Ummu Zhafran
(Pegiat Opini, member Akademi Menulis Kreatif)
Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia_ Ir. Soekarno
Setuju dengan kutipan di atas? Sudah tentu. Pemuda, di antaranya mahasiswa dan pelajar memendam banyak potensi dan kelebihan, baik dari sisi usia, daya pikir, maupun kekuatan fisik. Beda jauh dengan yang sudah berumur alias tua.
Peristiwa demi peristiwa yang terjadi belakangan sedikit banyak menunjukkan hal tersebut. Betapa yang muda bangkit merespons kondisi carut marut negeri ini. Menggantungkan asa demi tuntutan perubahan, itu yang mereka suarakan.
Berawal dari gerakan mahasiswa #GejayanMemanggil di Yogyakarta merembet ke berbagai daerah, Bandung, Bogor, Lampung, Malang, Kendari dan lainnya. Beberapa yang menjadi poin penting mereka, menolak RUU KPK yang baru disahkan serta RUU bermasalah seperti RUU Pertanahan, RUU KUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU Minerba, RUU Ketenagakerjaan, serta RUU P-KS. Mereka menganggap RUU itu menyalahi amanat reformasi yang sudah berlangsung selama 21 tahun. (kompas.com, 24/9/2019)
Galibnya aksi tentu menimbulkan reaksi. Ironisnya banyak pihak menengarai reaksi aparat keamanan justru berlebihan. Salah satunya datang dari Malaysia The Star.my. Media tersebut memberitakannya melalui artikel bertajuk "Police fire water cannon as Indonesians rally against new penal code".
"Polisi Indonesia menembakkan meriam air dan gas air mata untuk membubarkan protes rakyat Indonesia menentang revisi Undang-Undang mengenai korupsi," tulis media tersebut. (liputan6.com, 24/9/2019).
Tiga jenis senpi bahkan digunakan aparat saat bubarkan aksi mahasiswa di Kendari. Meski diakui terjadi pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) oleh oknum polisi, namun dua nyawa mahasiswa keburu melayang. (kompas.com, 3/10/2019).
Lain Kendari lain Makassar. Jurnalis yang merupakan simbol kebebasan pers pun sempat kena getahnya. Tiga juru warta di Makassar dipukuli secara beringas saat meliput demo mahasiswa di depan kantor DPRD Sulawesi Selatan, Selasa 24 September 2019. Lagi-lagi oleh oknum polisi. (tempo.com, 25/9/2019).
Aksi, Demokrasi dan Asa Perubahan
Mayoritas tentu berpendapat kebebasan menyuarakan aspirasi lewat demonstrasi sebagai bukti nyata dari penerapan demokrasi. Tak kurang Sosiolog dari Universitas Airlangga, Novri Susan, menilai, cara yang digunakan untuk menyuarakan aspirasi ini adalah wujud dari bentuk humor politik yang digunakan untuk menilai pengorganisasian kekuasaan formal negara dalam bingkai demokrasi. (kompas.com, 26/9/2019).
Hanya saja ketika demokrasi diklaim menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi? Tapi mengapa unjuk aspirasi justru bak gayung tak bersambut bahkan di sebagian wilayah dikerasi? Di sinilah blunder itu menemukan bentuknya.
Perlu dicamkan sebelum menjadikan demokrasi jalan perubahan bahwa demokrasi itu sendiri menganut trias politika. Ada kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Dengan kata lain, kekuasaan dalam sistem demokrasi tidak bulat di tangan satu orang atau lembaga. Karena itu kemenangan meraih kekuasaan eksekutif tidak identik dengan kemenangan mutlak atas seluruh kekuasaan.
Tak aneh bila yang terjadi dalam hampir setiap pengambilan keputusan ialah kompromi antara elite kekuasaan yaopini,ng ada. Termasuk yang mengaku wakil dari rakyat. Untuk itu berharap perubahan dengan menjadikan fokus pada kemaslahatan rakyat semata sebagaimana yang diharapkan jelas hanya mimpi. Bahkan selamanya tidak akan pernah menjelma nyata sebab jalannya keliru.
Menuju Perubahan Hakiki
Derasnya aksi mahasiswa dari berbagai kampus swasta dan negeri dan sebagian pelajar menunjukkan bahwa negeri ini masih memiliki harapan. Generasi muda yang sadar akan perannya sebagai agent of change masih dan akan terus berkelindan. Menyaksikan sengkarut pengelolaan negara, sewajarnya mahasiswa turun gunung. Menolak segala hal yang merugikan negara. Menuntut keadilan dan perubahan. Sebab, di tangan mereka masa depan negeri ini dipertaruhkan.
Hanya saja, arah perubahannya masih perlu dikritisi. Perubahan yang dituju harusnya tak sekedar luapan amarah dan kekecewaan. Namun, dorongan perubahan itu karena panggilan iman yang pada gilirannya memunculkan keresahan melihat kemungkaran.
Sebagaimana firman Allah swt.,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka” (TQS. Ar-Ra’d [13]: 11).
Juga dari Abu Sa’id Al Khudri ra berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda,
“Siapa yang melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.” (Riwayat Muslim).
Jujur saja, telah lebih dari sebelas kali pesta demokrasi berlangsung tapi perubahan seperti jalan di tempat. Dari orde lama hingga reformasi tak kunjung mendapati perbaikan yang hakiki dalam wujud kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
Sama halnya dengan keberadaan pemimpin yang silih berganti baik dari kalangan patriotik hingga romantik. Nyatanya Indonesia tetap terjajah. Tentu bukan lagi fisik yang terjajah. Tetapi berganti dengan penjajahan gaya baru. Sadar atau tidak, Indonesia berada dalam cengkeraman kapitalisme global, baik Timur maupun Barat.
Adanya RUU bermasalah itu juga tidak lepas dari kepentingan kaum kapital. RUU Pertanahan dan RUU KUHP misalnya. Bukannya menghilangkan kolonialisasi justru RUU ini berpotensi membentuk kolonial gaya baru. Inilah yang harus disadari oleh mahasiswa sebagai garda terdepan dalam perubahan. Tak cukup hanya menuntut penolakan RUU bermasalah, namun juga harus menolak penjajahan ala kapitalisme yang menjadi akar masalah. Selama perubahan tak sampai menyentuh akarnya, masalah baru lainnya akan terus bermunculan.
Tampak jelas perjuangan belum lagi usai. Kebenaran masih harus terus disuarakan. Ungkap kebatilan dan kezaliman. Tak lupa landaskan dengan iman. Sebab perubahan sejatinya tak hanya sekedar berubah menjadi lebih baik. Tetapi menjelma indah dalam naungan keridhoan Sang Pencipta, Allah swt. Dengan tegaknya syariah yang kaffah, niscaya berkah rahmatan lil ‘alamin dalam dekapan.
Firman Allah swt.,
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS Al Maidah:50). Wallaahu a’lam.