Oleh : Lilik Yani
Tidak banyak orang yang tahu jika para wali yang berada di Pulau Jawa itu adalah utusan dari khalifah. Tujuannya agar syariat Islam bisa tersebar ke seluruh negeri. Termasuk negeri kita, yang waktu itu bernama Nusantara menjadi sasaran wilayah yang dipilih khalifah untuk disemaikan ajaran Islam yang benar.
*****
Sebuah kitab bernama Kanzul Hum karya Ibnu Bathutah, yang sekarang masih disimpan di museum Istana Turki di Istambul menyebutkan bahwa Walisongo datang ke Indonesia atas perintah Sultan Muhammad I untuk menyebarkan agama Islam.
Pada tahun 1404 M (808 H) Sultan mengirim surat kepada para pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah dengan maksud untuk meminta sejumlah ulama agar diberangkatkan ke pulau Jawa. Para ulama yang dimaksud adalah mereka yang memiliki kemampuan dalam segala bidang. Agar nantinya akan memudahkan proses penyebaran ajaran Islam ke seluruh wilayah Nusantara.
Atas dasar keterangan di dalam kitab tersebut kita menjadi tahu bahwa sebenarnya Walisongo adalah para ulama yang sengaja diutus Sultan pada masa kekhilafahan Utsmani. Ketika itu terdapat enam angkatan keberangkatan yang masing-masing terdiri dari sembilan orang.
Jadi jumlah walisongo bukan hanya sembilan orang, karena berulang beberapa angkatan, maka jumlah ulamanya jauh lebih banyak.
Angkatan pertama dipimpin oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim asal Turki yang berangkat pada tahun 1400an. Beliau adalah seorang ulama yang memiliki keahlian dalam bidang politik dan sistem pengairan. Dengan berbekal keahlian tersebut maka menjadi peletak dasar berdirinya kesultanan di pulau Jawa dan juga berhasil memajukan pertanian di pulau ini.
Selain beliau, angkatan pertama ada dua ulama yang berasal dari Palestina yaitu Maulana Hasanuddin dan Sultan Aliudin. Kedua orang ulama ini berdakwah di Banten dan mendirikan kesultanan Banten.
Selain itu ada Syekh Ja'far Shadiq yang diberi julukan sebagai Sunan Kudus. Dan Syarif Hidayatullah yang diberi julukan Sunan Gunung Jati. Kedua ulama tersebut juga berasal dari Palestina. Dalam proses berdakwah, Sunan Kudus membangun sebuah kota di Jawa Tengah yang kemudian diberi nama kota Kudus. Nama kota tersebut berasal dari kata al-Quds (Jerusalem).
//Perjalanan Dakwah Wali Songo//
Pada umumnya, sebelum tiba di tanah Jawa, para ulama singgah terlebih dahulu di Samudra Pasai. Penguasa Samudera Pasai saat itu adalah Sultan Zainal Abidin, yang hidup pada tahun 1349-1409 Masehi.
Berjalannya waktu, para ulama terus berdakwah mengajarkan syariat Islam yang benar. Selain itu, para ulama juga mengajarkan ilmu apa saja yang dikuasai untuk masyarakat saat itu.
Sejak tahun 1463 M, semakin banyak ulama Jawa yang menggantikan ulama yang telah wafat atau berhijrah ke wilayah lain.
Adapun para ulama pengganti tersebut di antaranya adalah :
* Raden Paku yang mendapat julukan Sunan Giri. Beliau adalah putra Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu yang merupakan putri dari Prabu Menak Sembayu Raja Blambangan.
* Raden Said yang mendapat julukan Sunan Kalijogo. Beliau adalah putra Bupati Tuban, Adipati Wilatikta. Asal nama Kalijogo diambil dari nama sebuah desa di Cirebon. Ketika Raden Said bermukim di desa tersebut, beliau sering berdiam diri dengan berendam di kali (jaga kali).
* Raden Makdum Ibrahim yang mendapat julukan Sunan Bonang. Beliau adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila. Nama Bonang berasal dari sebuah desa di Rembang.
* Raden Qasim yang mendapat julukan Sunan Drajad. Beliau adalah putra Sunan Ampel juga. Jadi Sunan Drajat dan Sunan Bonang adalah bersaudara.
Para ulama diberi gelar Raden, yang berasal dari kata Rahadian, yang berarti Tuanku. Maka dapat disimpulkan bahwa saat itu dakwah Islam telah berjalan dengan baik. Hingga para ulama yang menyebarkan kebaikan syariat Islam, mendapat gelar kehormatan dari kalangan pembesar Kerajaan.
//Penjajah Belanda Menghapuskan Jejak Khilafah//
Kedatangan penjajah Belanda ke negeri Nusantara, mempunyai misi lain selain mengeruk sumber daya alam. Penjajah berusaha menghapuskan penerapan syariat Islam di hampir seluruh wilayah kesultanan Islam di Indonesia.
Salah satu langkah penting yang dilakukan Belanda adalah menyusupkan pemikiran dan politik sekuler melalui Snouck Hurgronje. Ia menyatakan dengan tegas bahwa musuh kolonialisme bukanlah Islam sebagai agama.
Atas dasar pandangan Snouck tersebut, penjajah Belanda berupaya melemahkan dan menghancirkan Islam dengan tiga cara :
1) Menghilangkan institusi politik atau pemerintahan Islam. Maka dihapuslah kesultanan Islam. Misalnya Banten. Sejak Belanda menguasai Batavia, Kesultanan Islam Banten langsung diserang dan dihancurkan. Seluruh penerapan aturan Islam dicabut, lalu diganti peraturan kolonial Belanda.
2) Kerjasama Raja/Sultan dengan Belanda. Hal ini tampak di Kerajaan Islam Demak. Pelaksanaan syariah Islam bergantung pada sikap sultannya. Di kerajaan Mataram, penerapan Islam mulai menurun sejak Kerajaan Mataram dipimpin oleh Amangkurat 1 yang bekerjasama dengan Belanda.
3) Penjajah menyebar para orientalis, untuk menghancurkan Islam. Salah satu pemimpinnya adalah Snouck Hurgronje.
Demikianlah syariat Islam mulai diganti oleh penjajah Belanda dengan hukum-hukum sekuler. Dimana hukum tersebut terus berlangsung hingga sekarang. Maka bisa dikatakan, bahwa hukum-hukum yang ada sekarang adalah warisan dari penjajah. Sesuatu yang seharusnya dienyahkan oleh kaum muslim. Sebagaimana mereka dahulu, mengenyahkan para penjajah dari negeri kita tercinta.
Wallahu a'lam bisshawab.
Surabaya, 27 Oktober 2019
#JejakKhilafah
#WaliSongoJejakKhilafahdiJawa