Oleh : Ummu Husna
Pemerintah dengan bangganya mengutarakan bahwa keunggulan dari rezim ini adalah meningkatnya kualitas infrastruktur. Meskipun keadaan yang sesungguhnya, rakyat tidak terlalu membutuhkannya. Seperti halnya jalan tol yang tarifnya melebihi batas normal, sedangkan fasilitasnya hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat.
Mengapa tol harus bertarif? Bukankah tol adalah prestasi pemerintah yang katanya untuk melayani rakyat? Nyatanya, tol merupakan investasi yang ditanam oleh bangsa asing dan aseng untuk meraup segunung keuntungan.
Bulan November 2019 presiden Joko Widodo menghadiri KTT ASEAN yang ke-35 dan mendukung kerjasama proyek infrastruktur dalam konsep Indo–Fasifik. Hal ini disambut baik oleh negara–negara yang terlibat pada KTT ASEAN tersebut.
Sikap pemerintah ini merupakan pembuka pintu kebebasan bagi negara penjajah agar bisa menikmati lezatnya kekayaan alam Indonesia lewat proyek infrastruktur. Sudah bukan rahasia lagi, segala bentuk pembangunan infrastruktur yang dibangun di negara tercinta ini, hanya wujud dari investasi asing agar mereka bisa bersaing pada bidang ekonomi dan politik. Dengan kata lain hal ini bisa menguatkan ekonomi dan politik asing.
Bisa dipastikan, konteks Indo–Pasifik ini hanya akan melahirkan berbagai program yang dapat menghisap lebih dalam lagi kekayaan sumber daya alam Indonesia. Dengan begini, penjajah semakin tergiur untuk terus melakukan kerjasama dalam proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia. Rakyat hanya akan diberikan kesulitan yang banyak, berupa minimnya lapangan kerja, banyaknya pembebasan lahan, mahalnya harga kebutuhan dan masih banyak lagi.
Konteks Indo–Pasifik bukanlah solusi bagi keberlangsungan kehidupan negara ini. Ia hanya akan menambah masalah demi masalah yang jelas merugikan rakyat. Rakyat akan semakin tercekik sementara para penguasa dan investor asing akan semakin kenyang dengan santapan lezatnya. Dalam bidang ekonomi pun belum tentu Indonesia akan terbantu. Karena kita juga sama–sama mengetahui masih banyak koruptor yang bergentayangan.
Wahai penguasa negeri ini, belum cukupkah penderitaan ini? Belum puaskah dengan segala kehimpitan ini? Luka di negeri ini semakin menganga dan kau berikan garam pada luka yang semakin memburuk. Membuat kami sebagai rakyat kecil bertanya–tanya, kau ini sesungguhnya pemimpin siapa? Pemimpin rakyat yang mana? Kami dibuat bingung dengan segala keterpurukan ini. Wahai penguasa, sudah lupakah kau akan dihisab dengan apa yang kau makan, apa yang kau dengar dan segala yang kau campakkan dibawah kepemimpinanmu? Maka, sadarlah sebelum Allah menyadarkanmu dengan azab yang kau undang.
Innalillah....
BalasHapusDisinilah saat nya berjuang hingga al mahdi datang dan khilafah bangkit kembali..
Allahu akbar..