Oleh: Kunthi Mandasari
(Member Akademi Menulis Kreatif)
Palu telah diketok. Menandakan keabsahan kenaikkan iuran BPJS Kesehatan oleh pemerintah. Sesuai usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya, iuran peserta mandiri kelas 1 dan 2 naik hingga dua kali lipat.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Aturan ini diteken Presiden Joko Widodo dan diundangkan pada 24 Oktober 2019, serta berlaku sejak tanggal yang sama. (katadata.co.id, 29/10/2019).
Dalih yang digunakan untuk menaikan iuran BPJS adalah untuk menekan defisit yang tiap tahun kian membengkak.
Diprediksikan, BPJS Kesehatan tahun 2019 ini akan mengalami defisit hingga Rp 32,8 triliun jika iurannya tak naik. Bahkan BPJS masih memiliki tunggakan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang menjadi mitranya. Akibatnya berdampak pada pelayanan yang kurang maksimal dan ini sering dikeluhkan pengguna layanan BPJS. Dengan menaikan iuran BPJS diprediksi tahun 2020 BPJS bisa surplus. Sehingga bisa memperbaiki pelayanan yang ada.
Namun, kenaikan iuran BPJS melahirkan permasalahan baru. Bagi mereka yang memiliki banyak uang tentu hal ini sangat mudah. Sayangnya rata-rata penduduk Indonesia merupakan kalangan menengah ke bawah. Dengan penghasilan yang pas-pasan. Untuk biaya hidup sehari-hari saja susah. Mengingat segala kebutuhan melambung tinggi. Apalagi di tengah kondisi ekonomi yang kian memburuk.
Kabar buruk lainnya dalam kenaikan iuran BPJS juga akan disertai seperangkat sanksi bagi penunggak. Yaitu terdapat di Pasal 5 Ayat (2) PP Nomor 86 Tahun 2013.
"PP ini berbunyi bahwa pelanggaran kepesertaan BPJS dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda atau tidak mendapatkan pelayanan publik," tutur Nufransa Wira Sakti, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan. (sindonews.com, 10/09/2019).
Salah satu sanksi yang tengah digodok tersebut berupa tidak mendapatkan layanan publik meliputi seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Mengemudi (SIM), sertifikat tanah, paspor, dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
Ibarat makan buah simalakama. Begitulah yang dirasakan para pengguna layanan kesehatan BPJS. Kenaikan iuran dirasa memberatkan, tetapi tidak membayar pun akan ada denda dan sederet sanksi yang siap mempersulit akses pelayanan publik lainnya.
Sungguh miris hidup di dalam sistem kapitalis. Seluruh aspek perbuatan hanya ditimbang berdasarkan kemanfaatan. Layanan kesehatan BPJS yang sering diklaim sebagai bentuk pelayanan publik pada faktanya adalah bentuk lepas tangan negara dalam mengurusi kesehatan. Negara hanya bertindak sebagai regulator. Dengan embel-embel jargon yang membius yakni gotong royong dalam pembiayaan. Yang pada faktanya pembiayaan tersebut dibebankan pada para anggotanya. Sehingga keadilan yang ingin diwujudkan justru jauh dari realita.
Keadilan sosial dalam sistem kapitalis hanya sebuah utopis. Dalam praktiknya jaminan kesehatan hanya diberikan untuk fakir miskin, kaum buruh dan pegawai negeri. Tidak merata ke seluruh penduduk. Padahal seharusnya keadilan itu merata tanpa memandang status sosial. Seperti yang pernah dilakukan Islam ketika syariatnya diterapkan.
Seorang sejarawan bernama Will Durant dalam bukunya yang berjudul The Story of Civilization menyatakan, “Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya, Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para sejarahwan berkata bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun.”
Ini masih secuil dari bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan oleh khilafah. Dan masih ada banyak goresan tinta emas lainnya ketika Islam diterapkan. Ini menjadi bukti nyata bahwa sistem Islam adalah satu-satunya sistem yang pernah membangkitkan umat dari keterpurukkan lalu membawa pada kejayaan dan keadilan. Memberikan keamanan dan kesejahteraan. Memimpin dua pertiga dunia selama lebih dari seribu tiga ratus tahun lamanya. Sebuah pencapaian yang belum pernah diukir oleh sejarah kepemimpinan manapun.
Maka sudah seharusnya kita mencampakkan sistem kapitalis yang telah menyengsarakan dan kembali kepada sistem Islam. Sistem paripurna yang mampu menyelesaikan seluruh persoalan manusia. Yaitu melalui penerapannya secara menyeluruh dalam sistem pemerintahan. Wallahu'alam bishowab.