Oleh : Anggi Rahmi, S.E
(Aktivitis Pemerhati Ekonomi)
Potret buram keadaan ekonomi Indonesia kedepan semakin gelap. Utang luar negeri yang tak kunjung lunas. Kepahitan hidup meningkat. Angka pengangguran semakin tinggi. Bertambahnya jumpah penduduk miskin hal ini menjadi PR bagi rezim pemerintahan Jokowi Jilid II. Untuk mengatasi problema tersebut maka Jokowi melalui Konferensi Tingkat Tinggi, (KTT) ASEAN 2019 berharap mampu memperbaiki keadaan ekonomi.
Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 2-4 November 2019 akan terbang ke Bangkok , Thailand untuk menghadiri konferensi tingkat Tinggi, jokowi akan mengadakan pertemuan dengan beberapa Negara anggota ASEAN. Mitranya, yakni KTT ASEAN-China, KTT ASEAN-India, dan KTT ASEAN-PBB (2/11/2019).
Pertemuan pleno KTT ASEAN yang akan dihadiri oleh para pemimpin dan kepala Negara anggota ASEAN. Sejumlah isu yang akan dibahas Jokowi, antara lain mengenai pembangunan infrastruktur kawasan
Melalui pembahasan tersebut dirinya berharap akan memberikan dampak ekonomi yang baik kepada seluruh anggota ASEAN terutama bagi mudahnya hubungan antarnegara. ”Selain itu, murahnya biaya logistik dan kemudian kita harapkan pertumbuhan di negara ASEAN akan semakin baik karena pertukaran barang antarnegara kita ini menjadi lebih gampang," pungkasnya.
Melalui hal ini dapat kita lihat bahwa Indonesia masih menjadi sasaran empuk untuk menguatkan cengkeraman kapitalisme, imperialisme AS di nusantara. Kenapa demikian? Karena Sebagai negara pengekor Indonesia tidak pernah lepas dari belenggu kapitalisme sejak kemerdekaan Indonesia itu sendiri. Pemerintahan demokrasi yang mengemban ideology kapitalisme telah berhasil menyengsarakan rakyat melalui hubungan politik ekonomi luar negeri yang dibangun dengan negara-negara kapitalis salah satunya menjalin hubungan luar negeri sebagai negara anggota ASEAN. Metode ini yang masih bertahan hingga periode kedua Jokowi.
Dari fakta di atas ada beberapa hal yang penting untuk dibahas. Yaitu kebodohan penguasa yang tidak mau belajar dari pengalaman buruk, Jakarta- "Saya akan mengajak seluruh anggota ASEAN untuk bersama-sama membangun infrastruktur yang berkaitan dengan konsep Indo-Pacific," kata Jokowi dalam acara diskusi mingguan dengan wartawan kepresidenan di Istana Merdeka Jakarta, Jumat 1 November 2019.
Hal ini menunjukkan bahwa Jokowi serius untuk membangun hubungan kerjasama KTT ASEAN khususnya di bidang infrastruktur. Sekilas tujuan pertemuan ini tampak positif dari luar, yaitu dengan alasan untuk meningkatkan perekonomian seluruh anggota ASEAN khususnya Indonesia. Namun benarkah demikian tujuan sebenarnya ? Supaya tidak gegabah, kita perlu mengambil pelajaran dari pengalaman yang lalu.
KTT ASEAN 2019 : Mengukuhkan Cengkeraman Lintah Darat Internasional
Seperti yang kita ketahui salah satu tujuan KTT ASEAN ini adalah membahas pembangunan infrastruktur ASEAN. Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN seharusnya,berfkir dua kali untuk melakukan kerjasama pembangunan infrstruktur dengan ASEAN. Ditambah lagi negara yang terlibat didalamnya yaitu China dan Amerika. Saat ini China sedang berusaha keras untuk melancarkan proyek obe belt one road (OBOR) untuk memperkuat ekonomi serta eksistensinya di berbagai belahan dunia sehingga wajar jika China membantu perekonomian dan pembangunan infrastruktur berbasis riba pada negara anggota ASEAN salah satunya Indonesia.
Alih-alih ingin meningkatkan perekonomian Indonesia justru langkah yang diambil penguasa negeri ini malah menjerumuskan Inodenesia ke jurang kehancuran yang lebih dalam lagi. Untuk membangun infrastruktur dari mana lagi kalau bukan dari utang. Dengan ikut andil dalam KTT ASEAN Outlook On The Publik, ini memperparah Indonesia dengan jebakan utang luar negeri yang tak kunjung usai.
Mengutip dari al-wa’ie : 24, utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan II 2019 tercatat sebesar USD 391,8 miliar atau Rp 5.061 triliun (RP. 14.296 per Dolar AS). Terdiri dari utag pemerintah dan bank sentral sebesar USD 195,5 miliar serta uatang swasta (termasuk BUMN) sebesar 196,3 miliar. Jika dibagi dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini sekitar 267 juta, maka tiap rakyat Indonesia menanggung utang sebanyak Rp. 20.980.000-, perorang. Pada kwartal III tahun 2015 , utang Indonesia mencapai Rp 3.091,05 tiriliun. Ini berarti sejak tahun 2015 sampai tahun 2019 ini ada peningkatan utang sebesar sekitar 81,2 persen.
Meskipun terjadi peningkatan utang yang signifikan, pemerintah menyatakan kondisinya masih aman. Namun sebaliknya banyak pihak , termasuk beberapa pakar ekonomi dan pejabat negara, sudah memperingatkan jumlah utang Indonesia sebanyak itu sudah pada kondisi membahayakan. Diantara mereka bahkan memepringatkan gagal bayar utang. Meskipun yang diingatkan adalah utag korporasi, tidak menutup kemungkinan jika tidak segera diwaspadai dan diantisipasi, situai dan kondisi keuangan negara akan terserat juga.
Ada beberapa negara yang pernah mengalami gagal bayar utang kepada Cina, yaitu Zimbabwe yang harus mengganti mata uangnya menjadi Yuan resmi berlaku pada tanggal 1 Januari 2016, karena tidak mampu melunasi utang kepada Cina. Di lain hal Nigeria yang gagal bayar utang terpaksa mengikuti keinginan Cina yang mensyaratkan penggunaan bahan dan buruh kasar asal Cina untukpembangunan infrastruktur di Nigeria. Korban lainnya Sri Langka yang terpaksa melepas pelabuhan Hambatota sebesar US$ 1,1 triliun. Pakistan membangun pelabuhan Gwadar bersama Cina denagan nilai investasi sebesar US$46 miliar harus direlakan.
Begitu juga Amerika yang selama ini juga menjadi tempat meminjam empuk penguasa boneka. Yang ujung-ujungnya penumpukan utang berbasis bunga tidak dapat dielakkan hingga akhirnya rakyat dikorbankan sebagai pelunas hutang negara melalui pungutan pajak yang tidak rasional, kenaikan BPJS 2 kali lipat, beban ekonomi yang semakin meningkat akibat kebodohan penguasa boneka yang tidak bertanggungjawab. Sehingga sumber pendapatan negara berkurang akibatnya, rakyat harus mengais remah-remah rupiah lebih keras lagi. Maka tidak menutup kemungkinan bencana wabah kelaparan meningkat, pengangguran meningkat, pendidikan tinggal impian karena mahalnya UKT. Kriminalitas menimgkat. Dan semua ini diakibatkan ulah rezim zalim yang tak bertanggung jawab, karena kebodohannya yang tak pernah serius mengurusi urusan rakyat sebagai amanahnya.
