Benarkah Milenial Terpapar Radikalisme? Timbangan Dan Solusi



Oleh: Anis Siti Mariyah S.P 
(Ibu Rumah Tangga)
    
Psikolog Anak dan Remaja, Arijani Lasmawati, menyebutkan, radikalisme telah memapar generasi milenial di Indonesia. Gejala itu khususnya menjangkiti kalangan Muslim. Arijani yang juga peneliti radikalisme, menjelaskan, penelitian terhadap generasi milenial usia 12-18 tahun juga mengungkap penyebab mereka terpapar radikalisme. Salah satunya adalah akibat penggunaan teknologi (liputan6.com).
Akhir - akhir ini gencar sekali pemerintah melakukan berbagai upaya sosialisasi pencegahan radikalisme bagi kalangan milenial di Indonesia, dari tingkat pusat hingga daerah. Diadakanlah seminar-seminar yang mengupas masalah radikalisme yang menyasar kaum muda penerus bangsa ini, yang kini dinamakan milenial. 
Milenial adalah terminologi generasi manusia yang lahir dalam rentang 1980-an sampai 2000-an. Generasi tersebut jamak diperbincangkan oleh banyak kalangan di dunia dan kerap menjadi konsentrasi pada berbagai bidang karena keunikannya. Disebut unik lantaran milenial lahir di tengah perkembangan peradaban yang cukup mencolok, khususnya dari segi teknologi digital atau bisa dikatakan mereka ini adalah generasi 'melek teknologi'. 'Melek teknologi' ditambah dengan semakin mudahnya dalam mengakses berbagai informasi membuat generasi milenial rentan terpapar banyak hal, salah satunya isu radikalisme (kompas.com)
Bisa disimpulkan bahwa kaum milenial sebagai generasi harapan bangsa seharusnya menjadi garda terdepan dalam melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, bukan malah mewarnai bangsa ini dg potret buram, seperti krisis moral, yang sering terjadi di dunia nyata maupun dunia maya. Semisal prostitusi online yang banyak melibatkan anak d bawah umur, penyebaran virus eljibiti yang marak lewat medsos, bahkan virus kaum eljibiti sangat gencar penyebarannya d medsos hingga ke pelosok daerah Indonesia.
Definisi radikalisme pun seringkali dikaitkan dengan agama tertentu,khususnya agama Islam. Padahal jika melihat definisi radikalisme secara bahasa, dia dapat ditarik pada makna apapun,baik positif maupun negatif. Radikalisme mengandung definisi yang justru disudutkan untuk pihak tertentu, yaitu ummat Islam dan ajaran Islam. Padahal makna radikalisme sendiri bersifat umum. 
Maka dari itu, selayaknya kita patut mengkritisi agar pemerintah tidak melakukan provokasi dan tuduhan radikalisme secara sepihak pada ummat Islam dan ajarannya, karena itu adalah tuduhan yang kejam dan tidak berdasar. Wajar saja bila hal ini terjadi dalam sistem demokrasi. Karena demokrasi menjamin kebebasan berpendapat, yang pada kenyataannya menimbulkan polemik di masyarakat. Sejatinya harus ada batasan dalam menentukan sebuah pemahaman yang dilontarkan kepada masyarakat kita, jangan dibiarkan kebablasan. Dan tolak ukur nya sebaiknya adalah standar dari pencipta bukan dari akal manusia.
Disinilah pentingnya negara menghukumi pemahaman tertentu dengan standar baik dan buruk dari pencipta yaitu Alloh. Karena yang paling tau diri kita dan yang terbaik untuk kita dan alam semesta adalah Alloh sang pencipta. Dalam Islam, prinsip ini dinamakan halal haram yang termaktub dalam sumber hukum Islam, yakni Al Qur'an dan assunnah. Saatnya ganti demokrasi yang absurd dengan sistem Islam yang jelas standarnya dari sang pencipta alam semesta yakni Alloh SWT.
Wallahualam Bi Shawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak