, tagar #SexEducation menjadi heboh setelah banyak warganet menanggapi cerita pasien remaja yang disebarluaskan oleh akun twitter @CatGoldwynMyr, (kamis 31 oktober 2019).
Maraknya berbagai macam pergaulan yang banyak dipersalah gunakan oleh para remaja membuat orang tua dan guru disekolah merasa sangat kuatir dengan pergaulan anaknya dilingkungan luar meski didalam keluarga sudah dibentuk sedemikian baik oleh orang tuanya. Belum usai tentang LGBT, kini narkoba, miras, bullying, freesex seolah menjadi kabar yang terus berulang dibeberapa tahun terakhir untuk kalangan remaja Indonesia bahkan dunia. Bukan tanpa alasan dan sebab hal itu terjadi, salah satunya adalah karena kemudahan mencari informasi melalui teknologi informasi dari berbagai macam belahan dunia hingga diadopsinya peradaban barat membuat seolah-olah budaya barat itu adalah budaya yang pantas untuk ditiru oleh remaja muslim, bahkan secara terang-terangan banyak remaja muslim yang meninggalkan identitasnya secara perlahan-lahan sebagai seorang yang memiliki iman dan ilmu. Pacaran menjadi budaya yang sampai saat ini menjadi kebiasaan turun –temurun oleh para remaja muslim, meski sesungguhnya mereka telah banyak mengetahui hokum pacaran yang tidak boleh dilakukan karena perbuatan tersebut mendekati zina.
Dalam hal ini peran oran tua sangat penting untuk membentengi putra-putrinya agar tidak terjebak dalam pergaulan yang salah, menancapkan pemahaman aqidah sejak dini, memberikan arahan dan ilmu agama mengenai batasan pergaulan jika kehidupan antara laki- laki dan perempuan sebenarnya terpisah, dan hanya pada hal-hal tertentu saja laki-laki dan perempuan itu diperbolehkan berinteraksi (Pendidikan, kesehataan, Perniagaaan, Ta’aruf), memberikan pengetahuan tentang bahaya pacaran yang dilakukan sebelum menikah. Masyarakat yang kondusif lingkungan yang baik termasuk dalam lingkungan sekolah dan pergaulan menjadi kunci kedua setelah peran orang tua dalam keluarga itu sudah maksimal dalam memberikan pengetahuan dan arahan kepada putra-putrinya, suasana dilingkunagan terkondisikan dari hal-hal yang tidak baik.
Selanjutnya adalah peran negara dalam melindungi remaja, negara memiliki peran yang sangat penting dalam memperbaiki moral generasi yang akhir-akhir ini mangalami degradasi moral. Bebasnya mengakses konten-konten porno di media social membuat para remaja seolah-olah mereka di fasilitasi oleh negara, belum lagi tayangan-tayangan di televisi yang banyak mengandung unsure percintaan semakin membuat remaja yakin jika pacaran itu adalah hal yang biasa dan tidak berbahaya. Padahal hanya negara yang dapat menutup semua akses media social dari konten-konten tersebut, negara juga yang memiliki wewenang untuk membuat peraturan yang siap ditaati oleh rakyatnya. Jika ketiganya antara orangtua, masyarakat dan negara telah berkolaborasi dengan sangat baik maka berbagai macam permasalahan remaja dapat diminimalisir.
Tags
Opini