Tidak terasa tiga tahun berlalu, detik – detik momentum persatuan umat akan kembali terulang dan sudah didepan mata “ dua Desember “. Aksi 212 adalah sebuah peristiwa bersejarah bersatunya umat Islam terbesar sepanjang perjalanan negeri Indonesia. Kisah yang mengetuk pintu jiwa bahwa persatuan umat bukanlah lagi utopis. Indonesia khususnya umat Islam mencatat sejarah baru pada Jumat, 2 Desember 2016, Dilansir dari Hidayatullah.com ( 8/12/2016 ).
Untuk pertama kalinya umat Islam melaksanakan shalat Jumat terbesar yang dilaksankan di Tugu Monas Nasional ( Monas ) dengan shaf yang tertib. Kini aksi ini akan kembali mengenang tiga tahun perjalanannaya, yang insyaallah akan berlangsung 2 Desember 2019. Ini merupakan reuni ke tiga setelah Persaudaraan Alumni (PA ) 212 menggelar acara serupa tahun 2017 dan 2018.
Akar Dibalik Aksi 212.
Kita tentu tidak asing lagi dengan sebuah fenomena yang menjadi pemicu utama aksi 212. Sebuah penistaan yang dilakukan oleh salah seorang oknum pemerintah bernama Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok ), sang mantan gubernur DKI Jakarta ini telah menistakan ayat Al Quran ( QS Al Maidah : 51 ), sehingga memantik kemarahan umat Islam. Hingga kemarahan ini terwujud melalui aksi 212 dikomandoi Imam Besar Front Pembela Islam ( FPI ), Habib Riziq Sihab. Akan tetapi tak banyak yang tahu fenomena lain diblik aksi ini.Pemicu yang turut menjadi alasan utama mengapa Ahok terdorong untuk menistakan Al Quran. Sesungguhnya sebelum penistaan ini terjadi, telah berlangsung juga aksi yang mengangkat tema “ Haram Pemimpin Kafir “, sebuah aksi yang diprakarsai oleh salah satu ormas Islam yaitu Hizbut Tahrir Indonesi ( HTI ). Sekitar dua puluh ribu massa HTI dan warga Jakarta tolak Pemimpin Kafir,Ahad, ( 4/9/2016 di Patung Kuda, Monas, Jakarta. (Voa.Islam.com, 4/9/2016.)
Melalui aksi ini umat dan para ulama turut menyuarakan bahwa tak pantas bagi umat Islam dipimpinoleh seorang pemimpin kafir, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 51. Menaggapi aksi ini maka, maka Ahok terusik dan terpicu untuk menistakan Al Quran lewat pernyataannya yang fenomenal di Kabupaten Kepulauan Seribu pada Selasa ( 27/9/2016, Jangan mau dibohongi Al Maidah 51 “.
Sontak umat Islam terbakar amarah mendegar kalimatpenistaan ini dan mulailah terjadi beberapa aksi yang menuntut agar Ahok dihukumatas kesalahannya. Akhirnya aksi berbagai jilid ini berujung vonis yang dijatuhkan majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas Ahok pada Selasa ( 9/ 5/2017 ), berupa dua tahun kurungan penjara.
Pasca aksi dan vonis jatuh, mucul kembali fenomena baru yang jika kita cermati sangat erat kaitanya dengan kasus Ahok. Ada dua fenomena yang menyita perhatian publik.
Pertama : Kriminlisasi ulama, dalam hal ini kriminalisasi terhadap Imam Besar FPI, Habib Riziq. Beberapa kasus mulai menyeret namanya pasca keberhasilannya dalam memimpin aksi 212. Salah satu kasus yang cukup membuat heboh adalah kasus chat mesum pada akhir 2017.
Kedua : Pembubaran ormas, korban utamanya adalah HTI, ormas Islam yang dicabut status badan hukumnya secara sepihak lewat Perppu Ormas pada 19 Juli 2017. Ini terjadi pasca HTI menjadi pelopor aksi Tolak Pemimpin Kafir yang membuat Ahok marah.
Inilah sebagian rentetan peristiwa seputar aksi 212. Akar penyebab rentetan fenomena ini terjadi adalah Akibat dari diterapkanya sistem yang telah lama mencengkram negeri ini yaitu sistem Sekulerisme Demokrasi.
Demokrasi yang memberi ruang bagi pemimpin kafir untuk memimpin umat Islam, demokrasi yang mempermainkan hukum hingga umat turun ke jalan berkali – kali untuk menuntut keadilan. Demokrasi juga yang membiarkan kriminalisasi ulama dan ormas terjadi, sebagai balasan atas vonis yang jatuh kepada junjungan mereka.
Saatnya Umat Bersatu
Atas izin Allah reuni 212 akan kembali berlansung, harapanya, ini bukan sekedar reuni atas nama euforia belaka. Namun ada esensi luar biasa yang perlu kita petik, yaitu persatuan umat. Sudah saatnya umat Islam bersatu karena hanya dengan persatuanlah umat ini akan memiliki kekuatan untuk menangkal serangan kaum kafir penjajah. Sudah saatnya umat bangkit kembali, menjadi negara adidaya layaknya kejayaan Islam yang dulu menaungi 2/3 wilayah dunia selama kurang lebih 13 abad lamanya.
Persatuan dan kebangkitan takkan terwujud tanpa adanya kesadaran dari umat Islam itu sendiri. Kesadaran bahwa mereka hamba yang harus tunduk Allah Swt. Dan ketundukan secar totalitas takkan terwujud tanpa penerapan aturan Allah secara sempurna, melalui sebuah institusi penerapan Islam Kaffah.
Intelektual Dalam Kebangkitan Umat.
Intelektula khususnya mahasiswa adalah Mnusia yang diberi kelebihan berupa potensi yang besar. Mereka adalah mahkluk yang kritis, cerdas serta memiliki andil dalam pencetus perubahan. Mereka adalah sang agen perubahan ( The Agent Of Change ).
Momentum persatuan dan kebangkitan umat telah dekat,saatnya para intelektual muslim mengambil peran besar dalam proyek yang luar biasa ini.
Dakwah seharusnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari diri mereka.
Sebabmereka bukan sembarang intelektual, bukan pula mahasiswa biasa, tetapi mereka adalah intelektual istimewa. Merekalah mahasiswa yang menjadikan Allah satu – satunya tumpuan hidupnya, mereka adalah para generasi terbaik umat yang akan mengangkat umat dari keterpurukan menuju kebangkitan yang hakiki, yaitu kebnagkitan Islam.
Wahai para intelektual muda, ambillah peranmu dalam perjuangan ini. Jadilah pemeran yang berada digarda terdepan dalam memperjuangkan agamamu, jadilah pemeran yang luar biasa, karena pemeran yang luar biasa adalah yang berjuang bukan yang berdiam diri hanya menonton atau hanya menunggu. Wallahu A’lam Bi Sawab.
BY : Nafisah Mumtazah
Kelompok Removraiter
Gresik, Jawa Timur