Arah Kebijakan Pendidikan Sekuler Makin Merusak Generasi









Oleh bunda esthree

Demokrasi yang dielu-elukan saat ini sejatinya tidak mampu mendidik seorang guru dan anak didiknya itu berhasil dalam bidang pendidikan. Dikutip dari berita warta detik news sabtu, 26 oktober 2019, Alexander Warupangkey (54), guru SMK Ichtus, Manado, Sulut, ternyata lebih dulu dikeroyok sebelum ditikam hingga tewas oleh muridnya. Pelaku pengeroyokan sudah ditangkap polisi. "Dari hasil pemeriksaan 6 saksi yang saat kejadian ada di TKP (tempat kejadian perkara) kepolisian akhirnya menetapkan satu tersangka baru, yakni OU (17), yang ikut mengeroyok korban ketika pelaku FL melakukan aksi penikaman," ujar Kapolresta Manado Kombes Benny Bawensel saat dimintai konfirmasi, Sabtu (26/10/2019).
Kejadian pengeroyokan terhadap seorang guru bukanlah hal baru jika kita telusuri beberapa waktu ke belakang, apalagi dengan diterapkanya sistem sekuler yang masih terus dipakai oleh negara, pendidikan moral yang tidak berhasil dicapai oleh anak didik adalah imbas dari sistem yang diterapkan saat ini. Baru-baru ini Presiden Jokowi telah mengumumkan sosok yang akan membantunya di periode 2019-2024. Salah satunya, kursi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang diberikan kepada Nadiem Makarim. "Kedua belas, Mas Nadiem Anwar Makarim, (sebagai) Mendikbud, " kata Jokowi saat memperkenalkan para menteri di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10). 
Jokowi Minta Mendikbud Nadiem Makarim Siapkan SDM Siap Kerja. Jokowi meminta Nadiem Makarim untuk membuat terobosan di dunia pendidikan. Ia ingin pendiri Gojek itu menyiapkan sumber daya manusia (SDM) siap kerja dan usaha. "Kita akan membuat terobosan yang signifikan dalam pengembangan SDM, SDM siap kerja, siap berusaha, yang link and matched antara pendidikan dan industri," ucapnya. Kumparan, 23 oktober 2019.
Sistem sekuler ini hanya mampu menciptakan output siap kerja tanpa didasari iman yang kuat. Padahal pendidikan keterampilan saja tidak cukup karena ada hal lain yang harus diberikan kepada anak didik agar menjadi manusia seutuhnya. Hal ini membuktikan tujuan menuntut ilmupun sudah keluar dari aturan syar'i, sehingga akhlak yang tercipta pun tidak sesuai dengan apa yang pendidik harapkan,  karena beban memperoleh pekerjaan setelah menempuh pendidikan adalah hal yang dijadikan faktor utama dalam sistem saat ini. Sehingga tindakan amoral terhadap pendidik pun masih saja bisa kembali terjadi, tanpa adanya penanaman iman yang kuat, adab-adab seorang murid yang harus dilakukan jadi tidak ada lagi,  dengan adanya penanaman iman yang kuat akan menghasilkan adab-adab yang seharusnya dilakukan oleh anak didik, kurangnya pengetahuan tentang adab-adab tersebut bisa jadi karena begitu padatnya pelajaran yang mesti mereka dapatkan dalam hal umum daripada pelajaran tentang adab itu sendiri, padahal keberhasilan seorang anak siswa memperoleh ilmu adalah adab yang harus diperhatikan apalagi terhadap seorang guru. Selain pelajaran tentang adab yang kurang, maraknya tontonan yang kurang mendidik banyak sekali dan mudah untuk anak didik dapatkan dikarenakan teknologi yang semakin berkembang tapi tidak diimbangi dengan pemahaman iman yang kuat bisa menjadi boomerang bagi orang tua dan pendidik karena tidak bisa mengendalikan keberhasilan dalam hal pendidikan. Dalam hal ini perlunya peran pemerintah untuk menanggulangi terkait tontonan untuk anak-anak yang baik dan bermanfaat tentunya bagi diri si anak khususnya. Begitu perhatiannya ulama salaf terhadap adab kepada mata air ilmu mereka hingga murid Imam Syafi'I, Ar-Rabi' bin Sulaiman, berkata, Aku tidak berani meneguk air ketika Asy Syafi'I melihatku karena segan kepada beliau. Dalam Siyaru A'lamin Nubala, Imam adz Dzahabi menyebutkan bahwa tidak ada seorang pun berbicara di majelis Abdurrahman bin Mahdi, berdiri, atau meruncingkan alat tulis, juga tidak ada satu pun yang tersenyum.
Pendidikan dalam Islam dimulai dengan mempelajari adab, sebelum menimba ilmu itu sendiri. Adab dalam tradisi ilmu ulama salaf bukanlah sekadar selingan yang diajari beberapa jam dalam sepekan. Porsi pelajaran adab bahkan lebih besar dari materi ilmu yang dipelajari itu sendiri. Ibnu Mubarok berkata, Kami mempelajari masalah adab selama 30 tahun, sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun. Beliau juga berkata, "Hampir saja adab menjadi dua pertiga ilmu." (Sifatush Shafwah 4/145). Alasan mengapa pendidikan dalam tradisi keilmuan ulama terdahulu dapat melahirkan ulama-ulama besar dengan karya abadi adalah kesungguhan mereka dalam mempelajari adab sebagaimana bersungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu. Karena ketika sistem sekuler itu diterapkan pendidikan adab tidak lagi menjadi acuan bagi anak didiknya karena prioritas pendidikan dalam sistem sekuler itu hanya untuk kebutuhan duniawi saja atau keberhasilan dalam hal nilai saja. 
Aktivitas mendidik adalah tugas mulia, penyambung risalah para nabi dan rasul. Pada awalnya, manusia diciptakan Allah SWT dengan segala bentuk kenegatifan. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menyebut manusia pemalas, tidak mengerti, suka berkeluh kesah, dan bodoh serta jauh dengan nilai-nilai islam. Namun, sebaliknya, manusia mempunyai fitrah yang jika diasah akan cemerlang, akan menjadi sesuatu yang sama dan sebangun dengan islam itu sendiri.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum:30). 
Dari ayat tersebut, kita ketahui bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT secara fitrah akan cocok dengan konsep islam, tapi harus digiatkan dengan pendidikan. Atau manusia akan tergelincir dan celaka. Nabi dan rasul mengangkat/memunculkan potensi fitrah manusia. Pola asuh nabi dan rasul pada setiap ummatnya lah yang membuat mereka berkarakter karena para nabi dan rasul diutus kepada manusia agar mereka menjadi manusia yang baik. 
Pendidikan bukan hanya diserahkan kepada guru tetapi kewajiban pertama mendidik seorang anak adalah terletak kepada orang tuanya, tetapi dalam sistem saat ini peran orang tua sebagai pendidik sudah sedikit demi sedikit ditinggalkan,  karena berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi dan mengharuskan kedua orang tua untuk bekerja sehingga waktu untuk mendidik anak-anaknya tidak lagi bisa dilakukan. 
Islam sebagai agama yang sempurna yang mempunyai tujuan pendidikan yang jelas mengarah kepada pembentukan kepribadian islam,  penguasaan tsaqofah islam, penguasaan ilmu kehidupan, pengetahuan,  sains, ketrampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan. Jadi menuju keberhasilan pendidikan indikatornya harus menggunakan Islam sebagai aturan yang harus diterapkan dan mampu menghasilkan seseorang itu pandai dan bertaqwa. 



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak