Kesejahteraan Guru Honorer Tak Kunjung Selesai



Oleh : Ilma Kurnia P, S.P (Pemerhati Generasi)

Baru saja tepat pada tanggal 25 November 2019 diperingati sebagai hHari Guru Nasional, tetapi sungguh menyedihkan meski sudah 25 tahun Indonesia memperingati Hari Guru Nasional, kesejahteraan guru masih menjadi isu nasional yang tidak kunjung terselesaikan, seperti yang disampaiakn oleh Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon. Dikutip dari hidayatullah.com (26/11/19) 
 Fadli Zon menyampaikan “Dalam naskah pidato Mendikbud untuk memperingati Hari Guru tahun ini, saya melihat, kesejahteraan guru juga belum menjadi perhatian utama. Dari teks pidato yang beredar di media, saya perhatikan Mendikbud lebih banyak memberikan “arahan” ketimbang “penghargaan” kepada para guru. Padahal, semangat utama peringatan Hari Guru bertujuan agar semua pihak, terutama pemerintah, untuk menghormati, mengapresiasi, dan meningkatkan kesejahteraan guru”. Diketahui, peringatan Hari Guru Nasional secara resmi dimulai sejak tahun 1994 melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994. Menurut Fadli, kunci pendidikan terletak pada kualitas tenaga pengajar. Hanya saja, hingga saat ini, pemerintah belum secara serius mengatasi problem kesejahteraan guru, terutama guru honorer. Padahal, Indonesia saat ini bisa dikatakan mengalami darurat guru. Berdasarkan data Kemendikbud, guru PNS saat ini berjumlah 1,3 juta orang. Sementara kebutuhan guru se-Indonesia mencapai 2.1 juta. Angka ini akan semakin meningkat, mengingat pada tahun ini terdapat 52 ribu guru PNS akan pensiun. 

Guru atau pengajar bukan hanya sekedar sebuah profesi. Tetapi bentuk wujud pengabdian diri untuk mencerdaskan para generasi yang bermanfaat untuk negeri. Nilai esensi yang terkandung didalamnya adalah bahwa seorang guru memiliki tugas dalam menyebarluaskan ilmu yang bermanfaat dan tentunya hal ini dapat menjadi ladang pahala yang akan selalu mengalir meskipun sang guru nantinya sudah berpulang ke pangkuan Allah SWT. Tetapi di masa saat ini guru kian miris, terlebih bagi para guru yang berstatus sebagai guru honorer yang bekerja dengan penuh totalitas tetapi tak sedikitpun penghargaan yang pantas mereka dapatkan.  Bahkan untuk memperjuangkan jabatan mereka menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) harus berjuang keras karena sampai saat ini masih tarik ulur tidak jelas. Di sisi lain KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menyampaikan ketidaksetujuannya jika pemerintah memberlakukan kebijakan pengangkatan guru honorer tanpa pengujian kompetensi terlebih dahulu. Agus Rahardjo, ketua KPK, melontarkan pertanyaan pada masyarakat, layakkah guru yang kurang memiliki kompetensi mengajar anak Anda?. Padahal para guru honorer itu telah menjadi pendidik bagi anak bangsa selama belasan tahun. Dan bila mereka tidak lulus uji kompetensi, mereka tetap menjadi pendidik. 

Perlu diketahui bahwa perbandingan jumlah guru PNS dengan guru honorer mencapai 1 : 13. Ini berarti tidak ada kaitan uji kompetensi dengan kualitas pendidik. Uji kompetensi ini lebih untuk memilih diantara guru honorer yang akan mendapatkan gaji PNS. Maka kesungguhan pemerintah untuk menyejahterakan guru honorer masih harus dibuktikan. Bila rencana minimalis pemerintah ini masih terganjal oleh pro dan kontra, tarik-ulur kepentingan, maka sempurnalah kelalaian Negara dalam menghargai jasa guru.

Guru memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia di sisi Allah SWT. Karena guru dengan karunia ilmu yang Allah SWT berikan, menjadi perantara manusia yang lain untuk memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat. Sejarah telah mencatat bahwa guru dalam sejarah islam berjaya mendapatkan penghargaan yang tinggi berupa pemberian gaji yang melampaui kebutuhannya. Imam Ad Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. 

Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Perhatian para kepala negara kaum muslimin ini bukan hanya tertuju pada gaji para pendidik, sarana dan prasarana untuk menunjang profesionalitas guru juga disediakan secara cuma-cuma. Jelas terbayang, guru akan fokus menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak sumber daya manusia berkualitas yang dibutuhkan negara untuk membangun peradaban yang agung dan mulia. Maka sudah saatnya kembali pada sistem islam yang akan mampu menyejahterakan seluruh umat tidak hanya kalangan guru tetapi mencangkup seluruhnya dengan keadilan yang sesuai dalam islam. Wallahua’lam bishawab...

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak