Oleh: Elis Nurhayati, Ibu Rumah Tangga, Tinggal di Bandung
Mulai 1 Januari 2020, iuran BPJS Kesehatan naik hingga lebih dari dua kali lipat. Kenaikan ini disinyalir sebagai akibat kinerja keuangan BPJS Kesehatan yang terus merugi sejak lembaga ini berdiri pada 2014. Oleh karena itu, diperlukan stimulus agar lembaga tersebut dapat tetap berjalan melayani masyarakat yang membutuhkan fasilitas kesehatan. Namun, disisi lain, kenaikan Premi BPJS Kesehatan juga bisa menimbulkan persoalan lainnya. Kenaikan Premi BPJS Kesehatan ini diatur di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang ditandatangani pada 24 Oktober 2019. Dalam pasal 34 beleid tersebut diatur bahwa kenaikan iuran terjadi terhadap seluruh segmen peserta mandiri kategori pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP). Adapun besaran iuran yang harus dibayarkan yaitu Rp. 160.000 untuk kelas 1 dari sebelumnya Rp. 80.000, sedangkan pemegang Premi kelas 2 harus membayar Rp.110.000 dari sebelumnya Rp. 51.000. Sementara itu, kelas 3 sedikit lebih beruntung karena kenaikan yang dialami lebih kecil , yakni dari Rp. 25.500 menjadi Rp. 42.000. (Nasional.Kompas.com 3/11/2019).
BPJS Kesehatan meyakini kenaikan iuran bisa memperbaiki keuangan mereka yang selama ini mengalami defisit. Pada tahun 2019 ini, diprediksi BPJS Kesehatan akan mengalami defisit hingga Rp. 32,8 Triliun jika iurannya tak naik. "Jangan ragu iuran (BPJS Kesehatan) naik, defisit tak tertangani. Ini sudah dihitung hati-hati oleh para ahli", ujar Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf di Jakarta, Sabtu (2/11/-2019). Iqbal mengakui, masalah defisit ini tidak mungkin teratasi di tahun ini. Namun dia yakin di 2020 keuangan BPJS Kesehatan bisa surplus. (Money.Kompas.com 2/11/2019).
Sejak awal kemunculan BPJS Kesehatan sudah menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat. Bagaimana tidak, sepak terjangnya banyak menorehkan kisah pilu. Mulai dari indikasi terjadi fraud atau kecurangan karena over klaim pada sistem layanan BPJS Kesehatan secara menyeluruh, potensi tekor yang dialami sebesar Rp. 28 Triliun. Berbagai keluhan baik dari pihak masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan yang dibayar, maupun pihak Rumah Sakit karena tunggakan pihak
BPJS Kesehatan. Sekarang yang terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan hingga 100℅.
Jaminan hak pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat sesungguhnya berada pada negara. Karena kesehatan merupakan tanggung jawab negara atau pemerintah, sehingga sudah sepatutnya segala penyediaan layanan kesehatan diurusi oleh pemerintah atau pejabat negara. Baik itu masyarakat miskin ataupun kaya , tidak boleh ada perbedaan di dalamnya. Sebagai warga negara mereka tentu memiliki hak yang sama, termasuk dalam hal jaminan kesehatan.
Kabar kenaikan iuran BPJS Kesehatan banyak membuat rakyat mengeluh, terlebih rakyat kalangan menengah kebawah. Rakyat yang seharusnya menerima pelayanan kesehatan yang memadai dari pemerintah, justru harus ikut menanggung biaya mahal bahkan setelah itu mereka tidak mendapatkan pelayanan yang layak, seolah pemerintah berlepas tangan dari tanggung jawabnya. Jaminan kesehatan yang kemudian hanya diperuntukkan bagi yang membayar menunjukkan buruknya pelayanan dan pengurusan negara kepada rakyatnya. Namun, hal demikian mudah saja terjadi hari ini, karena kita sedang berada dalam sistem sekuler demokrasi yang sejatinya merupakan sistem negara korporasi dimana negara menjadikan layanan kesehatan yang seharusnya menjadi hak mendasar umat, malah dijadikan sebagai lahan bisnis.
Pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang wajib disediakan oleh negara secara gratis. Untuk itu umat membutuhkan sebuah sistem yang dimana dengan diterapkannya sistem tersebut masyarakat akan terjamin semua kebutuhan hidup tak terkecuali pelayanan kesehatan. Satu-satunya yang bisa mewujudkan semuanya ialah Sistem Islam. Dalam Islam, negara berfungsi meri'ayah dan menjaga. Salah-satunya menjamin kesehatan dengan murah bahkan gratis. Sehingga rakyat tidak perlu memutar otak untuk memikirkan biaya mahal kesehatan. Karena dalam Islam salah satu fungsi negara/penguasa sebagai peri'ayah (penjaga maslahat) dan pelindung umat. Hal ini didasarkan pada dalil umum yang menjelaskan peran dan tanggung jawab seorang Khalifah (kepala negara islam) untuk mengatur seluruh urusan rakyatnya. "Imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya". (HR. Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar).
Tags
Opini