Oleh Tri Silvia
Kebijakan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) akan segera dilaksanakan. Wilayah-wilayah sekitar ibukota telah bersiap untuk melaksanakan kebijakan tersebut, termasuk kota Tangerang di dalamnya. Berdasarkan informasi yang dihimpun, untuk di Kota Tangerang sendiri, rencananya ERP akan diberlakukan di sepanjang Jalan Daan Mogot, menuju Kali Deres, Jakarta Barat. Adapun Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Tangerang Andhika Nugraha sempat menyebut Jalan HOS Cokroaminoto menuju Jakarta Selatan sebagai salah satu jalan yang akan diterapkan ERP. (Tangerangnews.com, 18/11/19)
ERP merupakan sistem pungutan atas biaya kemacetan, yang dengannya para pengguna kendaraan pribadi akan dikenakan biaya jika melewati satu area atau koridor yang macet pada periode waktu tertentu (Kompas.com, 18/11/19). Diharapkan dengan adanya ERP, kemacetan ibukota dan wilayah penyangga di sekitarnya bisa berkurang bahkan hilang. Wacana tentang penerapan ERP sebenarnya telah ada belasan tahun ke belakang tepatnya dari akhir tahun 2004 (Kompas.com, 1/2/17), namun wacana ini timbul tenggelam sejalan dengan banyaknya pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat, bahkan hingga hari ini.
Pengamat tata kota, Nirwono Joga menanggapi rencana penerapan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) di perbatasan Kota Tangerang-Jakarta. Ia menilai penerapan jalan berbayar di Kota Tangerang harus didukung pada peningkatan pelayanan dan armada angkutan umum yang terintegrasi. Bila tidak ditunjang hal tersebut, kata Joga, yang akan dilakukan masyarakat lebih pada mengatur tempat dan waktu kegiatannya bukan beralih ke angkutan umum. "Artinya kemacetan lalu lintas tetap akan terjadi hanya tempat dan waktunya saja yang berubah atau berpindah," ujarnya. (Tangerangnews.com, 18/11)
.
Islam mengatur hal-hal yang terkait dengan ketatanegaraan. Semuanya telah diaplikasikan dan dicontohkan pada zaman Rasulullah dan para sahabat, juga para khalifah sesudahnya. Mereka sungguh sangat memperhatikan rakyatnya dalam hal sarana prasarana yang mendukung pemenuhan kebutuhannya, termasuk dalam infrastruktur dan sarana transportasi. Selain untuk memenuhi kebutuhan rakyat, Khalifah pun melakukannya guna memenuhi satu cita-cita berharga yakni menyebarkan Islam ke seluruh dunia.
Berikut adalah dalil yang membuktikan bahwa Islam sangat memperhatikan perihal ketersediaan infrastruktur yang baik untuk rakyatnya. Rasulullah saw bersabda, "Ketika seseorang berjalan di jalan, dan ia menemukan dahan berduri di jalan tersebut, ia lalu menyingkirkannya, maka Allah bersyukur atasnya dan mengampuninya." (HR. Bukhari)
"Amal-amal umatku diperlihatkan kepadaku, amal-amal yang baik dan amal-amal yang buruk. Lalu aku menemukan di antara amal-amal yang baik adalah menyingkirkan perkara yang menyakitkan dari jalan." (HR. Muslim)
Dua hadis di atas menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan urusan infrastruktur dan berbagai sarana prasarana yang ada di atasnya. Selain dalam hadis, adapula contoh keteladanan dari Umar bin Khattab yang meminta ajudannya untuk meratakan jalanan kota Baghdad usai ada seekor keledai yang kakinya tergelincir dan jatuh ke jurang akibat jalan yang dilewati rusak dan berlobang. Begitupun yang dilakukan oleh khalifah-khalifah setelahnya yang membuatkan infrastruktur berupa jalan raya dengan berbagai sarana dan prasarana yang memadai.
Sebagaimana yang dilakukan Khalifah Al-Mansur dengan membangun jalan beraspal kota Baghdad Irak pada tahun 762 M jauh sebelum insinyur-insinyur Barat membangun jalanan mereka. Proyek pembangunan rel kereta api Hijaz adalah salah satu proyek pembangunan terpenting pada masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid II. Proyek yang dimulai pada 1900 M dan berakhir pada 1908 M ini menghubungkan Damaskus ke Madinah yang berjarak 814 kilometer. Dengan kereta ini, perjalanan yang biasanya ditempuh dalam waktu lima pekan, kini hanya memakan waktu tiga hari perjalanan. Begitupun proyek pembangunan Darb Zubaida pada masa Al-Mahdi hingga Khalifah Harun al-Rasyid. Jalur yang menghubungkan kota Kuffah dengan Makkah ini dikelilingi oleh pos pemberhentian yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas.
Itulah kisah tentang Islam dan kekhilafahan yang amat peduli dengan infrastruktur, terutama jalan raya dan berbagai fasilitas pendukungnya yang memang keberadaannya dulu, tidak seperti sekarang. Sebab sekarang, bukan jalanan dan sarananya yang tidak mencukupi, melainkan justru efek sarana yang terlalu banyak hingga mengakibatkan kemacetan yang mengular. Kemacetan yang terjadi tentu bukanlah hal yang sepele. Harus ada solusi yang diberikan guna menghentikannya segera tanpa harus kembali menambah kesengsaraan rakyat.
Rakyat sudah sengsara dengan kondisi hidup saat ini dimana negara enggan dibebani oleh rakyatnya sendiri, semua barang disediakan non subsidi, jaminan kesehatan (BPJS) dengan iuran yang semakin mencekik, belum lagi biaya lainnya semisal sekolah. Negara hendaknya tidak lagi menambah beban rakyat dengan diadakannya jalan berbayar, sudah cukup jalanan tol saja yang dibuat berbayar, jangan lagi jalanan umum yang dikenai pungutan. Jalan itu seyogyanya dibuat dari uang rakyat dan untuk keperluan rakyat, jangan sampai justru menambah kesengsaraan rakyat.
Negara harus bisa melihat solusi lain yang lebih mengakar dibanding jalan berbayar tersebut. Banyaknya titik-titik kemacetan bukan hanya sebab orang-orang nya yang tidak bisa diatur, melainkan tersedianya sarana pribadi yang lebih nyaman dibanding angkutan-angkutan umum yang disediakan dan melonjaknya produksi mobil dan motor dalam negeri menjadi faktor lain yang harus diperhatikan. Jika dua faktor lainnya itu tidak diperhatikan, solusi pengaturan macam apapun jelas tidak akan mampu bekerja secara efektif, yang ada justru penzaliman secara berkala.
Padahal Islam telah jelas-jelas melarang para pemimpin muslim untuk berbuat zalim kepada rakyatnya, sebagaimana hadis yang artinya : “Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah seorang pemimpin yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci oleh Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah seorang pemimpin yang zalim.” (HR. Tirmidzi)
Wallahu A'lam bis Shawab