Oleh: Tri S, S.Si
(Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi)
Kabar seputar tsunami PHK tak cuma melanda sektor perbankan dunia, pekan ini pemberitaan juga diramaikan oleh sejumlah perusahaan global ternama lainnya yang mengumumkan rencana pemangkasan pegawai mereka.(CNBC Indonesia, 12/10/2019).
Sejumlah perusahaan dari berbagai negara mengambil langkah dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada karyawannya guna melakukan efisiensi. Hal itu disebabkan karena melemahnya ekonomi dan ketidakpastian global.
Perusahan-perusahaan itu bukan hanya perbankan, tapi juga terjadi pada perusahaan otomotif, komputer hingga perusahaan perintis atau start up.
Kemajuan Bisnis Digital, Kaum Buruh Menjadi Korban
Unicorn dan bisnis-bisnis lain yang berbasis digitalisasi memang begitu keren bentuk dan rupanya. Namun, ketika kita hanya melihat bentuk rupa tanpa melihat esensi dari keberadaan bisnis digital tersebut. Tentu begitu jelas tujuannya, yaitu membuka lebar-lebar kran asing melakukan investasi tanam modal di pasar dalam negeri Indonesia. Ini artinya, Indonesia bukanlah pengusaha sebenarnya, melainkan sebagai pasar, konsumen, user serta pekerja bagi majikannya yang bernama kapitalis.
Maka benar adanya, apa yang dikatakan oleh Founder & Chairman of CT Corp Chairul Tanjung (CT) bahwa Indonesia boleh bangga dengan banyaknya Unicorn yang dimiliki, namun sayangnya justru Unicorn yang ada masih dikuasai oleh Asing, sebab investor yang mendanainya adalah investor Asing.
Pernyataan serupa pernah disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro. Dia menyatakan bahwa negeri ini tidak perlu berlebihan dalam membanggakan kelahiran unicorn. Soalnya, produk-produk yang dijualbelikan di unicorn e-commerce di Indonesia ternyata masih didominasi impor. (Indonesiainside.id)
Belum lagi, di tahun 2019 ini ancaman digitalisasi ekonomi yang menyasar kaum buruh masih menjadi PR bagi negeri ini. PHK akibat digitalisasi atau otomatisasi, masif terjadi di tahun 2018 sebagai akibat pergerakan ekonomi digital. Sektor-sektor seperti retail, perbankan, transportasi, dan manufaktur khususnya otomotif, teksil, dan elektronik adalah sektor yang rentan mengalami pemutusan hubungan kerja dikarenakan digitalisasi dan otomatisasi.
Labor Institute Indonesia memprediksi di tahun 2019, PHK di sektor-sektor tersebut akan semakin masif terjadi, dan pemerintah perlu mengantisipasi hal tersebut dengan membuat blue print strategi penciptaan lapangan kerja di era digitalisasi. “Kami mencatat lebih kurang 100 ribu pekerja kehilangan pekerjaannya di tahun 2018 ini dikarenakan digitalisasi disektor tersebut,” ujar Andy William, Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia sebagaimana dilansir RMOL.co (Jawa Pos Grup).
Ternyata, Unicorn dan bisnis-bisnis berbasis digital yang menjamur di negeri ini masih menjadi ancaman nyata bagi rakyat Indonesia sendiri, khususnya kaum buruh. Dimana posisi mereka adalah korban dari upaya pemerintah yang katanya akan mampu membuka potensi besar mensejahterahkan rakyatnya. Justru yang terjadi malah penguasa semakin terlihat hanya sebagai fasilitator dan regulator saja, dan mereka memberikan hak sepenuhnya pengelolaan ekonomi negeri ini kepada para investor Asing atas nama digitalisasi ekonomi.
Sungguh, inilah bentuk kelicikan kapitalis yang mencekik negeri ini melalui jalur ekonomi. Dan yang pasti, pihak penguasa adalah pihak yang paling diuntungkan no.2 setelah para kapitalis pemilik modal. Sedangkan rakyat hanya menjadi pengais dari remah-remah keuntungan yang sudah diperoleh keduanya.
Oleh sebab itu, semakin nyata pula kegagalan berbagai program ekonomi yang ada dalam negeri selama bertumpu dan berkiblat pada kapitalis asing dan aseng. Sudah saatnya, kita akhiri kelicikan ini dengan mengambil kembali aturan-aturan Sang Maha Pencipta langit dan Bumi, Yang Mengetahui secara pasti bagaimana manusia yang hidup di bumi mendapatkan kesejahteraan yang hakiki.
Ekonomi Islam, Penawar Masalah Kesejahteraan Kaum Buruh.
Islam sebagai agama sekaligus aturan kehidupan. Telah mampu memberikan kontribusi besar terhadap kesejahteraan hidup manusia. Terbukti ketika Islam diterapkan dalam sebuah institusi negara penerap Islam kaffah. Selama kurang lebih 1400 tahun mengayomi dan menjadi pelayan umat, baik muslim maupun nonmuslim dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan krusial dalam kehidupan dunia mereka, yaitu masalah kesejahteraan.
Dengan mewujudkan kemandirian ekonomi, Islam melalui negara akan melakukan optimalisasi pengelolaan minimal dari empat sumber ekonomi yaitu, pertanian, perdagangan, jasa dan industri. Dan dalam pengelolaan keempat sumber tersebut ditopang dengan tiga prinsip tegaknya sistem ekonomi ini, yaitu konsep kepemilikan [milkiyah], pengelolaan dan pemanfaatan hak milik [tasharruf al milkiyah] dan distribusi kekayaan bagi warga negara [tauzi’al amwal baina an nas].
Kepemilikan dalam Islam diatur oleh Allah dan terdiri dari tiga, yakni; pertama, kepemilikan individu seperti semua barang yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak dan jumlahnya dibatasi. Misalnya rumah, tanah, kendaraan dan uang.
Kedua, kepemilikan umum adalah izin dari Allah yang diberikan kepada orang banyak untuk memanfaatkan suatu barang. Sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan Abu Dawud bahwa kaum muslimin berserikat terhadap tiga hal yaitu air, padang rumput dan api.
Ketiga adalah kepemilikan negara adalah harta yang merupakan hak dari seluruh kaum muslimin, dimana pengaturan distribusi dari harta kekayaan tersebut diserahkan kepada pemimpin. Harta negara ini misalnya zakat, pajak [jizyah] dari non muslim, pajak dari kharaj, ghanimah, harta orang murtad dan harta yang tak ada ahli warisnya.
Inilah rumus bagi terwujudnya kesejahteraan manusia, termasuk kaum buruh dan seluruh rakyat yang di negeri yang kaya ini. Rumus kesejahteraan yang hanya ada dan dimiliki oleh sistem ekonomi Islam, yaitu “rumus sejahtera 431”, pengelolaan 4 sumber ekonomi dengan 3 prinsip ekonomi dalam mewujudkan 1 tujuan ekonomi yaitu mensejahterakan manusia dengan terpenuhinya kebutuhan pokok dan memudahkan manusia memenuhi kebutuhan kamaliyahnya berupa kebutuhan sekunder dan tersier. Tentunya kesejahteraan yang didapatkan tidak hanya berhenti pada kesejahteraan duniawi, namun juga bernilai berkah dihadapan Allah SWT. Wallaahua’lam