Oleh : Ummu Aqeela
Diantara naluri terkuat yang diberikan Allah SWT didalam tubuh manusia adalah naluri syahwat. Syahwat adalah titik terlemah yang menjadi kesempatan besar syetan untuk membisikan bujuk rayunya dengan tujuan menjauhkan manusia dari jalan Allah. Ketika naluri ini sudah menguasai dan merusak jiwa, maka akan mencari pelampiasan tanpa memikirkan konsekuensi kedepannya. Sayangnya umat saat ini cenderung membiarkan syahwat ini menguasai dan mengambil langkah-langkah yang bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Seorang guru honorer di sebuah SMK di Singaraja, Bali bersama selingkuhannya yang merupakan pegawai kontrak di Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM (BKPSDM) Buleleng dibui setelah melakukan perbuatan tercela pada seorang siswi SMK.
Pasangan tersebut bernama Anak Agung Putu Wartayasa (36) dan Ni Made Sri Novi Darmaningsih (29) yang telah memaksa siswi salah satu SMK di Buleleng melakukan aksi threesome (hubungan seks bertiga).
Ditemui di Mapolres Buleleng, Kamis (7/11/2019), Wartayasa mengatakan, ia mulanya hanya bercanda mengirimkan video bokep gaya threesome kepada kekasih gelapnya Darmaningsih.
Berawal dari candaan itulah Darmaningsih kemudian berinisiatif untuk mengajak salah satu muridnya yang bernisial V dengan iming-iming dibelikan baju kebaya. (TribuBali 08/11/2019)
Hal ini menunjukan betapa negeri muslim terbesar di dunia ini sudah darurat moral. Menonton film porno, beradegan intim dengan pacar, semakin menjadi tren di kalangan masyarakat. Ini terjadi seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan derasnya arus globalisasi. Bukan teknologi dan globalisasinya yang salah, tapi ketiadaan filter dan prinsiplah yang membuat moral kian rusak. Bahkan, kini banyak anak-anak sudah menonton tayangan yang merusak moral seperti pornografi, baik sengaja atau tidak. Semua pihak sepakat persoalannya adalah minimnya pemahaman agama. Yang menjadi pertanyaan mengapa Indonesia yang notabene negara dengan penganut Islam terbesar di dunia justru menjadi ikon kerusakan moral masa kini?
Ini karena agama telah kalah oleh penerapan paham liberal dan sekuler yang membolehkan gaya hidup bebas. Mereka mencukupkan agama sekedar status di KTP. Agama disingkirkan dari lingkup kehidupan. Agama tidak dijadikan pedoman dalam berbuat, hilangnya rasa malu dan rasa bersalah atau berdosa saat melakukan mendekati zina atau saat melakukan zina, karena telah hilangnya agama dalam hati nurani umat. Apalagi jika perbuatan bejat tersebut dilakukan oleh seorang guru, yang semestinya profesi itu adalah vital sebagai tonggak umat untuk perubahan.
Dalam Islam Guru adalah panutan. Darinya, murid yang datang dan menimba ilmu dan darinya pula akan tahu mana yang baik dan yang buruk. Harusnya mereka pun tahu bagaimana semestinya menjaga diri agar tidak tergelincir di bumi. Predikat guru sangatlah penting sehingga tak bisa dikesampingkan. Guru yang senantiasa menuntut ilmu dan mengajarkannya, maka ilmunya bisa menjadi perisai bagi yang diajarnya. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Taubah ayat 122.
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali agar mereka dapat menjaga dirinya.”
Guru dalam Islam memiliki sifat-sifat yang mulia. Dia bagai cahaya yang menerangi kegelapan. Dia pembawa hidayah sehingga banyak manusia belajar darinya sehingga hidupnya penuh kebaikan. Dia penuh kelemahlembutan karena ilmu yang disampaikannya takkan pernah meresap dalam jiwa manusia yang belajar kepadanya tanpa sifat ini.
Oleh karena itu memupuk rasa takut dan ta'at sama Allah adalah hal yang paling mendasar dan utama. Karena ketika ta'at itu sudah tertanam dengan kuat, maka dengan sendirinya penerapan syari'at akan akan bisa berjalan dengan semestinya. Karena hanya satu-satunya syari'at dalam bingkai khilafah Islamiyahlah, segala aturan akan dikembalikan kepada si empunya manusia yaitu Allah SWT.
Wallahu'alam bishowab