Dulu Bersitegang Sekarang Bermesraan


Nafisah Mumtazah

Aktivis Islam, Pendidik

Gresik, Jawa Timur  


Hubungan Prabowo dan Jokowi pun tampak terlihat mesra. Seperti yang dilansir dari sebuah media Prabowo tidak ragu – ragu sambil berkata “ Hubungan saya baik, bisa dikatakan mesra ya, Pak, “ ujar Prabowo dalam jumpa pers bersama Jokowi di Istana, Jakarta, Jumat, ( 11/10/2019 ). Dan bak gayung bersambut Jokowi langsung menyambutnya hangat dengan berkata, “ sangat mesra”, ( Kompas.com ).

Setelah resmi dipilih dan dilantik menjadi Menteri Pertahanan  ( Menhan ) dalam Kabinet Indonesia maju Jokowi - Ma’ruf Amin, Prabowo Subianto pun dengan penuh keyakinan menunjukkan kesiapan untuk mulai bekerja, usai melakukan serah terima jabatan atau sertijab dengan Menhan terdahulu Ryamizad Ryacudu.

Tiada lagi pertegangan, tiada lagi perseteruan dua kubu, yang ada kini adalah perkoalisian dan pertunjukkan aksi saling membahu. Itulah yang tampak tatkala masuknya Ketua Umum DPP Prabowo Subianto ke dalam kabinet pemerintahan Presiden Jokowi – KH. Ma’ruf Amin yang telah mengubah dinamika politik bangsa kekinian. 

Begitulah sejatinya kehidupan politik dalam alam demokrasi, tidak ada yang namanya lawan dan kawan abadi yang ada hanyalah kepentingan yang abadi. Sebagaimana diketahui , Presiden Jokowi dan Prabowo selaku Menhan yang baru dalam kabinet tersebut, sebelumnya terlibat sebuah rivalitas sengit dalam kancah pemilihan Presiden.

Pemilu yang disebut – sebut menghabiskan dana triliunan. Dimana datan dari Kementerian Keuangan ( Kemenkeu ) disebut menganggarkan anggaran sebesar Rp 25,59 triliun untuk kegiatan pemilihan umum (Pemilu ) serentak pada 17 April 2019. Angka ini naik 61% dibanding anggaran untuk pemilu 2014 yang sebesar Rp 15,62 triliun. ( detik.com / 27 Maret 2019 ). 

Sedangkan Yang tak kalah mencengangkan yakni data dari Kementerian Kesehatan melalui dinas kesehatan bahwa tiap provinsi mencatat tugas kelompok Penyelenggaraan Pemungutan Suara (KPPS ) yang sakit mencapai 11.239 orang dan korban meninggal 527 jiwa. ( kompas.com, 16 Mei 2019 ).

Pasca perhitungan suara pun juga menyisakan kerusuhan dan tragedi berdarah. Eskalasi kerusuhan memuncak pada 21 Mei malam dan menyisakan sejumlah korban tewas. Sedikitnya enam orang meninggal dunia dan ratusan luka – luka saat massa mendukung Prabowo Subianto bentrok dengan aparat keamanan saat memprotes hasil penghitungan suara didepan gedung Bawaslu, Jakarta.

 Sungguh pertarungan yang banyak menyisakan nestapa , pidana, hingga darah dan ratusan nyawa melayang. Namun kini semua itu seperti hilang tanpa kejelasan dan tanpa penyelesaian. Kuatnya pertarungan yang disebut – sebut untuk sebuah perubahan ternyata hanya berujung pada bagi – bagi kursi dan kekuasaan.

Ironis, demi kepentingan sebuah golongan. Mereka tega khianati kepentingan rakyat. Pengorbanan rakyat yang mati – matian menginginkan perubahan berakhir duka nestapa dan kekecewaan. Pihak yang digadang – gadang akan konsisten berada dijalur perjuangan dan oposisi secara mengejutkan justru berkoalisi dan dengan senang duduk pada tampuk sebuah kursi.

Ya, Begitulah profil nyata fasad dan fakta pahitnya kehidupan politik demokrasi. Sekali lagi, tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Didalam demokrasi seorang politisi yang hari ini tampil tegas menjadi oposisi dan tampak kritis serta garang terhadap kebijakan yang mendzalimi rakyat, esoknya bisa saja tiba – tiba berubah tunduk dan berkoalisi menjadi pendukung dan penjilat penguasa.

Hendaknya kejadian ini mampu menjadi pelajaran berharga dan membuka mata rakyat betapa sia – sia nya berharap pada politsi dalam kubangan demokrasi. Pengorbanan mati – matian rakyat untuk sebuah tujuan yang disebut perubahan itu tidaklah akan tampak dihargai sama sekali. Dua sosok yang dipandang berbeda jalan ternyata hanyalah dua pelayar dalam satu nahkoda dan tujuan yang sama. Kalau sudah begitu lagi – lagi yang berharap padanya harus kuat menelan pahit dalam rasa kecewa. 

Islam memandang yang demikian itu adalah sebuah kemungkaran dan terkategori sikap yang menyimpang yakni karena berkompromi dengan kedzaliman dan bahu membahu dalam kemungkaran. Islam dengan terang dan jelas menempatkan mana kawan dan mana lawan. Kawan adalah golongan orang – orang yang kokoh pada akidah dan jalan Islam serta bersama – sama dalam menegakkan Syariat Allah. Sedangkan lawan yakni orang – orang kafir yang memerangi Islam ataupun orang fasik munafik yang mengaku Islam namun mencampakkan Syariat Islam dan cenderung berpihak pada kemungkaran.

Pemimpin ideal yang mampu diharapkan serta didukung dalam pandangan Islam adalah pemimpin yang mempunyai visi dan misi menegakkan Syariat Islam secara keseluruhan dalam wadah sistem pemerintahan . Sedangkan berkoalisi dengan para pemimpin – pemimpin dzalim yang tidak menerapkan Islam adalah dosa besar dan sebuah kemungkaran. Maka jika tidak ingin kembali diterpa kekecewaan, tidak ada jalan terbaik bagi rakyat selain berharap pada seorang pemimpin yang mempunyai visi misi total terhadap Islam. Karena berharap pada pemimpin yang mempunyai komitmen terhadap Islam sama seperti berharap pada Islam itu sendiri. Islam yang bersumber dari Allah dan Rasul –NYA yang akan membawa rahmat bagi semesta alamdan akan mendatangkan perubahan yang hakiki.

 Wallahu a’ lam bisawab.

  


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak