Oleh Ita Mumtaz
Jelang pemilihan orang nomor 1 Indonesia, para calon presiden berlomba memberikan janji-janji manis. Gaji buat pengangguran, naiknya nilai rupiah, berkurangnya angka kemiskinan, dll.
Namun setelah terpilih dan dilantik, janji tinggalah janji. Tak pernah disampaikan sebelumnya, bahwa rakyat akan mendapatkan kejutan istimewa berupa kenaikan iuran BPJS yang mencapai angka luar biasa, yakni 100%. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Itulah gambaran yang cocok buat rakyat, di tengah kondisi ekonomi yang semakin mencekik leher. Beriringan dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang lain, rakyat terengah mengejar. Listrik, BBM,
Mirisnya, di tengah kesulitan rakyat mengais kebutuhan hidup, para pejabat mempertontonkan kehidupan mewahnya. Mobil baru seharga telah siap menemani para pejabat ke mana pun pergi. Tak terbatas itu urusan negara atau pribadi, yang penting hepi.
Hal ironi ini hanya bisa terjadi di negara kapitalis, dimana nurani pejabat telah mati. Diganti oleh kezaliman tiada henti. Penguasaa bukan lagi sebagai pelayan dan pelindung umat. Namun sebaliknya, malah memeras dan memalak rakyat. Kesehatan yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, dilempar ke perusahaan swasta.
BPJS, sebagaimana lembaga profit yang lain berdiri semata atas dasar manfaat duniawi. Tujuannya tak lain adalah keuntungan materi belaka. Tak terbersit sedikit pun rasa ingin membantu rakyat yang berada dalam kondisi sakit dan kesulitan. Bahwa gotong royong yang menjadi salah satu alasan yang dikemukakan itu hanyalah bualan kosong.
Berkolaborasi dengan penguasa, perusahaan yang bergerak di bidang keuntungan itu memanfaatkan ketidakberdayaan rakyat melalui tangan penguasa agar terkesan legal. Padahal sejatinya adalah pemalakan. Tak ada jaminan kesehatan sama sekali di dalamnya. Senyatanya itu merupakan asuransi, dan rakyat dipaksa membayar premi.
Rakyat yang sudah sakit, akan menjadi lebih sakit ketika memikirkan satu masalah besar, yaitu harus membayar iuran setiap bulan dengan sejumlah rupiah di luar batas kesanggupannya. Katakanlah sebuah keluarga dengan 2 anak saja. Berapa yang harus dibayar setiap bulan jika mendaftar BPJS kelas III? 4 anggota keluarga kali 42.000. Total 164.000. Itu baru tanggungan BPJS. Belum lagi biaya listrik, transportasi, pendidikan dan kebutuhan sehari-hari yang harganya kian meroket.
Herannya ada pejabat yang melontarkan pernyataan bahwa kenaikan BPJS hanya 5000 rupiah perhari. Sebuah ujaran yang memperlihatkan betapa pejabat di negeri ini sudah kehilangan empati dan kepedulian terhadap rakyat kecil.
Yang lebih menyakitkan, ada wacana berupa ancaman bagi warga yang menunggak pembayaran tidak akan mendapat pelayanan publik yang dibutuhkan. Padahal mereka yang memiliki tagihan, sebagian besar karena memang tidak mampu membayar. Sedangkan pelayanan publik merupakan bagian dari fasilitas negara yang harus disediakan untuk rakyatnya.
Sejatinya keberadaan penguasa adalah dalam rangka meri'ayah urusan rakyat dan memastikan setiap individu rakyat terpenuhi kebutuhan dasarnya, termasuk kesehatan.
Sebagaimana yang digambarkan oleh Rosulullah Hal dalam sebuah hadits. “Imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar)
Ini adalah dalil umum yang menjelaskan peran dan tanggung jawab seorang pemimpin negara terhadap kepentingan dan kebutuhan rakyat. Yakni kebutuhan individu berupa sandang, pangan dan papan. Juga kebutuhan komunal berupa kesehatan, pendidikan dan keamanan.
Dalam sebuah riwayat, Rosulullah saw. pernah mendapat hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir. Lalu beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat (HR Muslim).
Dalam kisah lain digambarkan bahwa serombongan orang dari Kabilah ‘Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah saw. selaku kepala negara kemudian meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul Mal di dekat Quba’. Mereka diperbolehkan minum air susunya secara gratis sampai sembuh (HR al-Bukhari dan Muslim).
Demikianlah, Allah SWT telah menetapkan penguasa sebagai pelayan dan pelindung bagi rakyatnya. Sungguh ini bertolak belakang dengan penguasa di negeri-negeri kapitalis saat ini yang justru menciptakan kesulitan dan memberi beban berat bagi rakyat.
Kondisi ideal akan terwujud kembali jika syariah Islam diterapkan secara kaaffah dalam tatanan sistem Khilafah. Wallahu’alam bishshowab.