Oleh : Dwi Suryaningsih
Genderang perang kembali ditabuh oleh pemerintah dalam rangka memerangi deradikalisasi . Padahal sejatinya, program deradikalisasi adalah strategi kafir Barat untuk memecah-belah umat Islam. Persatuan kaum muslim telah di kerat-kerat oleh kafir barat atas nama negara bangsa (National State). Tujuan radikalisasi itu sendiri tidak lain adalah untuk melenyapkan keterikatan kaum muslim pada syariat Islam.
Isu deradikalisasi terus digencarkan untuk merusak pemahaman Islam Kaffah dalam diri setiap muslim. Juga sebagai jalan untuk menderaskan ide-ide kafir barat. Misalnya saja menganggap demokrasi sebagai sistem yang final. Juga sebagai alat untuk pencitraburukkan lslam, misal monsterisasi khilafah.
Politik adu domba dan pecah belah terus digulirkan di tengah-tengah kaum muslim. Pun politik belah bambu (devide at impera) menjadi senjata klasik yang sangat ampuh digunakan untuk menghadang gelombang dakwah lslam politik.
Bahkan secara keji , barat sengaja mengkotak-kotakan kaum muslim menjadi beberapa kelompok:
1. Fundamentalis, yakni yang terikat dengan Alquran dan as-sunnah, serta terlibat perjuangan syariah dan Khilafah.
2. Tradisionalis, yakni sepakat dengan syariat Islam namun disesuaikan dengan tradisi.
3. Modernis/ moderat, yakni syariat Islam disesuaikan dengan ide barat, sehingga mempertahankan demokrasi.
4. Sekuleris, yakni agama hanya di digunakan di ranah ibadah namun Aktivitas kehidupan dijauhkan dari agama.
Kelompok fundamentalis dianggap kelompok yang paling berbahaya. Sedangkan kelompok tradisionalis, modernis, dan sekuleris, ketiganya sengaja dipelihara semata-mata untuk menyerang kelompok fundamentalis.
Stigma negatif, penekanan, alienasi, serangan pemikiran dan politik, termasuk serangan fisik melalui pendekatan intelijen dan perang digunakan untuk menekan kelompok-kelompok yang kontra terhadap barat (politic Stick). Adapun terhadap kelompok Islam yang pro Barat, barat telah mempersiapkan kompensasi berupa dukungan finansial, politik, dan ekonomi. Dukungan media dan penokohan, bahkan sampai pada turut serta memasarkan sekaligus melakukan penggalangan opini umum untuk menjadikan pemikiran dan sikap kelompok dan tokoh Islam barat sebagai rujukan bagi kaum muslim(politic Carrot).
Sungguh miris. Demokrasi-sekuler dengan jaminan Hak Asasi Manusia( HAM)-nya, yang digadang-gadang sebagai sesuatu yang sakral, nyatanya dusta belaka.
Segala bentuk kebebasan yang ada dalam demokrasi, hanyalah disediakan untuk sesuatu yang menitikberatkan kepada kepentingan dan hawa nafsu semata, yang sangat jauh dari nilai-nilai lslam. Maraknya LGBT, seks bebas, serta berragam tontonan yang mengumbar aurat dan lain-lain, mendapatkan kebebasan dengan ruang seluas-luasnya.
Tapi tidak untuk hal yang beraroma lslam(dakwah, khilafah, dan indentias lslam lainnya). Maka bisa dipastikan hanya akan disisakan ruang sempit. Bahkan bisa saja langsung digilas tanpa bekas. Inilah ketidakadilan demokrasi.
Sungguh, demokrasi telah membawa cacat bawaan sejak kelahirannya. Siapa saja yang masih berharap kepada demokrasi, sejatinya ia sedang bermimpi. Mimpi yang tak kan pernah bertepi.
Hanya dengan penerapan syariah lslam, izzul lslam wal muslimin akan terwujud, dalam naungan khilafah lslamiyyah.
Wallahu a'lam bish-shawwab.
Tags
Opini