BPJS Naik, Masalah Umat Makin Pelik



Oleh:Lathifa Rohmani

Mulai 1 Januari 2020, iuran BPJS Kesehatan naik hingga lebih dari dua kali lipat. Kenaikan premi BPJS Kesehatan ini diatur di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang ditandatangani pada 24 Oktober 2019. Menurut Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf, kenaikan iuran ini diyakini akan memperbaiki postur keuangan mereka yang sedang mengalami defisit. Namun, bukan kali ini saja defisit terjadi. Bahkan, sejak lembaga itu berdiri sudah mengalami defisit hingga Rp 3,3 triliun. Defisit berlanjut pada 2015 menjadi Rp 5,7 triliun dan semakin membengkak menjadi Rp 9,7 triliun pada 2016.
Dari sisi lain, pemerintah tidak menjamin untuk meningkatkan pelayan kesehatan. Karena keputusan pemerintah menaikkan iuran ini tak lebih didasarkan pada persoalan menutupi defisit semata. Bahkan bisa diproyeksikan, keuangan BPJS Kesehatan bisa surplus pada tahun 2020 sebesar Rp 17,3 triliun. Selain menaikan iuran BPJS, pemerintah tengah menyiapkan sanksi bagi para peserta yang menunggak pembayaran iuran BPJS Kesehatan. Teracam penunggak tidak bisa mengurus SIM dan Pasport.
Layanan kesehatan merupakan hak mendasar bagi masyarakat, dan merupakan sebuah kewajiban yang harus dijamin suatu negara bagi warganya. Namun di dalam sistem kapitalisme-demokrasi ini, negara berkorporasi menjadikan layanan kesehatan sebagai lahan bisnis. Semenjak adanya program BPJS ini, masyarakat yang sudah berat beban hidupnya dari aspek ekonomi, diberatkan lagi dengan keharusan membayar BPJS tiap bulannya. Alih-alih meringankan biaya kesehatan masyarakat, pemerintah malah menfaatkan masyarakat dengan menaikan BPJS dua kali lipat dengan tujuan untuk menutupi defisit. Padahal sebelumnya pun BPJS tidak memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat dengan lebih baik, terutama bagi anggota BPJS di golongan paling rendah.
Jika dipandang dari perspektif hukum Islam, BPJS sudah jelas haram dari segi transaksi yang tidak jelas dan melibatkan riba di dalamnya. Sementara dalam sistem Islam, negara atau pengusaha adalah periayah (penjaga maslahat) dan pelindung umat, baik muslim ataupun non-muslim. Sehingga, negara menjamin kesehatan masyarakat dengan memberikan layanan kesehatan kepada umat semurah-murahnya, bahkan secara cuma-cuma. Terbukti, bahwa sistem demokrasi sudah gagal dalam menjamin segala kemaslahatan umat, padahal keberadaannya belum mencapai satu abad. Maka, sudah saatnya kita kemabali pada sistem Islam yang kejayaannya telah tercatat sejarah mampu melindungi dan mensejahterakan umat selama 13 abad lamanya.




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak