Hendaryati Uti Firnas
(Pegiat Opini)
Baru saja menjabat menteri beberapa hari, Menteri Agama yang baru Fahrul Razi telah mengeluarkan pernyataan yang mengundang polemik dan kegaduhan ditengah kaum Muslim.
Setela sebelum nya mempermasalahkan penggunaa niqab atau cadar dilingkungan ASN.
Kini celana cingkrang pun tak luput menjadi masalah yang harus ditertibkan.
Sadar bahwa pernyataanya mengundang kontroversi ahirnya menteri agama yang baru menjabat itu meminta maaf atas ucapannya.
Beliau mengatakan bahwa pernyataanya tidak ada yang salah, hanya disampaikan terlalu dini.
Lanjutnya, beliau mengatakan bahwa sebenarnya apa yang dikatakannya itu hanya ingin meramaikan diskusi terkait radikalisme. Bukan hanya celana cingkrang dan cadar, namun juga hal lain seperti khilafah. Sehingga bisa menjadi sosialisasi saat nanti aturannya terbit.(tempo.com, 5/11/ 2019).
Ada Udang di Balik Batu?
Harus diakui niqab dan celana cingkrang adalah salah satu dari simbol Islam yang biasa jadi obyek framing. Dipakai untuk menjauhkan ajaran Islam dari umat Islam.
Niqab (cadar) dan celana cingkrang seakan ingin diidentikan dengan radikalisme. Apa lagi setelah terjadi nya tragedi penusukan. Isu radikalisme kembali diorbitkan sehingga pemikiran masyarakat akan mengkaitkan antara dua hal itu.
Meskipun ada masalah khilafiyah atau perbedaan pendapat diantara para ulama tapi hal itu adalah sesuatu yang wajar. Tetap saja bahwa niqab dan celana cingkrang sejak dahulu kala bagian dari identitas islami. Namun mengapa kini seakan digugat?
Hal itu menandakan banyaknya umat Islam terjauhkan dari Islam, dan sangat asing dengan identitas Islam.
Perlu dipahami bagi orang orang beriman dan meyakininya, taat pada perintah Allah adalah keniscayaan, terlepas dari anggapan negatif tentangnya.
Kata radikalisme terus dihembuskan, terus dibahas dengan framing yang menakutkan. Tujuannya tiada lain untuk mengkriminalisasi identitas atau simbol Islam, hingga umat Islam terjauhkan dari kehidupan yang Islami.
Radikalisme dengan framing negatif tidak pantas dan keliru disematkan pada Islam.
Umat patut waspada sebab sesuatu yang salah atau keliru apa bila terus diopinikan di tengah tengah umat maka akan menjadi suatu pembenaran walau tetap bukan kebenaran. Namun inilah yang sedang terjadi.
Terlihat persekusi, isu radikalisme, termasuk niqab dan celana cingkrang coba dikriminalisasi. Umat islam terus berada dalam tekanan. Upaya memghambat kebangkitan semakin brutal dan licik. Berharap bisa membendung kebangkitan umat sebagai kekuatan dalam menerima perubahan besar, tegaknya khilafah Islam, seperti yang sudah disampaikan sebelumnya. Wajar bila memantik tanya, inikah batu di balik udang?
Niqab dan Celana Cingkrang Dalam Timbangan Syariat
Perlu diketahui bahwasanya celana di atas mata kaki adalah sunnah dan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini dikhususkan bagi laki-laki, sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup telapak kakinya. Kita dapat melihat bahwa pakaian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berada di atas mata kaki sebagaimana dalam keseharian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Al Asy'ats bin Sulaiman, ia berkata :
Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang berkata, “Ketika saya sedang berjalan di kota Al Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki di belakangku berkata, ’Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.’ Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berkata,”Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai teladan?” Aku melihat kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya.” (Lihat Mukhtash Syama’il Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini shohih)
Wanita bercadar seringkali diidentikkan dengan orang arab atau timur-tengah. Padahal memakai cadar atau menutup wajah bagi wanita adalah ajaran Islam yang didasari dalil-dalil Al Qur’an, hadits-hadits shahih serta penerapan para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para ulama yang mengikuti mereka. Sehingga tidak benar anggapan bahwa hal tersebut merupakan sekedar budaya timur-tengah.
Ada perbedaan dari masing masing mazhab terkait niqab.
Mazhab Hanafi.
Asy.Syarabalali berkata:
"Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab kami.“ (Matan Nuurul Iidhah)
Madzhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
* Az Zarqaani berkata:
Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani.” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)
Mazhab Syafi’i
Pendapat madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.
* Asy Syarwani berkata:
Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) Aurat dalam shalat -sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) Aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) Aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha.” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)
Mazhab Hambali
* Imam Ahmad bin Hambal berkata:
كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)
Sudah sangat jelas islam mengatur pakaian wanita ketika berada bersama mahromnya dan ketika bertemu ajnabi (orang asing). Baik berada di dalam rumah maupun di luar rumah.
Wallaahu a'lam bishshowab.