"Ada Apa Dibalik Mencuatnya Isu Radikalisme?"



                   Oleh :  Nuni Toid
Pendidik Generasi dan dan Member Akademi Menulis Kreatif


Ada sepasang suami istri yang sedang berboncengan naik sepeda motor. Suaminya  mengawali obrolan dengan suara yang keras agar terdengar oleh istrinya, "Tahukah kau, sekarang sedang ramai tentang isu radikalisme." Jawab sang istri, "Sudahlah kita tidak usah membahas masalah itu, kita fokus saja dengan kehidupan kita yang serba kekurangan, bagaimana caranya agar kita bisa menghidupi anak-anak kita dengan penghasilan yang jauh dari kata cukup."
Suaminya tertegun diam tak bicara lagi hanya dalam batinnya berkata-kata, iya betul apa yang dikatakan istri saya, tapi apakah saya termasuk radikalisme karena saya berusaha sekeras mungkin untuk menabung demi masa depan anak-anak kami?


Cerita fiksi di atas menggambarkan sebagian besar masyarakat  Indonesia yang mengalami  kehidupan dengan ekonomi yang  pas-pasan, bahkan bisa dibilang jauh dari kata cukup dan layak, yang harusnya mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Tapi mengapa pemerintah tidak memperhatikan dan  memperbaiki keadaan sistem ekonomi untuk kesejahteraan rakyatnya? Mengapa harus membuat wacana tentang radikalisme yang seolah-olah sangat membahayakan kelangsungan hidup orang banyak?
Seperti belum lama ini, wacana  ini muncul kembali, menyeruak menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Tentu saja dengan konotasi yang negatif, menjadi  momok menakutkan bagi siapa saja yang mendengarnya.


Liputan6.com.(23/10/2019): Presiden Jokowi ingin pemberantasan radikalisme dan intoleransi dilakukan secara konkret. Untuk itu dia memilih jenderal (purnawirawan) Fachrul Razi sebagai Menteri Agama.
"Terkait Menteri Agama (pertama) sejarah juga telah ada menteri Agama dari TNI. Kedua, kita ingin yang berkaitan dengan radikalisme, yang berkaitan intoleransi itu betul-betul secara konkret bisa dilakukan oleh Kementerian Agama," Jelas Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (23/10/2019)


Dilansir oleh laman yang sama: Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta jajarannya untuk serius mencegah meluasnya gerakan radikalisme di Indonesia. Hal ini disampaikan Jokowi saat memimpin rapat terbatas terkait penyampaian program dan kegiatan bidang politik, hukum, dan keamanan di kantor presiden Jakarta, (13/10/2019).
"Terakhir saya lupa tadi harus ada upaya yang serius untuk mencegah meluasnya dengan apa yang sekarang banyak disebut yaitu mengenai radikalisme," kata Jokowi.


Negara yang harusnya bisa memberikan rasa aman, melindungi dan menjaga hak-hak warganya untuk menjalankan keyakinannya dengan tenang dan penuh rasa damai, kini rakyat dibuat ketakutan dengan ajaran agamanya sendiri hingga terjadi islamofobia akibat  disodorkannya  drama isu radikalisme.
Menurut pandangan mereka bahwa  radikalisme adalah  sebuah tindak kejahatan yang harus dijauhi bahkan dilawan. Akibatnya mereka kaum muslim mulai semakin menjauh dari keterikatan ajaran agamanya yang sempurna dan semakin melemah keimanan  mereka.
Ditambah belum lama ini Menteri Agama yang baru  menyatakan tentang pelarangan cadar dan pemakaian celana cingkrang khususnya bagi para ASN dan umumnya kaum muslim. Walaupun belum lama ini beliau menyatakan permintaan maaf namun hal tersebut telah membuat banyak kecaman bagi para pemakai cadar dan kaum muslim pada umumnya. Masih banyak lagi isu radikalisme yang mengarah pada kaum muslim dan segala atributnya. Seperti kegiatan-kegiatan masjid akan diawasi, para aktivis, ustadz, ulama dipersekusi dengan alasan ceramah yang disampaikan berbau radikal seperti yang dialami oleh ustadz Abdul Somad, ustadz Felix Siauw, KH Tengku Dzulqarnain dan lain sebagainya.
Begitupun dengan banyaknya yang hijrah dijalankan artis, rezim saat ini tidak henti-hentinya membangun opini tentang  radikalisme yang dikhawatirkan masuk di kalangan mereka dan masih banyak lagi pemahaman radikal yang mengarah pada kaum muslim dan ajarannya.


Sungguh menyedihkan, mereka mengalihkan isu radikalisme hanyalah untuk menutupi kegagalan  yang terjadi pada sistem ini. Karena opini tentang  kegagalan sistem demokrasi kapitalisme di negeri ini, Pemilu tahun 2019 telah menyisakan persoalan yang kompleks. Korupsi menjerat para pejabat dan politisi semakin masif. Penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) oleh asing dan aseng semakin tak terbendung. Kenaikan BBM dan tarif dasar listrik serta kebijakan pungutan pajak yang semakin mencekik rakyat terus terjadi, biaya hidup  semakin mahal, terjadi banyak ketimpangan yang kaya semakin kaya yang miskin semakin terjepit.


Yaitu persoalan pembangunan negara ini diambang kehancuran akibat  diterapkan  sistem demokrasi kapitalisme, sistem ekonomi semakin terpuruk dan terjerat utang rentenir dunia yang makin menggunung hingga disebut telah mencapai level berbahaya. Bahkan pada tahun 2019, pemerintah harus membayar utang yang sudah jatuh tempo sebesar 409 triliun. Kondisi ini ditambah dengan skema utang luar negeri Indonesia yang menggunakan bunga atau riba yang justru sangat dilarang oleh Islam. Bahkan jika Indonesia tak mampu membayar utang, sebagaimana terjadi di negara Sri Langka, Indonesia harus menyerahkan aset negaranya untuk dikuasai Cina.


Begitulah fakta yang terjadi. Negara menghembuskan isu radikalisme hanya  untuk menutupi kenyataan yang sebenarnya. Oleh karena itu dengan melihat fakta-fakta tersebut, sudah seharusnya seluruh elemen kaum muslim bersatu merapatkan barisan untuk melawan isu radikalisme yang dikembangkan Barat dan kompresornya di negeri ini. Kaum muslim harus bisa bersikap tepat dalam menghadapi isu radikalisme yakni:
1: Berani mengungkapkan rencana-rencana jahat musuh Islam serta makar dan persekongkolan para penguasa dan sekular dengan negara-negara imperialis Barat (kasyf al-khuththat). Bertujuan agar umat Islam mampu melihat dan menghindari kejahatan tersembunyi dari persengkokolan tersebut. Sehingga hubungan rakyat dengan penguasa sekuler bisa diguncangkan  dan runtuh hingga rakyat tidak percaya lagi dan menyerahkan kekuasaannya kepada kelompok Islam yang benar-benar ingin mewujudkan izzul Islam wal muslimin.
2: Meningkatkan kesadaran politik (wa'yu situasi) kaum muslim melalui edukasi yang bersifat terus-menerus. Hingga timbul kesadaran kaum muslim yang akan mendorong untuk membela ajaran Islam dari perongrong dan pendengkinya. Kesadaran politik ini hanya akan tumbuh jika di tengah-tengah umat ada pembinaan (tatsqi) yang bersifat terus-menerus hingga menjadikan akidah Islam sebagai satu-satunya sudut pandang hidupnya dan syariah Islam sebagai satu-satunya aturan  yang mengatur seluruh perbuatannya.
3: Harus ada entitas Islam (Ulama, Parpol Islam, Ormas Islam, Gerakan Islam dan seluruh elemen umat Islam) yang senantiasa menjelaskan  kepada umat dan seluruh elemen bangsa ini bahwa ancaman sesungguhnya adalah kapitalisme-liberal beserta keturunannya bukanlah syariah Islam dan umatnya.


Maka sejatinya radikalisme adalah perang melawan Islam dan umatnya.   Saatnya umat dan bangsa ini harus menolak keras proyek radikalisme di Indonesia. Dengan cara bersatu membebaskan negeri ini dari segala bentuk penjajahan Barat dan Timur  dengan menerapkan syariah Islam secara paripurna dalam setiap sendi kehidupan hingga akan tercipta kebaikan, kesejahteraan, dan kedamaian di seluruh umat manusia. Dan kemenangan itu tinggal menunggu waktunya karena Allah telah berjanji dalam firman-Nya:
"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang-siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik,"(TQS, An-Nur: 55).


Wallahu a'lam biashawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak