Kembali Diserang, Apa Salah dan Dosa Palestina?


ilustrasi : google


Ummu Zhafran
(Pegiat Opini, Member Akademi Menulis Kreatif)

Sesungguhnya seorang imam adalah junnah (perisai), orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung,..“ (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasaai dan Ahmad).

Seorang bapak terlihat menggendong anaknya dalam sebuah mobil.  Rumah mereka baru saja diterjang bom.  Si bocah yang tak sadarkan diri langsung dibawa ke Rumah Sakit terdekat.  Sepanjang jalan sang ayah tak henti mengajak si kecil untuk bicara dalam bahasa Palestina bahkan berzikir menyebut lafaz Allah.  Allahu Akbar!  Sebagian orang mungkin berharap adegan yang sempat diunggah di kanal youtube tersebut fiksi, sayangnya itu nyata terjadi.  

Ya, agresi Israel terhadap Gaza  telah dimulai kembali.  Menyusul serangan udara Tel Aviv yang menewaskan seorang komandan Palestinian Islamic Jihad (PIJ) awal pekan ini.

Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas mengatakan, 32 warga Palestina, termasuk anak-anak, telah tewas oleh serangan Israel, demikian seperti dilansir  BBC, Kamis (14/11/2019).  Bukan tidak mungkin terus bertambah hingga tulisan ini diturunkan.

Seperti sudah menjadi kebiasaan, menyaksikan agresi kali ini dunia, terutama para Elit penguasa tetap bungkam.   Padahal semua tahu Israel sejak awal bak tamu tak diundang di negeri Kan’an.  Datang di negeri para Nabi untuk kemudian menguasai. 

Lalu sampai kapan kepedihan ini berlanjut? Menanti sampai  lebih banyak korban tak berdosa?Petaka yang terus berulang ini mutlak butuh solusi yang greget.  Serangan fisik militer tak cukup dibalas dengan doa, air mata dan isi dompet.  Tanpa mengurangi rasa hormat akan bantuan  kemanusiaan selama ini namun nyatanya belum sanggup menghentikan episode hingga tamat. 

Tanah Milik Umat Islam

Berkaca dari sejarah tanah Palestina adalah tanah milik umat Islam.  Ketika wilayah Palestina berada di bawah kekuasaan kekhalifahan Utsmaniyah (Ottoman) tahun 1867-1909, maka tidak ada upaya lain yang bisa dilakukan Yahudi kecuali dengan membujuk Khilafah Utsmaniyah agar mau menyerahkan sepetak wilayah Palestina kepada Yahudi, atau setidaknya mengizinkan migrasi  bangsa Yahudi ke wilayah tersebut. Namun simak apa yang dikatakan khalifah Sultan Abdul Hamid II yang berkuasa pada saat itu,

“Aku tidak akan melepaskan walaupun segenggam tanah ini (Palestina),
karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka.
Yahudi silakan menyimpan harta mereka. Jika Daulah Khilafah Utsmaniyah dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Daulah Islamiyah. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup.”
(Khalifah Abdul Hamid II, 1902) (republika.co.id, 7/12/2017).

Malangnya Khilafah Utsmaniyah kemudian runtuh.  Tak lama terjadilah Deklarasi Balfour, Inggris menyatakan sejengkal tanah Palestina adalah milik bangsa Yahudi.  Selanjutnya 29 November 1947, PBB mengumumkan persetujuan berdirinya negara Israel yang diamini oleh AS, dengan wilayah Israel  meliputi 55% tanah Palestina.  Namun sampai kini Israel dengan brutal telah menginvasi hingga menguasai lebih dari 90% wilayah Palestina. (republika.co.id, 4/8/2014).

Hapus Air Mata Palestina dengan Islam

Alhasil mutlak dibutuhkan solusi yang menyentuh sampai ke akar masalah.   Kekuatan militer hanya bisa dihadapi yang sepadan.  Tak bisa dengan batu, apalagi sekedar doa.  Meski doa tak henti dan harus tetap mengalir untuk keselamatan dan kekukuhan iman Palestina.   

Persoalannya, pada siapa bisa berharap? Jelas tidak pada Paman Sam mengingat histori di atas.  Pada PBB? Justru PBB yang meresmikan eksistensi negara berlambang bintang segi enam itu.  Solusi dua negara (twonation-state) yang ditawarkan pun sangat riskan untuk diambil.  Sebab berarti mengakui status kepemilikan tanah Palestina oleh Yahudi Israel.  Hal yang selamanya tak dikenal dalam kamus umat Islam. 

Allah swt.  dengan tegas melaknat, 

“Katakanlah: “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?  Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.” (TQS. al–Maidah : 60).

Untuk itu satu-satunya solusi bagi saudara kita di Palestina dan muslim dunia adalah ditegakkannya kembali  syariah kaffah.  Dengannya  akan tegak pemimpin cinta Allah dan Rasulullah.  Yang mengikuti jejak Sultan Abdul Hamid II terhadap  Zionis Yahudi dengan mengusirnya mentah-mentah.

Ia pula yang akan sanggup memimpin 1,5 milyar kaum muslim di seluruh dunia untuk bersatu menghentikan segala agresi dan invasi.
Sebagaimana sabda Rasul saw.,

“Belum akan tiba kiamat sehingga kaum muslimin memerangi kaum Yahudi. Kemudian mereka akan diperangi oleh kaum muslimin sehingga batu dan pohon sampai berkata: ‘Hai kaum muslimin, wahai hamba Allah, inilah seorang Yahudi tersembunyi di belakangku, datangilah dan bunuhlah”. (Seluruh alam akan berkata begitu), kecuali pohon Al Gharghad. Sebab, sesungguhnya ia (pohon itu) tergolong pohon (simpatisan) kaum Yahudi.” (HR. Bukhari & Muslim).  

Bila sudah demikian maka tiada  lagi air mata sedih dan perih.  Yang ada hanya ketenteraman dan ketenangan hidup sebagai berkah diterapkannya syariah. 

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi....” (TQS Al A’raaf : 96).  Wallahua’lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak