Oleh : Irayanti
(Pemerhati Sosial)
Sejak pelantikan anggota Kabinet Indonesia Maju pada Rabu 23 Oktober 2019 lalu hingga hari ini isu tersebut terus digoreng. Isu radikal dan radikalisme, tersebut seperti menjadi konsen utama pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin. Sejumlah menteri bahkan dengan tegas menyebut bakal fokus bekerja untuk menangkal radikalisme.
Makna Radikalisme
Isu radikalisme seolah-olah merupakan monster jahat bagi pemerintahan negeri ini. Di dalam KBBI, radikal artinya 1. Secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip); 2. Amat keras menuntut perubahan (UU, pemerintahan); 3. Maju dalam berpikir atau bertindak. Sementara isme adalah suatu paham tertentu. Benarkah radikalisme itu berbahaya dan mengancam negeri ini atau jangan-jangan yang mengancam negeri justru mereka yang rakus menjarah kekayaan negeri ini, memalak rakyat dengan tagihan beraneka macam dari kalangan penguasa maupun kaum kapitalis (pengusaha) baik lokal, asing maupun aseng.
Radikalisme bagi rezim jilid II ini adalah musuh dengan dalih menyelamatkan negeri dari kehancuran. Berbagai menteri bersiap sedia untuk melawan radikalisme. Salah satunya Menteri Agama Fachrul Razi, mantan wakil panglima TNI mengakui diberi tugas Presiden Jokowi untuk mencari terobosan dalam menangkal radikalisme. Alhasil, Menag yang bukan berbasic agama ini mengeluarkan beberapa pernyataan untuk menangkal radikalisme. Tak pelak, cadar dan celana cingkrang yang merupakan bagian dari islam dituduh sebagai ciri orang radikalisme. Di instansi pemerintah yang bercadar dan bercingkrang dimintai memilih antara melepaskan cadar dan tak bercingkrang ataukah resign.
Senada dengan Menag dalam menangkal radikalisme, Menko Polhukam Mahfud MD di acara salah satu stasiun TV berbicara tentang radikalisme. Menurutnya, anak kecil masih SD kelas 5 diajari untuk tidak ketemu dan berteman dengan laki-laki yang bukan muhrim (seharusnya mahrom, karena muhrim artinya orang yang menemani ihram) adalah salah satu virus radikalisme. Pernyataan Mahfud tersebut menimbulkan gejolak terutama di kalangan umat Islam. Bagaiman tidak, sebelumnya Mahfud MD pernah mengatakan radikalisme itu bukan menyasar umat Islam tetapi realitanya para menteri rezim Jokowi jilid II bahkan dirinya sendiri malah menyerang ajaran Islam. Orang yang ingin melakukan ajaran Islam, yang ingin menjadikan Islam sebagai aturan hidupnya secara keseluruhan malah diframing radikalisme. Cadar, cingkrang, khilafah, non mahrom bukankah itu bagian dari Islam.
Mengapa para OPM yang membunuh tukang ojek dan segala kejahatannya tidak dikatakan radikal dan radikalisme, padahal sangat jelas mereka ingin memisahkan diri dari negeri Indonesia. Ada apa dibalik gorengan isu radikalisme ini..
Radikalisme dan Masalah Besar
Tokoh nasional Rizal Ramli mengatakan bahwa isu radikalisme yang digoreng oleh pemerintah bukan hal yang aneh. Menurutnya, isu ini akan terus dimainkan dalam setahun pemerintah jilid II rezim Jokowi.
“Setahun kedepan agaknya akan digoreng terus isu 3R (radikalisasi, radikulisasi, radikolisasi),” sindirnya dalam akun twitter pribadinya, Minggu(27/10/2019).
Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu mengaku telah mencium ada maksud lain dari pemerintah dengan terus menggoreng isu radikalisme. Diantaranya, untuk menutupi performa ekonomi yang kembali memburuk tahun ini. Pertumbuhan ekonomi diprediksi tidak sampai 5 persen. Ia pun menilai jurus monoton yang ditunjukkan Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak bakal ampuh mendongkrak ekonomi Indonesia. Sebab menteri berpredikat terbaik dunia itu hanya mengandalkan utang dan kebijakan austerity( pengetatan anggaran tanpa ada terobosan-terobosan). Prediksi RR terbukti bukan sembarangan. Pasalnya baru empat hari dilantik menjadi menteri di Kabinet Indonesia Maju, Sri Mulyani telah mengumumkan rencana akan menerbitkan surat utang berdenominasi valuta asing atau global bond, langkah tersebut diambil akibat APBN 2019 mengalami defisit yang berasal dari belanja negara sebesar Rp.2.461,1 triliun, kebutuhan negara membengkak sementara pendapatan hanya sebesar Rp. 1.189,3 triliun. Artinya bukanlah radikalisme yang harusnya menjadi fokus pemerintah tetapi ekonomi yang semakin memburuk, inilah langkah pemerintah untuk menutupi perekonomian yang memburuk.
Jadi, masalah besar bagi negara ini bukan radikalisme. Perekonomian yang buruk hanyalah masalah cabang dari sistem kapitalisme. Karena sistem tersebut menjadikan orang-orang tamak akan harta berkuasa menjajah rakyat hingga susah. Rakyat seolah bukan lagi tanggungjawab negara, mereka diposisikan untuk saling mengurus diri mereka masing-masing. Sistem kapitalisme yang kental dengan sekulerisme juga tidak menginginkan agama mengatur dalam kehidupan secara keseluruhan. Sehingga dalam mengatur negara sesuai hawa nafsu semata dan syarat akan kepentingan yang hanya menguntungkan para kapitalis. Pengkritik kebijakan pemerintah harus dibisukan dan menyisakan drama bahwa negeri ini sedang baik-baik saja padahal negeri ini sedang tidak baik-baik saja akibat diterapkannya sistem kapitalisme.
Jika kita berpikir, manusia adalah mahluk (ciptaan) yang memiliki pencipta (Al Khaliq). Dan manusia tidak diturunkan serta merta di turunkan ke dunia ini tanpa aturan untuk menjalani kehidupan dengan baik. Seumpama mesin yang memiliki buku petunjuk dan aturan dalam menggunakannya begitupula manusia memiliki petunjuk dan aturan dalam kehidupannya. Sehingga sudah seharusnya kita kembali pada aturan Tuhan semesta alam sebagai konsekuensi kehidupan dan keimanan selaku mahluk.
Islam Solusi
Radikalisme yang dframing jahatkan ke umat Islam bukanlah satu-satunya isu baru. Sebelumnya Barat mengidentikkan teroris terhadap umat Islam. Setelah gorengan teroris tersebut tidak terbukti dan basi pula dikalangan orang barat sendiri, mulailah berganti berjualan isu radikalisme yakni siapa saja yang memiliki pemikiran dan pemahaman untuk menjadikan Islam sebagai aturan hidup secara keseluruhan dengan mengganti kapitalisme-sekulerisme. Padahal dalam Islam itu bukanlah agama yang mengatur ritual semata tetapi segala aspek kehidupan di atur oleh lslam, sehingga menjadikan islam sebagai aturan hidup secara keseluruhan, itu adalah kewajiban.
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah : 208)
Salah satu konsekuensi keimanan selaku seorang hamba (mahluk). Jika kita memiliki kesadaran, sudah sepantasnya kita di atur oleh aturan Allah selaku Pencipta kita dan mengganti kapitalisme sistem aturan buatan manusia.
Alhasil, marilah menjadikan Islam sebagai aturan kehidupan kita. agar tidak terjadi lagi pelarangan cadar, cingkrang ataupun ajaran Islam lainnya. Islam pun bukan agama yang menakutkan bagi orang-orang yang berakal sehat dan memiliki hati. Islam adalah rahmatan lil ‘alamin baik bagi Islam dan non Islam. Hal ini pernah terbukti saat Islam diterapkan sebagai aturan hidup sebuah negara Islam (khilafah) selama hampir 14 abad dan memayungi 2/3 belahan dunia. Bukan hanya segi beragama saja yang baik, tetapi perekonomiannya pun menjadi yang terbaik. Contoh nyatanya adalah pada masa kekhilafahan khalifah Abdul Aziz perekonomian saat itu sangatlah baik hingga tidak ditemukan orang-orang yang berhak menerima zakat.
Wallahu ‘alam bi ash showwab