Berdasarkan kronologi peminjaman utang kuar negeri yang berakhir tragis karena gagal bayar seperti negara-negara di atas seharusnya, bukti ini dijadikan pelajaran bagi pemerintah agar mempertimbangkan lagi untuk mengambil keputusan sebelum menyetujui proyek KTT ASEAN 2019. Bukan tidak mungkin Indonesia mengalami nasib yang serupa dengan negara-negara di atas jika gagal bayar utang kepda Cina dan AS bahkan, bisa jadi lebih parah. Yang pada akhirnya akan menggadaikan hajat hidup rakyat kepada asing aseng untuk membayar utang negara.
Menyadari keikutsertaan Indonesia pada KTT ASEAN 2019 ini tak mungkin mampu memberikan pertumbuhan ekonomi, justru memperparah kedaan ekonomi rakyat. Tapi apa daya jika pemerintahan masih berasaskan demokrasi sekuler kerancuan utang luar negeri ini akan terus berlanjut dilakukan pemeintah. Oleh Karena itu tak ada lagi yang bisa diharapkan dari sistem demokrasi liberal ini, yang selalu menghisap kekayaan rakyat hingga tetes darah terakhir.
Solusi Tuntas Mengatasi Gagal Bayar Utang Luar Negeri
Islam sebagai agama yang rahmatan lil’alamiin hadir ke tengah-tengah manusia. Karena rahmatan lia’alaiin, Islam tidak hanya membahas sebatas agama ritual semata. Tetapi Islam sebagai diin yang sempurna dari sang pencipta manusia, juga mengatur politik bagi manusia. Salah satunya, bidang ekonomi.
Dalam perspektf ekonomi Islam, ada beberapa upaya riil untuk menghentikanutang luar negeri yang eksploitatif itu. Pertama, kesadaran akan bahaya yang dikucurkan negar-negara kapitalis akan berujung pada kesengsaraan, selama para pejabat negara dan ekonom masih tidak memahami hal ini, membuat susahnya menghentikan utang luar negeri.
Kedua, Keinginan dan tekad kuat untuk mandiri dalam mengelola ekonomi dalam negeri, sehingga muncul ide-ide kreatif yang mampu menyelasaikan problem utang luar negeri. Mentalitas keetrgantungan pemimpin pada luar negeri harus dihilangkan.
Ketiga, menekan segala bentuk pemborosan negara, oleh korupsi maupun anggaran yang memeprkaaya pribadi pejabat. Yang menyebabkan deficit anggaran. Proyek-proyek tidak startegis untuk membangun ekonomi seeprti infrasrtuktur yang tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat Indonesia, yang semakin menimbulkan kesenjangan social harus dihentikan.
Keempat, melakukan pengembangan dan pembangunan kemandirian ketahanan pangan. Dengan pemabngunan sektir riil di bidang pertanian khususnya. Memberdaayakan lahan milik negara maupun umum (rakyat) seperti, laut, gunug, hutan, pantai ,sungai, danau, tambang, emas dll.
Kelima, menagtur ekspor dan impor. Caranya memeutus impor barang-barang dari luar negeri yang diproduksi dalam negeri. Memabtasi impor bahan mentah untuk bahan dasar industry yang sarat dengan teknoligi tinggi. Memperbesar ekspor untuk barang-barang yang bernilai ekonomi, denagan catatan tidak menganggu kebuthan ekonomi dalam negeri., dan memperkuat ekonomi ekistensi negara-negara Barat Imperialis.
Langkah-langkah diatas merupakan upaya kita agar sejahtera, bermartabat tanpa hutang. Hal ini tidak akan terwujud selama kita masih berdiam dengan sistem ekonomi kapitalis saat ini. Karena mempertahankan sistem ekonomi kapitalis sama dengan mempertahankan dan meningkatkan kerusakan, kemiskinan, dan peneritaan rakyat. Sudah saatnya umat serta tokoh-tokoh umat mencampakkan sistem Islam. Maka tak ada pilihan lain kecuali dengan menerapkan syariah Islam secara totalitas. Karena hanya dibawah aturan Islam lah pemerintah negeri takut dan tunduk pada syariat dalam mengurusi urusan umat.