Tragedi Wamena Cermin Kegagalan Demokrasi



Oleh : Windha Yanti. S

( Aktivis Dakwah Dan Pemerhati Sosial )


Komandan Kodim 1702/Jayawijaya, Letkol Candra Dianto, mengatakan masyarakat pendatang dan penduduk asli Papua perlu waktu dalam mengatasi trauma menyusul kerusuhan yang terjadi Senin lalu (22/9/2019) di tengah gelombang eksodus berjumlah sekitar 400 orang dan pengungsi lebih dari 5.000 orang. 

Trauma dan dendam konflik horisontal yang terjadi saat "Wamena Berdarah" pada tahun 2000 menyebabkan masih ada yang mengingat kejadian itu, kata Chandra. Memang perlu ada waktu, sejarah pernah terjadi tahun 2000 yang namanya Wamena Berdarah, di mana konflik horisontal antara pendatang dengan pribumi, terjadi pembantaian besar-besaran," katanya kepada BBC News Indonesia.(KOMPAS.com,23/09/19).


 Ini menggambarkan sistem yang menyembah  kebebasan tak lagi relevan di mata rakyatnya, betapa tidak, karena kebebasan yang di agung agungkan Demokrasi hanya dimiliki mereka yang berkuasa dan para cukong. Sedangkan bagi penduduk asli papua tidak memiliki hak yang sama setelah sumber daya alamnya dikeruk  oleh asing.


Warga Papua dibiarkan tertinggal dengan segala keterbatasannya. Agar sumber daya alam bisa terus di manfaatkan. Jangankan pendidikan yang layak dan setara dengan pendatang, jalan jalan di daerah papua hasil penambanganpun dibiarkan rusak tak diperbaiki. Dari sini sangat terlihat ketimpangan yang begitu signifikan.


Penderitaan rakyat Papua tidak hanya sampai di sini, bahkan mereka dijadikan tumbal untuk kepentingan asing. Bagi Amerika yang kini menguasai kekayaan Indonesia terutama perusahaan Freeport di papua, tak ingin berbagi banyak dengan Cina, sehingga didesainlah Papua seolah ingin merdeka agar nantinya dapat dikuasai sendiri. 


Ini menandakan sistem demokrasi begitu barbar, sungguh tak layak diterapkan di belahan bumi manapun, terlebih lagi oleh kaum muslim terbesar diDunia, yaitu Indonesia karna hanya merugikan bagi mereka yang tak memiliki suara dan  kekuatan. Rakyat kecil hanya dijadikan alas kaki untuk mencapai tujuannya para cukong beringas, yaitu merauk keuntungan sebesar besarnya. 


Ini hal yang wajar jika terjadi dalam sistem buatan manusia, karena manusia makhluk yang lemah dan terbatas. Terlebih lagi jika yang membuat aturan itu tidak beriman kepada Allah. Maka aturan yang lahir sesuai kepentingan yang membuat, dan tidak memiliki standar halal haram dalam berbuat, selama itu menguntungkan dirinya, maka tak boleh ada yang menghalangi, sekalipun hukum Allah.


Berbeda dengan sistem Islam yang memiliki peraturan dalam bernegara. Dimana kedaulatan berada didalam hukum syara, pemimpin didalam Islam dalam rangga dakwah. Taklagi memikirkan kesenangan pribadi, melainkan berjuang meninggikan kalimat tauhid dimuka bumi.Sehingga pemimpin didalam pemerintahan Islam memiliki kekuatan besar dengan ditopang undang-yndang yang tegas dan bersumber dari Alquran. 


Sehingga tak ada satu negarapun yang berani masuk untuk menguasai kekayaannya. Nyawa, harga diri, harta dan akidah rakyatnya yang berada di dalam kepemimpinan Islam akan dijaga sungguh sungguh, baik muslin maupun nonmuslim.Sehingga tak ada alasan bagi kita untuk menolak sistem Islam, yang sesungguhnya menyelamatkan manusia dari korban keserakahan penguasanya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak