Oleh: Endang Setyowati
Pelantikan kabinet Indonesia maju telah selesai, maka 5 tahun ke depan nasib negeri ini hendak di bawa kemana tergantung dengan kebijakan-kebijakannya. Namun sebelum pelantikan, presiden mengumumkan siapa saja nama-nama menteri serta jabatannya.
Seperti di lansir tirto.id (25/10/2019) Presiden Joko Widodo menunjuk mantan wakil Panglima TNI Jenderal (Purn) Fachrul Razi masuk kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024. Jokowi meminta lulusan akademi militer 1970 itu mengurus pencegahan radikalisme dalam jabatan barunya.
"Bapak Jenderal Fachrul Razi sebagai Menteri Agama," kata Jokowi saat mengumumkan susunan menteri kabinet sembari duduk di tangga Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10/2019).
Satu persatu, nama menteri yang dipanggil Jokowi berdiri.
Nama lainnya adalah Tito Karnavian Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kummolo Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Mahfud MD Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Prabowo Subianto Menteri Pertahanan.
Jika melihat kelima formasi menteri itu, terlihat sinyal pemerintah lima tahun ke depan berfokus pada persoalan melawan radikalisme di Indonesia. Fachrul Razi, usai pelantikan kabinet Indonesia Maju mengatakan bahwa ia sedang menyusun upaya-upaya menangkal radikalisme di Indonesia. Ia mengakui Presiden memilihnya karena dianggap mempunyai terobosan menghadapi radikalisme.
Radikalisme kembali menjadi isu politik di negeri ini, dipropagandakan dan ditudingkan pada kelompok umat Islam yang dianggap berseberangan dengan penguasa. Yang bertujuan untuk menakut-nakuti masyarakat luas, khususnya umat Islam.
Dengan begitu masyarakat umum akan dibuat takut sehingga harus dijauhi bahkan dilawan. Sedangkan untuk umat Islam, mereka akan menjauhi ajaran Islam yang paripurna. Serta akan melemahkan qhiroh umat Islam dalam memperjuangkan ajaran agamanya, khususnya penerapan syariah Islam secara kaffah.
Deradikalisasi bukan hanya membungkam sikap kritis, tapi juga menyerang ajaran Islam tentang wajibnya muhasabah atau menasihati pemimpin dan ajaran Islam tentang Khilafah.
Padahal Khilafah merupakan bagian dari ajaran Islam.
Kewajiban menegakkan Khilafah didasarkan pada perintah yang tegas di dalam Al qur an, sunah, dan ijma' sahabat. Sebagai umat Islam sudah seharusnya mau mengakui serta ikut berjuang untuk menerapkannya. Bukan malah takut serta ikut memusuhinya.
Masyarakat harus paham bahwa sikap kritis tidak boleh bersandar pada demokrasi Liberalisme tapi karena semua itu atas perintah hukum syara'.
Maka sudah saatnya kita bersama-sama untuk berjuang menegakkan Khilafah.
Bukankah Allah telah berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
(TQS. An-Nisa' 4: 59).
Wallahu a'lam.