Oleh Alin FM
(Praktisi Multimedia dan Penulis)
Khilafah akhir-akhir ini menjadi buah bibir masyarakat Indonesia bahkan jadi trending topik di kalangan netizen. Pro-kontra Khilafah bergulir begitu cepat, ada yang menentang Khilafah ada pula yang mendukung dan mendakwahkannya. Bermula dari pembubaran ormas HTI sampai bergulir pada pernyataan Menteri Agama bahwa ASN yang Nge-like Unggahan Radikal Bakal Diperiksa pada 18 november 2019. Bahkan tak ketinggalan PROF Mohammad Mahfud setelah resmi menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Pada Selasa 29 Oktober 2019, ketika menjadi narasumber di Indonesia Lawyers Club (ILC) membahas soal kafir dan sistem khilafah dan juga sempat mempopulerkan Khilafah beberapa tahun yang lalu ketika mendebat Ustadz Felix Siauw tentang Khilafah di program tv yang sama. Yang menjadi perhatian juga, Ulama membicarakan Khilafah di Ijtima' Ulama ke IV, 5 Agustus 2019 lalu. Di dalam Ijtima' ulama IV tersebut menyatakan bahwa sesungguhnya semua ulama ahlussunah waljamaah telah sepakat penerapan syariah dan penegakan Khilafah serta amar ma'ruf nahi munkar adalah kewajiban agama Islam.
Tetapi Tak luput pula untuk membuat ketakutan di tengah masyarakat alias Islamphobia dan Khilafahphobia, Seorang PNS Kemenkum HAM di Balikpapan, Kalimantan Timur, dicopot dari jabatannya gara-gara mengunggah konten anti-Pancasila di bulan oktober lalu. PNS itu menulis status soal khilafah. Pencopotan pegawai di Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkum HAM Balikpapan itu diungkapkan oleh Plt Kemenkum HAM Tjahjo Kumolo. Tjahjo tidak menyebut nama atau inisial pegawai tersebut.
Dilansir dari tempo.co, Ma'ruf Amin sebelum resmi menjadi wakil presiden mengatakan tetapi tetap saja khilafah ini harus ditangkal lantaran tak sesuai dengan kesepakatan para pendiri bangsa. Dia menegaskan paham dan gerakan ini harus dilawan lantaran mengancam NKRI dan Pancasila.
Program deradikalisme pun juga mencuat kepermukaan publik di sejumlah univesitas kali ini juga membanjiri berita sejumlah media massa. Program ini diajarkan di dalam universitas negeri dalam rangka meminimalisir benih-benih radikalisme di kampus. Namun pada faktanya, benih-benih yang mereka tuduhkan ialah para pejuang Islam yang hendak mendakwahkan Islam kaffah pada para intelektual negeri ini. Walaupun kini Khilafah dikriminalisasi dengan sedemikian rupa. Organisasi penyerunya didiskriminasi dan dibubarkan. Beberapa Ulama di persekusi dan lain sebagainya. Namun semuanya itu tidak mampu membalikkan fakta bahwa Khilafah adalah Ajaran Islam.
Ironi memang bila melihat sedemikian banyak fakta yang justru memojokkan ajaran Islam, Khilafah dan identitas muslim. Bagaikan petir di siang hari. Negeri mayoritas muslim namun justru "ditakut-takuti" dengan ajaran Islam, bahkan ide khilafah yang ada di tengah umat dimonsterisasi. Disebabkan ketakutan Rezim anti Islam akan ide Khilafah jika benar-benar diterapkan dalam kehidupan di negeri mayoritas muslim ini.
Namun perlu diingat, di Indonesia, ajaran Islam Khilafah tidak pernah dinyatakan sebagai paham terlarang baik dalam surat keputusan tata usaha negara, putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan atau produk hukum lainnya sebagaimana paham komunisme, marxisme/leninisme dan atheisme, yang merupakan ajaran PKI melalui TAP MPRS NO. XXV/1966. Artinya, sebagai ajaran Islam Khilafah tetap sah dan legal untuk didakwahkan di tengah-tengah umat. Mendakwahkan ajaran Islam Khilafah termasuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinan agama Islam, dimana hal ini dijamin konstitusi.
Dari aturan yang mendasar yaitu UUD 1945 Bahkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 2/PUU-XVI/2018 tanggal 21 Mei 2019 tentang Penolakan Uji Materi UU Ormas (UU No. 16/2017) tidak menyebutkan bahwa Khilafah ajaran terlarang dan bertentangan dengan Pancasila & UUD 1945. Dan bahkan jika dilakukan dengan sukarela dan tanpa paksaan penerapannya secara konsensus bernegara menurut penulis bisa menjadi tindakan konstitusional.
Di dalam Al-Qur’an, hadits, ijma shahabat dan juga pendapat para ulama dari berbagai madzhab serta kaidah syara menunjukkan penegakkan syariat Islam secara total dalam naungan khilafah merupakan kewajiban. Tidak sepantasnya umat Islam menolak kewajiban syariah dan khilafah karena berarti melawan perintah Allah dan Rasul-Nya, apalagi kemudian mengkriminalisasi atau membubarkan organisasi yang mendakwahkannya.
dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu karya Syaikh Dr. Wahbah az-Zuhaili hafizhahullah pada bab Sulthah at-Tanfiidz al-‘Ulyaa – al-Imaamah, dikemukakan beberapa definisi Khilafah menurut para ‘ulama, yaitu sebagai berikut:
Menurut ad-Dahlawi, Khilafah artinya "Kepemimpinan umum untuk menegakkan agama dengan menghidupkan ilmu-ilmu agama, menegakkan rukun-rukun Islam, menegakkan jihad dan hal-hal yang berhubungan dengannya seperti pengaturan tentara dan kewajiban-kewajiban untuk orang yang berperang serta pemberian harta fa’i kepada mereka, menegakkan peradilan dan hudud, menghilangkan kezhaliman, serta melakukan amar ma’ruf nahi munkar, sebagai pengganti dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [sumber asli: Ikliil al-Karaamah fii Tibyan Maqaashid al-Imamah karya Shiddiq Hasan Khan, hal. 23]
Penting diingatkan, tegaknya kembali khilafah merupakan janji Allah SWT dan bisyarah (kabar gembira) dari Rasulullah SAW. Khilafah pasti akan tegak kembali, baik kita ikut menegakkannya atau tidak, atau malah menghalanginya. Bagi seorang Muslim sejati, semestinya kita memilih yang pertama karena inilah nilai kita di hadapan Allah SWT, yang telah menciptakan kita dan kepada-Nya kita akan kembali.[]