Kegagalan Negara Sekuler Menangani Penodaan Agama




Oleh Emirza, M.Pd

(Ibu Rumah Tangga)

 

Atas pernyataan yang dianggap membandingkan Sukarno dan Nabi Muhammad itu, Sukmawati dilaporkan oleh simpatisan Koordinator Bela Islam (Korlabi). Pihak kepolisian menerima laporan bernomor LP/7393/XI/2019/PMJ/Dit.Reskrimum pada 15 November 2019 dengan pelapor Ratih Puspa Nusanti. Pasal yang dilaporkan yakni tentang tindak pidana penistaan agama Pasal 156a KUHP. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191116164414-12-448946/sukmawati-saya-tak-bandingkan-jasa-sukarno-dan-nabi-muhammad)

YouTuber Atta Halilintar dilaporkan Ustaz Ruhimat ke Polda Metro Jaya atas tuduhan menista agama. Salah satu isi konten Atta disebut mempermainkan gerakan salat. Dalam video itu, Atta dan adik-adiknya terlihat sedang salat berjamaah dengan menggunakan baju muslim. Namun, pencetus kata "ashiaaap" itu saling menginjak kaki satu sama lain. Hal itu yang dinilai Ustaz mempermainkan agama. (https://www.medcom.id/nasional/metro/gNQ0RpwK-atta-halilintar-dilaporkan-menista-agama)

Bareskrim Polri menangkap pengembang game yang menghina Nabi Muhammad Saw. dan Islam, yang berinisial IG. Penangkapan terjadi pada Sabtu 9 November di Garut, Jawa Barat dan kini yang bersangkutan telah diamankan di Mabes Polri. IG mengembangkan game daring dengan nama Remi Indonesia melalui bendera pengembang Paragisoft. Dalam game daring tersebut, muncul kata-kata kasar yang dialamatkan kepada Nabi Muhammad SAW dan Islam. (https://www.viva.co.id/digital/digilife/1187569-game-remi-indonesia-hina-nabi-muhammad-saw-warganet-ngamuk)

Sukmawati Soekarnoputri buka suara setelah dilaporkan oleh simpatisan Koordinator Bela Islam (Korlabi) terkait pernyataan yang dianggap membandingkan Sukarno dengan Nabi Muhammad Saw. dan Alquran dengan Pancasila. Kepolisian menerima laporan bernomor LP/7393/XI/2019/PMJ/Dit.Reskrimum pada 15 November 2019 dengan pelapor Ratih Puspa Nusanti. Pasal yang dilaporkan yakni tentang tindak pidana penistaan agama Pasal 156a KUHP. (https://m.cnnindonesia.com/nasional/20191116125129-20-448903/respons-sukmawati-usai-dipolisikan-soal-sukarno-nabi-muhammad).

Penistaan agama tidak dianggap kesalahan di alam demokrasi, bahkan cenderung dilindungi karena sering dilakukan orang-orang di lingkaran kekuasaan. Mulai dari penistaan ayat Alquran, ajaran Islam, simbol-simbol Islam bahkan ulamanya dikriminalkan. Mereka yang melakukan penistaan agama seolah tidak tersentuh hukum. Pelaporan kasus penistaan agama berjalan lambat dan bahkan berhenti ditempat, tidak ada kelanjutannya. Hukum tidak tegas pada penista agama sehingga penistaan terulang tanpa ada sanksi yang tegas.

Seolah tak ada habisnya, kasus penistaan agama kembali terulang. Maraknya fenomena penistaan agama akhir-akhir ini dan gencarnya serangan terhadap Islam dengan penuh kelancangan dan keberanian ini pertanda hilangnya kekuatan kaum muslimin saat ini, persis seperti yg disabdakan Rasul dalam haditsnya bahwa kondisi umat akhir zaman sperti buih di lautan. Jumlahnya banyak tapi tidak mempunyai kekuatan apa-apa. Yang membuat kita sedih karena kasus pelecehan terhadap syariat Allah justru keluar dari lisan orang Islam sendiri.

Membandingkan Rasulullah, Muhammad Saw. adalah bentuk penistaan terhadap umat Islam yang masih mempunyai iman di dalam dada mereka. Bagaimana bisa Rasulullah Saw. dibandingkan dengan orang biasa yang tidak luput dari banyak kesalahan meskipun dia banyak berjasa.

Tidak beriman seseorang sebelum Rasulullah Saw. dicintai melebihi dari kedua orang tua kita, anak-anak atau keluarga kita bahkan diri kita sendiri. Membandingkan Rasulullah Saw. dengan orang lain yang mungkin kita hormati dan kita teladani saat ini adalah bentuk penistaan agama dan bagi pelakunya jelas sudah tidak punya iman lagi.

Istihza’ (mengolok-ngolok) Allah, Nabi-Nya, Kitab-Nya, dan atau agama-Nya bukanlah masalah yang sepele, melainkan masalah besar yang sangat berbahaya karena bisa membatalkan keislaman seorang hamba. Allah berfirman:

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, ‘Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.’ Katakanlah, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’

Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS at-Taubah [9]: 65–66).

Ayat-ayat Al-Qur’an secara tegas telah menerangkan bahwa orang yang menghina, melecehkan dan mencaci maki Allah Ta’ala, atau Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam atau agama Islam adalah orang yang kafir murtad jika sebelumnya ia adalah seorang muslim. Jika sejak awal ia adalah orang kafir asli, maka tindakannya menghina, melecehkan dan mencaci maki Allah Ta’ala, atau Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam atau agama Islam tersebut telah menempatkan dirinya sebagai gembong kekafiran dan pemimpin orang kafir.

Di antara dalil dari Alquran yang menegaskan hal ini adalah firman Allah Ta’ala:

“Jika mereka merusak sumpah (perjanjian damai)nya sesudah mereka berjanji dan mereka mencerca agama kalian, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti.” (QS. At-Taubah [9]: 12)

Dalam ayat ini, Allah Swt. menyebut orang kafir yang mencerca dan melecehkan agama Islam sebagai aimmatul kufri, yaitu pemimpin-pemimpin orang-orang kafir. Mencerca adalah menyatakan sesuatu yang tidak layak tentang Islam atau menentang dengan meremehkan sesuatu yang termasuk ajaran Islam, karena telah terbukti dengan dalil yang qath’i atas kebenaran pokok-pokok ajaran Islam dan kelurusan cabang-cabang ajaran Islam.

Laits bin Abi Sulaim meriwayatkan dari Mujahid bin Jabr berkata: “Seorang laki-laki yang mencaci maki Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dihadapkan kepada khalifah Umar bin Khathab, maka khalifah membunuhnya. Khalifah Umar berkata: “Barangsiapa mencaci maki Allah atau mencaci maki salah seorang nabi-Nya, maka bunuhlah dia!” (Ibnu Taimiyah, Ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimir Rasul, hal. 201)

Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata: “Ia harus dibunuh, karena orang yang mencaci maki Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah murtad dari Islam, dan seorang muslim tidak akan mencaci Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Ibnu Taimiyyah, Ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimir Rasul, hal. 5)

Kasus penistaan agama seolah tak ada habisnya, sebagai seorang muslim sudah sepantasnyalah kita marah dan wajib marah. Kita tidak rela syariat Allah terus menerus dilecehkan dan dinistakan. Marah sebagaimana marahnya Rasulllah Saw. ketika agamanya dilecehkan, marah karena Allah marah yang terukur sebagaimana dalam hadits Aisyah r.a :

“Demi Allah, Tidaklah Rasulullah saw membalas sesuatu yang ditujukan kepada dirinya kecuali ketika kehormatan agama Allah SWT dilanggar maka beliau pun marah semata-mata karena Allah.” (HR al-Bukhari).

Apakah cukup dengan marah masalah selesai? Tentu tidak. Jawabnya tidak ada lain kecuali kembali kepada aturan Allah 'Azza wa Jalla dan menerapkan secara totalitas sebagai solusi jangka panjang.

Kenapa penistaan agama marak? Sebelumnya, penistaan agama sudah pernah dilakukan, tapi hukum berjalan lambat bahkan berhenti dan tidak ada kelanjutan hukum. Mereka merasa kebal hukum jika berhubungan dengan penistaan agama Islam. Karena tidak ada proses hukum yang jelas dari 20 kasus penistaan agama yang dilaporkan. Para penista agama merasa di atas angin dan bebas melakukan penistaan yang bisa menyakiti umat Islam yang masih punya iman di dalam dada mereka.

Sanksi (uqubat) di dalam Islam, dalam catatan sejarah, telah terbukti mampu mencegah kejahatan, menjamin keamanan, keadilan dan ketentraman bagi masyarakat. Sanksi-sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku tindak kriminal berfungsi sebagai pencegah yang sangat efektif mencegah orang-orang yang hendak melakukan perbuatan dosa dan kejahatan. Selain itu, sistem hukum Islam jg berfungsi sebagai penebus atas dosa dan siksaannya di akhirat kelak. Sebagai umat Islam, kita tidak boleh tinggal diam dan harus mengusahakan agar dia dapat hukuman seberat-beratnya sebagai bukti keimanan kita dalam membela agama Allah.

Dalam sistem demokrasi, penistaan agama dibiarkan, sementara ujaran kebencian terutama pada rezim diproses cepat yang berujung pada pidana. Bahkan, pasal ujaran kebencian dijadikan pasal karet yang akan bisa menakut-nakuti atau alat penjerat hukum bagi siapa saja yang dianggap sebagai musuh rezim yang anti kritik. Sementara, penistaan terhadap agama dianggap biasa dan bahkan dilakukan penguasa rezim.

Sebaliknya, dalam sistem Islam hampir tidak dijumpai penistaan agama karena mereka akan mendapatkan hukuman tegas dan keras bagi pelakunya. Beragama adalah hak yang paling asasi yang dilindungi oleh hukum. Dan penistanya harus dihukum seberat – beratnya agar bisa menjadi efek jera bagi yang lain untuk tidak melakukan penistaan terhadap agama.

Jadi jelaslah bahwa solusi tuntas untuk mncegah orang-orang menistakan syariat Islam, Allah dan Rasul-Nya, yaitu kembali kepada aturan Allah Swt. Dengan sistem sanksinya yang tegas akan membuat orang berpikir ribuan kali untuk melakukannya, karena terbukti dengan sistem yang ada sekarang tidak membuat orang jera untuk mengulangi perbuatannya.

Apakah masih rela diatur dengan sistem rusak buatan manusia atau rindu dengan aturan Allah Swt diterapkan secara total sebagaimana sejarah mencatat kecemerlangan sistem yang bersumber dari yang Mahasempurna yakni Khilafah Islam? Wallahua'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak