Oleh : Lilik Yani
Sakit yang diderita aktivis kampus itu dianggap murka Allah. Karena teramat padatnya agenda, hingga Allah dilalaikan. Lalu Allah menyentilnya, agar dia kembali. Kalau maknanya demikian, masihkah sakit dianggap sebagai murka Allah?
*******
Belajar dari kisah seorang sahabat yang baru kukenal beberapa bulan lalu. Dia dulunya sangat aktif dalam semua kegiatan kampus. Baik itu kegiatan kemahasiswaan yang bersifat umum seperti BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa). Maupun kegiatan keagamaan seperti BKI (Badan Kerohanian Islam). Dan segala agenda kampus lainnya, semua dia ikuti. Bukan sekedar ikut jadi penggembira, tapi semua agenda yang diamanahkan padanya membawa keberhasilan gemilang.
Pembawaan yang ramah dan mau bergaul dengan siapa saja, membuatnya terkenal. Semua penghuni kampus mengenalnya. Dari tukang sapu, juru parkir, satpam, hingga semua dosen dan karyawan, tidak ada yang tak kenal beliau. Wajahnya yang cantik, hatinya yang tulus, otak yang cerdas, menjadi nilai tambah baginya.
Perlombaan apapun diikuti, hingga membuahkan kejuaraan. Hal ini membuat bintangnya semakin bersinar. Oya, untuk prestasi akademi pun, nilainya juga bagus dan lulus dengan nilai gemilang. Sungguh, banyak sekali karunia Allah yang diperuntukkan padanya. Alhamdulillah, beliau selalu mensyukuri setiap karunia Allah tersebut.
Hingga suatu saat, ujian itu datang. Beliau mengalami sakit stroke. Kaki lumpuh tidak bisa digerakkan. Beliau lebih banyak di kursi roda. Bintang kampus yang dulu bergerak lincah ke mana-mana, dipilih Allah untuk istirahat di rumah.
Tak bisa membayangkan betapa gundah dan risau hatinya menghadapi ujian itu. Alhamdulillah, dukungan keluarga terutama dari suaminya tercinta yang sabar merawat dan menguatkan mentalnya. Suami yang taat Allah, berupaya membimbingnya untuk kembali mendekat kepada Rabb-nya.
Hari-hari yang dulu dilalui penuh canda tawa bersama civitas akademika. Kini harus meringkuk dalam kesepian di rumahnya. Teman-teman dekat yang dulu sangat akrab dengannya, hanya datang sekali-kali, karena semua dalam kesibukan.
Ada nada protes dan marah kepada Rabb-nya. Mengapa ujian berat ini harus menimpa dirinya? Dia merasa tak pernah berbuat jahat dan tercela. Dia selalu berupaya baik kepada semua orang. Dan selalu memilih aktivitas manfaat untuk almamaternya. Sekarang tak lagi bisa berbuat apa-apa. Dengan kaki lumpuh, untuk memenuhi kebutuhan pribadi saja tak bisa. Tangan yang dulu bisa berkreasi mengerjakan segala hal yang mendukung aktivitasnya, kini lemah terkulai tak berdaya. Untuk sekedar memegang pena saja tak bisa.
"Adinda, bersabarlah. Tetap husnudzon kepada Allah, apapun yang terjadi. Jangan sekalipun marah dan protes pada Allah. InsyaAllah akan ada hikmah dibalik ujian ini." Demikian nasehat suami tercintanya yang terus berjuang memotivasi semangatnya.
Walau masih naik turun emosinya, dia berjuang menaklukkan dirinya untuk bisa menerima cobaan sakitnya ini. Dia ikuti nasehat suaminya agar memperbanyak istighfar memohon ampunan. Mungkin karena selama ini banyak melalaikan Allah, karena padatnya agenda yang diamanahkan padanya.
Kini hari-harinya dilalui dengan interaksi dengan al-Qur'an. Dia mulai memperbaiki bacaannya agar sesuai makhrojul hurufnya. Kemudian dilanjutkan dengan belajar terjemah dan tafsir agar memahami isi dan kandungan al-Qur'an. Semua dalam bimbingan suaminya yang berprofesi sebagai ustadz dan guru mengaji TPA di masjid yang tidak jauh dari rumahnya.
Semakin hari semakin bertambah pemahamannya terhadap ayat-ayat al-Qur'an yang dipelajarinya. Hal ini membuat hatinya tenang dan bisa menerima ujian Allah ini dengan sabar dan ikhlas. Dengan interaksi dengan al-Qur'an, seakan-akan beliau bisa berkomunikasi dengan Allah.
MasyaAllah, dengan berjalannya waktu, keikhlasannya menikmati ujian sakit itu, berangsur ada respon di tubuhnya. Tangan yang semula lemah gemulai tak bisa menggenggam, perlahan mulai bisa memegang barang tanpa jatuh. Sebuah perubahan membaik yang harus disyukuri.
Semakin hari semakin ditingkatkan interaksinya dengan al-Qur'an. Dia mulai bertekat untuk menghafalkan al-Qur'an, dimulai dengan surat-surat pendek di juz amma. Ditambah surat-surat yang sering dikupas fadhilahnya seperti QS Yaasin, Ar-Rahman, al-Waqi'ah, al-Mulk, adalah surat-surat yang dia pilih untuk dihafalkan duluan.
Dia merasakan, dengan semakin kuat berinteraksi dengan Allah melalui ayat-ayat sucinya, maka semakin dia ikhlas menerima ketentuan Allah. Dan memberi kemajuan pada fisiknya. Jemarinya sudah bisa menggengam pena. Maka mulailah dia bisa menulis, melanjutkan aktivitas yang dulu juga pernah digelutinya.
Walau kaki lumpuh belum bisa bergerak kemana-mana, tapi dia bisa kembali menulis artikel, kisah, opini, juga buku-buku, seperti yang dulu ditekuninya. Karena beliau pintar, maka sayang jika banyak idenya tidak tersampaikan. Kalau dulu bisa bicara dan mengisi acara dimana-mana untuk menyampaikan gagasan.
Dia tidak berkecil hati. Walau hanya duduk di kursi roda, ide-ide brilliant harus bisa tersalurkan. Salah satunya dengan wasilah tulisan. Yach, melalui tulisan bisa menjadi pilihan terbaik untuk menuangkan gagasan.
Subhanallah, dengan semakin menjalin kedekatan kepada Allah dan menyandarkan semua masalahnya kepada Sang pemilik kehidupan ini, maka kondisi beliau berangsur membaik. Karena beliau juga rajin terapi, sehingga sudah mulai bisa berjalan walau masih pelan-pelan.
Sungguh sebuah perubahan yang harus disyukuri. Berkat semangatnya untuk sembuh, dengan rajin terapi dan menjalin kedekatan bersama al-Qur'an, maka hati menjadi tenang, ridlo. Hingga perlahan kesembuhan mendatanginya.
Pelajaran apa yang bisa dipetik? Bahwa Allah sangat sayang kepadanya. Allah tidak rela hamba yang disayanginya itu, namanya berkibar karena menang lomba menyanyi, pidato, MC, dan semacamnya. Dimana semua berorientasi keduniaan semata.
Allah tidak rela, nama beliau dipuji-puji karena kesuksesan yang berkaitan dengan dunia. Allah ingin mengangkat derajatnya lebih tinggi dengan menjadikannya sebagai hafidzoh dan penulis Islami. Allah ingin menjaga kehormatan beliau. Yang mana dulunya bergerak bebas dan bergaul dengan segala komunitas, campur laki-laki dan perempuan, maka sekarang beliau lebih banyak di rumah dalam menjalankan aktivitasnya.
Jadi ujian sakit yang menimpa sahabatku, aktivis kampus itu bukan karena murka Allah. Akibat sering ditinggalkan dan dilalaikan, tetapi karena Allah hendak melindunginya dari segala marabahaya.
Kita harus husnudzon kepada Allah. Siapa sangka orang yang dulu sukses dan menjadi bintang idaman setiap orang, tiba-tiba diberi ujian berat? Tidak bisa bergerak lincah kemana-mana. Ternyata ujian itu sebagai cara Allah untuk menyelamatkan hamba yang dicintainya.
Yang harus kita tanamkan di hati bahwa Allah tidak akan menguji hamba-Nya melebihi kekuatan hamba tersebut. Sehingga semua sudah diukur dan diperhitungkan oleh Allah.
Semoga sedikit kisah di atas bisa menjadi pelajaran untuk kita semua. Apa yang menurut kita baik, belum tentu baik menurut Allah. Sebaliknya apa yang menurut kita jelek, bisa saja itu baik menurut Allah.
"..... boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (TQS al-Baqarah : 216)
Sikap terbaik yang kita lakukan adalah selalu berprasangka baik kepada Allah. Semoga Allah selalu menjaga iman dan ketaqwaan kita. Dalam kondisi apapun, semoga Allah selalu melindungi dan menjaga kita semua. InsyaAllah.
Surabaya, 2 Oktober 2019
#HambaPilihan02
#MenulisApaYangDirasakan
#MenulisUntukMengajakTaatAllah
#MenulisKarenaCinta