KABINET ANTI RADIKALISME, KABINET HARAPAN UMAT?



 Oleh: Siti Roikhanah

Kabinet Indonesia Maju telah resmi dibentuk. Visi prioritas anti-Radikalisme tampak begitu kuat, mengalahkan masalah-masalah yg menimpa negri ini. Sebutlah Karhutla, biaya BPJS yang mencekik, korupsi yang mnggurita dan masalah lainnya yang blm kunjung terselesaikan. Formasi Mentri Jokowi jilid 2 menjadi sinyal yang kuat bahwa kabinet ini fokus menumpas radikalisme. Tampak beberapa nama dengan jabatan menterinya Seperti Jendral ( purn) Fachrul Razi, sebagai Mentri agama,Mahfud MD sebagai Menko  Polhukam.  Sebelumnya pernah menjabat sebagai anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi  Pancasila. Menteri  Dalam Negri di jabat oleh Tito Karnavian, mantan Kapolri yg pernah menjabat sebagai Kepala Densus Anti-teror Polri dan kepala BNPT. Semuanya mendapat titipan untuk menangkal radikalisme. 
Apakah radikalisme darurat telah menimpa masyarakat kita, sehingga harus segera di atasi dengan menjadikannya sebagai program prioritas untuk kabinet Indonesia Maju, lima tahun ke depan? Apakah radikalisme dengan hanya sasaran Islam dan kaum Muslim tidak merugikan rakyat khususnya umat Islam? Seperti inikah kabinet harapan umat? Tentu tidak. Karena narasi Radikalisme sudah pasti menyerang Islam dan tentu menyengsarakan umat Islam. Karenanya umat harus tahu apa yang dimaksud dengan radikal dan apa radikalisme yang hari ini disematkan pada Islam dan kaum Muslim yang berislam kaffah, tidak disematkan pada yang lain.

Radikal dan Radikalisme

Radikal dalam kamus Inggris Indonesia susunan Surawan Martinus kata radical disama artikan (synonym) dengan kata “fundamentalis” dan “extreme”. ‘Radikalisme’ berasal dari bahasa Latin “radix, radicis”, artinya akar; (radicula, radiculae: akar kecil). Berbagai makna radikalisme, kemudian mengacu pada kata “akar” atau mengakar.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V), secara terminologi kata radikal artinya (1) secara mendasar, sampai hal yang prinsip; (2) amat keras menuntut perubahan; (3) maju dalam berpikir atau bertindak. Dengan demikian secara epistemologi, kata radikal mulai diarahkan kepada interpretasi kepada sebuah pikiran atau tindakan untuk sebuah perubahan.

Sementara secara aksiologis, Barat mengambil alih definisi kepada interpretasi politis di mana kata radikal ditambahkan akhiran -isme menjadi radikalisme.

Oleh Barat kata radikalisme dimaknai (1) sebuah paham atau aliran radikal dalam politik; (2) paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; (3) sebuah sikap ekstrem dalam aliran politik.

Langkah Barat selanjutnya dengan  pendekatan politis. Hal ini terus dilakukan untuk membangun narasi dan interpretasi den gan maksud dan tujuan ideologis. Barat kemudian melakukan strategi politisnya dengan menyematkan kata radikal pada Islam dan kaum muslimin yg berseberangan  dengan demokrasi sekulerismenya. Di buatlah opini buruk tentang Islam dengan peristiwa-peristiwa bom bunuh diri, bom teroris. Smua ini untuk menciptakan ketakutan pada Islam yaitu islamophobia.
Walhasil, dengan  islamophobia islam dan kaum Muslim telah menjadi korban. Sebutlah satu dari sekian banyak perlakuan buruk pada Muslim seperti  pembantaian muslim di masjid New Zealand.  Barat merasa belum cukup memperburuk Islam. Barat paham bahwa yang bisa mengalahkan ideologi demokrasi sekuler adalah Islam. Ketika mereka bangkit bersatu dalam bentuk daulah khilafah. Di buatlah sinetron horor ISIS yg mengklaim sebagai khilafah kaum muslimin, namun jauh dari gambaran khilafah yg sebenarnya yang penuh Rahmat Lil 'alamin. Maka Khilafah dan siapapun yang menegakkannya bahkan yang  simpatik atau dekat dengannya pun akan menjadi kriminal dan di kriminalisasi. 
Dan kita melihat hari ini, kabinet yg dibentuk begitu keras dengan Muslim kaffah,khilafah. Tampak pada pernyataan beberapa Mentri kabinet Indonesia Maju seperti Fachrul Razi sebagai Mentri agama sudah mengeluarkan statemen-statemen yang melukai kaum muslim dengan mempermasalahkn cadar,celana cingkrang. Machfud MD sebagai Menko Polhukam, seperti telah memendam amarah cukup lama,   tidak ada angin atau hujan tiba-tiba ingin menantang berdebat tentang khilafah yang menurutnya bukan sistem yang baku dalam Islam. Mereka satu suara menumpas radikalisme.  Ada apa dengan kabinet kita??? Bukannya rakyat menunggu program-program cerdas untuk menyelesaikan masalah yang menimpa mereka selama ini?? Termasuk korupsi yang sdh menggurita, yang telah menghabiskan milyaran uang negara??? 

Deradikalisasi proyek pesanan Barat  atau kebutuhan rakyat?

Perang melawan radikalisme ini bukan hanya di Indonesia. Proyek ini juga digagas oleh negara lainnya. Cina, misalnya. Negara komunis ini sampai sekarang menganggap Provinsi Xingjiang di daerah Turkistan Timur sebagai basis Muslim yang berpaham radikal.

Cina menggunakan semua cara untuk dapat menghapus identitas etno-religius Uighur. Bahkan jutaan orang Uighur diduga telah dikurung oleh Pemerintah Cina di kamp-kamp konsentrasi.

AS juga memainkan isu radikalisme selain isu terorisme. Henry Kissinger, Asisten Presiden AS untuk urusan Keamanan Nasional 1969-1975, dalam sebuah wawancara November 2004, mengungkapkan pandangannya dengan menyatakan “…What we call terrorism in the United States, but which is really the uprising of radical Islam against the secular world, and against the democratic world, on behalf of re-establishing a sort of Caliphate (…Apa yang kita sebut sebagai terorisme di Amerika Serikat, tetapi sebenarnya adalah pemberontakan Islam radikal terhadap dunia sekular, dan terhadap dunia yang demokratis, atas nama pendirian semacam Kekhalifahan).Pernyataan yang terang benderang. Bisa dfahami bahwa radikalisme hanyalah pesanan Barat kepada kelompok atau negara yang mau diberi dana untuk kepentingan barat. Bagi Barat, orang, kelompok atau negara yang bersedia membebek dan membawa proyek ini, adalah kemenangan besar.

Umat Islam harus bersatu.

Siapa yang dirugikan dari proyek deradikalisasi ini? Tentu umat Islam secara keseluruhan. Bukan hanya kelompok yang menyuarakan Islam kaffah dengan tegaknya khilafah saja. Karena itu, dalih apapun dari deradikalisasi harus dtangkis dengan dakwah cerdas dan politis. Pertarungn pemikiran harus terus dilakukan. Hingga tegaknya agama Allah Swt sebagai Islam kaffah dalam naungn Khilafah atau kita mati dalam perjuangan ini. Wallahua'lam bi asshowwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak