Dewan Pengawas KPK Perpanjangan Tangan Penguasa




Oleh : Maya Dhita
Aktivis Pergerakan Muslimah dan Member Akademi Menulis Kreatif

Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Begitulah definisi dari lembaga yang lahir berdasarkan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 oleh Megawati Sukarnoputri. (Wikipedia).

Maka poin pembentukan Badan Pengawas KPK yang akan ditunjuk langsung oleh Presiden dalam Revisi Undang-Undang KPK menimbulkan pertanyaan besar dari berbagai pihak.

Mengapa Presiden merasa perlu membentuk Dewan Pengawas pada tubuh KPK? Apa yang salah dalam kinerja KPK selama ini? Padahal KPK telah memiliki mekanisme pengawasan yang cukup ketat, mulai dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), DPR, Kementerian Komunikasi dan Informasi hingga mekanisme pra peradilan juga pengawasan oleh rakyat.

Adapun tugas Dewan Pengawas ini antara lain adalah soal pemberian izin melakukan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan. Semuanya tertuang pada Pasal 37 B ayat (1) huruf b. Tugas lain dewan pengawas yang tertuang dalam draf perubahan, antara lain mengawasi kerja KPK, menetapkan kode etik, evaluasi tugas pimpinan dan anggota KPK setahun sekali, hingga menyerahkan laporan evaluasi kepada presiden dan DPR. (www.cnnindonesia.com, 21/9/2019). Dewan Pengawas dengan kewenangan  yang sangat besar tersebut cenderung rentan disalahgunakan. 

Selain hal tersebut di atas, sudah menjadi rahasia umum jika dalam 2 tahun terakhir, kepala daerah dari partai PDIP paling banyak terkena OTT KPK. Tak hanya itu, anggota DPR dari partai tersebut juga ditahan oleh KPK. 

Hal tersebut menggiring opini publik bahwa ada upaya pengendalian kinerja KPK yang semakin agresif menyelesaikan masalah korupsi di tanah air. Ini juga merupakan salah satu bentuk intervensi pada lembaga independen. Selanjutnya kemungkinan OTT akan jarang dilakukan karena setiap tindakan harus seizin Dewan Pengawas. Dan dikhawatirkan akan terjadi proses tebang pilih dalam menjerat tersangka. 

Demikian jika kita hidup dalam sistem kapitalisme sekuler dan berimbas pada sikap para penguasanya. KPK sebagai satu-satunya harapan rakyat untuk mendapatkan keadilan sudah dicederai dan dilemahkan. 

Di dalam syariat Islam, kewajiban umat adalah melakukan amal makruf nahi mungkar. Hal ini akan sejalan dengan usaha pemberantasan korupsi di negeri ini yaitu dengan melakukan pengawasan baik secara internal, kelompok dan pengawasan oleh negara. Semakin ketat pengawasan yang dilakukan ketiga elemen ini maka akan semakin kecil juga kemungkinan untuk melakukan korupsi. 

Sedangkan sanksi bagi koruptor dinamakan takzir. Bukan hukum potong tangan, karena koruptor bukan pencuri tetapi pelaku khianat. Takzir dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan pencegah bagi calon pelaku. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh sistem yang diterapkan saat ini.

Sungguh hukum Allah sajalah yang Maha Sempurna. Tidak akan ada kekecewaan dan keluh kesah.
Hingga nanti syariat Islam tegak, maka tidak akan ada ampun bagi para koruptor di bumi Allah. 

Wallahu a'lam bishowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak