Isu Radikalisme Menutupi Kehancuran Ekonomi



Oleh : Ummu Resi

Isu radikalisme digencarkan pada masa kepemimpinan periode kedua Jokowi-Ma’ruf. Narasi radikalisme dibeberapa Kementerian yang masing-masing acapkali membuat darah naik ke ubun-ubun, tak bisa dipungkiri karena tudingan radikalisme para pejabat publik dan kementerian tersebut, diarahkan kepada umat dan agama tertentu yaitu Islam. Dimana tidak ada ajaran dalam Islam yang mengajarkan seperti yang telah dituduhkan diatas.
Muslimahnews.com bahwa kehebohan narasi radikalisme yang disenandungkan oleh para Menteri Baru tentu bukan tanpa alasan. Sebab pakar ekonomi Rizal Ramli menengarai, hal ini sebagai opini dan sebagai upaya pengalihan isu dari ketidakmampuan Pemerintah, mengatasi masalah ekonomi yang berada di titik terbawah. Ungkap oleh Akademisi Universitas Lampung Boediono, Pemerintah dengan Kabinet Indonesia majunya tidak mampu memperbaiki ekonomi Indonesia saat ini apalagi dengan susunan Menteri Keuangan yang masih satu orang yang sama dengan sebelumnya. Ujarnya (TVnews.com 28/10/2019).
Perang melawan radikalisme juga terang-terangan disampaikan oleh Kementerian Agama. Dibawah  menteri barunya Fakhrul Razi mantan Wakil Panglima TNI, dengan tegas mengakui diberi tugas oleh presiden untuk mencari strategi dalam menangkal radikalisme. Dirinya menyatakan sedang menyusun upaya-upaya untuk menangkal radikalisme khususnya di Indonesia.
Seperti dalam ungkapan Presiden kepada Fakhrul dalam Indonesiainside.id (27/10/2019) bahwa belakangan ini potensi tumbuhkembangnya radikalisme cukup kuat hingga beliau berpikir Fahrul punya cara dan terobosan dalam hal yang berkaitan dengan menangkal radikalisme ini, yang tak lama berselang maka melayanglah ultimatum dengan ancaman persekusi kepada para Ustadz, penceramah, para tokoh dan aktivis Islam yang dianggap menebar kebencian dan menebar perpecahan antar anak bangsa dan menimbulkan radikalisme dan terorisme.
Dan dari sini maka timbullah sebuah pertanyaan, dari tolak ukur radikalisme itu yang seperti apa dan bagaimana? Apakah para ustadz dan pendakwah yang menyampaikan apa yang ada di dalam Alquran dan hadis kepada kaum muslim adalah radikal? Kalau yang semacam ini termasuk kategori radikalis. Lantas bagaimana dengan pasal 29 ayat 2 dalam undang-undang dasar 1945 yang menyatakan bahwa, menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu, apakah pasal dalam undang-undang Dasar 1945 ini juga termasuk radikal? 
Ketidakjelasan apa dan bagaimana yang termasuk dalam kategori radikal ini menjadikan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia semakin gerah. Pasalnya, para ustad yang menyampaikan sebenarnya yang dikriminalisasi dituduh sebagai penyebar ujaran kebencian, bahkan membuat gaduh di tengah-tengah umat Islam atas ceramahnya.
Apa yang terlihat di tengah-tengah masyarakat justru mereka yang aktif mengkritik penguasa yang tak sesuai dengan aturan Ilahi yang langsung dicap radikal. Akhirnya tak sedikit Ustadz yang masuk penjara bahkan tidak diizinkan untuk berceramah di berbagai tempat baik di dalam maupun di luar negeri.
Radikal Topeng, Tutup Ekonomi Jeblok
Bisa dipastikan makin jebloknya perekonomian bukanlah disebabkan karena radikalisme. Sejak Jokowi-JK memimpin Indonesia kondisi ekonomi negara ini terus mengalami kemunduran yang terus berlanjut hingga sekarang. Bahkan diprediksi akan alami krisis Nasional. Rizal Ramli mengatakan isu ini akan terus digoreng hingga setahun kedepan. Dan hal yang senada juga katakan oleh tokoh masyarakat Papua Kris yang mengingatkan agar pemerintah tidak selalu jualan isu radikalisme, isu ini sengaja dimunculkan untuk menutupi masalah yang jauh lebih besar seakan-akan radikalisme menjadi momok di negeri ini. Padahal  momok yang sebenarnya adalah ekonomi yang hancur (kata Kris dilaman resminya (7/10/2019) IndonesiaInside 27/10/2019).
Sebenarnya masalah paling besar yang harus segera diselesaikan ialah, ekonomi rakyat yang sudah diujung tanduk. Pengusaha Nasional Erwin Aksa membeberkan sejumlah keluhan dari pengusaha selama masa pemerintahan Presiden Jokowi 4,5 tahun terakhir. Dia  bilang sejumlah sektor mengalami tekanan berat terutama di sektor riil, yang menjadi salah satu penggerak terbesar ekonomi dalam negeri tidak bergerak. Daya beli masyarakat turun karena harga mahal, tidak punya lagi tabungan untuk belanja cukup dari kebutuhan pokok mereka, toko jadi sepi. (Dikutip dari diskusi APN 8/4/2019)
Secara fakta kebutuhan ekonomi yang macet, utang negara tembus 5000 triliun. deindustrialisasi yang terbendung yang membengkak, dan lapangan kerja yang entah untuk siapa dan kemiskinan yang tak kunjung turun, bahkan mengalami kenaikan dari jumlah sebelumnya. Harga-harga terus melambung, pajak mencekik, tapi fakta tersebut ditutupi dengan mengumbar mimpi lewat pidato Presiden Jokowi, yang mengatakan bahwa pendapatan rakyat akan mencapai 27,7 juta perbulan di tahun 2045. Dikelabui dengan isu radikalisme seakan ini adalah momok yang paling berbahaya sementara sistem ekonomi kapitalis neoliberalisme yang jauh lebih berbahaya penyebab ekonomi hancur tak disikapi dengan serius..


Kebijakan Ekonomi Islam
Di dalam sistem Islam ada program yang telah teruji yaitu: 
Pertama :  Mengadopsi politik gotong royong di antara anggota masyarakat dengan berbagai cara dan sarana yang memungkinkan sebagaimana dilakukan Nabi Shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat di masa-masa awal berdirinya negara Islam di Madinah. 
Kedua : Mengkaji dengan sempurna potensi ekonomi umat yang dilakukan oleh para pakar terkait dengan ketersediaan sumber energi dan lain-lain termasuk kekayaan milik umum, yang dikuasai swasta diambil alih untuk dikelola oleh negara. 
Ketiga : Memutakhirkan data kependudukan tepat dan seakurat mungkin seperti jumlah orang miskin menengah dan kaya.
Keempat : Panduan dan arahan dalam penghematan belanja agar masyarakat fokus pada kebutuhan, bukan keinginan. Dengan  begitu distribusi barang dan jasa pada seluruh rakyat dapat dijamin pemenuhannya dengan baik.
Kelima : Utang-utang yang diwariskan rezim sebelumnya pembayaran bisa di moratorium, dan dana yang tersedia bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan negara.
Sistem Ekonomi Islam
Sistem ekonomi Islam merupakan sistem yang diberlakukan oleh Allah SWT. Tuhan semesta alam yang Maha Tahu apa yang baik untuk seluruh makhlukNya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya “Apakah Allah yang Maha Menciptakan itu tidak Mengetahui yang kamu lahirkan dan rahasiakan dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui”  (Al Mulk ayat 14).
Dari masalah di atas tidak ada solusi yang paling sempurna, kecuali kita segera kembali pada penerapan Islam secara Kaffah dalam naungan Khilafah Islamiyah. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Negeri ini dari kehancuran , dan tuduhan keji yang selalu disematkan pada umat Islam..

Wallahu A’lam Bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak