Oleh: Mustika Lestari
(Mahasiswi UHO)
Allah SWT berfirman: “Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) tentang urusan itu, maka ikutilah dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu,” (Q.S Al Maidah: 18).
Firman Allah SWT ini menjelaskan bahwa dalam kondisi apapun umat Muslim hendaknya mengambil sikap sesuai hukum Islam, bukan mengambil keputusan berdasarkan hawa nafsu atau keinginan pribadi, agar urusan tersebut dapat mendatangkan manfaat atau hikmah baik di dunia maupun di akhirat.
Presiden Mahasiswa Trisakti, Dinno Ardiansyah mengatakan Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia akan melanjutkan aksi demo di depan Gedung DPR pada Senin (30/9/2019). Dinno mengatakan, aksi demo tersebut bertepatan dengan rapat paripurna terakhir anggota DPR periode ini. Untuk itu, pihaknya akan mengawal dan tetap menyampaikan penolakkan terhadap RKUHP dan UU KPK.
“Tuntutan kami sama kayak kemarin, kita menolak RUU bermasalah dan kita tetap menolak UU KPK yang telah disahkan,” ujarnya.
Dinno berharap, aksi demo di depan gedung DPR itu nantinya dapat memberikan tekanan psikologi bagi pemerintah dan DPR agar segera mengambil keputusan Perppu untuk mencabut UU KPK (http://m.tribunnews.com, 29/9/2019).
Aturan Sekulerisme, Sumber Masalah
Indonesia sebagai negara hukum menetapkan suatu aturan yang mengikat secara luas kepada masyarakat, yaitu adanya Undang-Undang. Undang-Undang dibuat untuk mengatur dan menciptakan kepastian hukum dalam bernegara. Mengatur penyelenggaraan, pemenuhan dan perlindungan keadilan masyarakat. Untuk menciptakan aturan yang menjamin kehidupan masyarakatnya, maka perlu diadakan perancangan sebelum pengesahan di dalamnya. Tujuannya, agar menghasilkan suatu produk hukum (Undang-Undang) yang baik dan adil merata sesuai kebutuhan masyarakat luas, tanpa ada masalah dikemudian hari. Pada akhirnya, diberlakukan dan menjadi pedoman dalam berperilaku atau bertindak.
Meski setiap aturan hukum memiliki cita-cita yang mulia, namun dalam perjalanannya seringkali menjadi sangat berbeda dengan tujuannya. Hukum yang sejak awal menjadi penjaga norma keadilan, lantas keluar dari jalurnya. Alih-alih menciptakan keadilan bagi rakyat, justru memunculkan ketidakadilan dan menjadi komoditi bagi orang-orang untuk memenuhi kepentingan-kepentingan yang bersifat pribadi dan kelompok. Tidak jarang, kritikan tajam dari kalangan tertentu senantiasa menghiasi rancangan hingga pengesahan aturan-aturan yang dibuat.
Pada dasarnya, Undang-Undang dibuat dalam ruangan paripurna para legislator dan bukan jatuh dari langit (hukum langit), maka wajar saja jika Undang-Undang merupakan seperangkat aturan normatif yang tidak pernah sempurna, pasti memiliki keterbatasan, apalagi jika disertai dengan pemahaman yang salah. Produk hukum yang dihasilkan tidak lantas memberikan solusi, justru masalah tak pernah luput dari kebijakan yang dihasilkan. Protes tak terhindarkan, pro dan kontra tak terelakkan. Pada akhirnya menuai kontroversi dan kerusuhan pun menjadi puncaknya.
Pada Kamis (19/09/2019) mahasiswa dari berbagai kampus melakukan demonstrasi di sejumlah wilayah. Mereka menolak RUU KUHP dan revisi UU KPK. Mahasiswa yang tergabung dalam aksi ini di antaranya berasal dari ITB, Trisakti, Unindra, Stiami, Universitas Paramadina, Universitas Tarumanegara, UPI, STMT Trisakti dan UI. Beragam spanduk bertuliskan “Stop Intervensi KPK” hingga “Mahasiswa bersama KPK” (https://m.detik.com, 20/09/2019).
Lagi, demonstrasi mahasiswa bak gelombang laut yang membesar menjadi ombak tinggi. Protes atas substansi sejumlah Rancangan Undang-Undang yang tengah digarap DPR bersama Pemerintah menjadi pemicu mereka turun ke jalan di sejumlah kota di Indonesia. Sasaran demo mereka seragam, yakni gedung parlemen di daerah masing-masing. Khusus di Jakarta aksi digelar di depan gedung DPR, Jalan Gatot Subroto. Protes terutama dipicu pengesahan revisi UU KPK dan substansi RKUHP alias revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (http://nasional.tempo.co, 25/9/2019)
Revisi UU diajukan DPR sebagai bentuk inisiatif untuk mencegah penyakit meluas atau kriminalitas negeri ini. Konon katanya, ingin mengganti aturan warisan penjajah dengan produk sendiri. Sayangnya, produk hukum ini tak mampu mencegah ataupun mengurangi kriminalitas di negeri ini, justru menambah masalah. Sebagaimana RUU KUHP yang menuai kontroversi, disebabkan pasal ngawur di dalamnya. Di antara draf pasal yang dianggap bermasalah adalah pasal pengenaan denda pada gelandangan sebesar 1 juta rupiah dan pelaku korupsi dalam pasal kontroversial RUU KUHP dipidana selama dua tahun. Hukuman yang lebih ringan dibandingkan dalam KUHP yang lama, yakni hukuman paling sedikit enam tahun penjara. Pasalnya, aturan ini dinilai amat memanjakan para koruptor. Ditambah dengan hadirnya UU KPK yang baru disahkan, RKUHP hadir melengkapi hak-hak istimewa terhadap calon koruptor dan para napi korupsi.
Kondisi ini pada dasarnya tidak muncul dengan sendirinya, melainkan ada suatu hal yang mendasari datangnya aturan rusak ini yaitu ideologi yang diembannya. Ideologi demokrasi-sekulerisme yang berlandaskan akidah pemisahan peran agama dari kehidupan dan negara. Agama dibatasi tidak lebih pada batas-batas tembok masjid. Agama tidak boleh diikut sertakan dalam ranah politik, apalagi negara. Akidah yang mengatur penyerahan pengaturan berbagai urusan kehidupan manusia kepada aturan manusia. Manusialah yang berhak membuat dan menetapkan aturan, begitupun sistem dan hukum.
Undang-Undang hadir menjadi cara sopan dan intelek dalam sistem sekuler-demokrasi untuk meraih kepentingan. Apalagi didukung hak-hak dan kebebasan yang dimliki masyarakat, yang diasumsikan sebagai dua hal yang selalu satu paket dalam sistem demokrasi. Kebebasan beragama, berperilaku, berkepemilikan dan kebebasan berpendapat menjamin bebasnya manusia merumuskan aturan suka-suka, dengan jaminan kebebasan tanpa batas yang dimilikinya, yaitu Hak Asasi Manusia. Sementara ajaran Islam ditinggalkan berganti dengan kebebasan liberalisme yang dibawa oleh penjajah Hindia-Belanda.
Kebebasan beragama, menyebabkan manusia boleh tidak terikat dengan aturan Allah SWT sepenuhnya, berasas mau-tidak mau dan suka-tidak suka. Bebas. Kebebasan berpendapat, menyebabkan ide liberal yang menyerang Islam semakin subur. Misalnya, pendapat yang mengatakan bahwa jika syariah Islam diterapkan mengancam kemajemukan, membawa dampak buruk yakni perpecahan. Kebebasan berperilaku, menyatakan bahwa seseorang dibolehkan memiliki dan mengembangkan kekayaannya dengan cara apapun, baik melalui penipuan, perampasan, prostitusi, riba dan lain sebagainya serta akibat kebebasan berkepemilikan, mengantar individu dengan bebas mengolah dan merampas kekayaan yang seharusnya menjadi milik rakyat atau milik negara, yaitu tidak lagi membedakan antara kepemilikan individu, umum dan kepemilikan negara, dengan dalih Hak Asasi Manusia (HAM). Akibatnya, dapat disaksikan hasil dari kebebasan tersebut, dengan menjamurnya masalah tak terbendung dalam negeri, khususnya aturan-aturan yang dikeluarkan dalam hal urusan masyarakat. Melalui perundang-undangan, perampasan hak rakyat diperbolehkan dengan bersembunyi dibalik HAM.
Demokrasi-sekuleris menjadi pintu sekaligus mekanisme masuk dan lahirnya aturan dan sistem rusak penuh masalah. Berpijak pada hukum produk manusia, hukum yang tumpang tindih dan banyak kontradiksi. Banyak UU yang dihasilkan, namun belum mampu menurunkan angka kriminalitas. Mirisnya, tak memberi efek jera, melainkan terkesan mendukung perilaku kriminal.
Maka, dengan melihat faktor mendasar atau akar masalah lahirnya aturan rusak saat ini, bahwasannya semua itu lahir dari sistem yang rusak pula, dari ideologi yang mendewakan kebebasan. Jika kritikan rakyat hanya fokus dalam memprotes kebijakan yang dibuat pemerintah tanpa menghancurkan akar masalahnya, maka tidak akan memberi perubahan yang diharapkan, apalagi mewujudkan keadilan, melainkan hanya menghabiskan energi sia-sia, masalah pun tak kunjung usai. Umat merindukan ideologi atau sistem yang mampu melahirkan aturan solutif, bukan sekularisme (kebebasan).
Islam Sebaik-Baik Aturan
Ide kekebasan yang memberikan kebebasan tanpa batas, pada akhirnya hanya membawa masalah tak berujung. Islam mempunyai sistem sendiri yang mampu mendatangkan kesejahteraan, keteraturan kehidupan manusia, kebahagiaan dan ketenangan bagi umatnya, yaitu kembali kepada tuntunan dan aturan yang berasal dari Allah SWT yang Maha Bijaksana, tidak lain dengan jalan menerapkan syariah Islam sebagai standar perbutannya. Islam bersifat universal dan berlaku dalam setiap waktu dan kondisi, seluruh petunjuk tersebut telah sempurna termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Sejatinya, setiap Muslim sebagai hamba Allah dalam kehidupannya haruslah tunduk dan patuh pada segala aturan hukum dalam syariat Islam yang telah diperintahkan oleh Allah SWT yang tidak boleh ada tawar-menawar. Dengan segala ketentuan tersebut, hukum Allah harus berada di atas segalanya, Hak Allah menetapkan aturan bukan manusia
Hukum Allah adalah hukum yang tegak di atas keadilan. Allah SWT berfirman: “Apakah hukum jahiliyah yang mereka cari? Dan siapakah yang lebih baik hukumnya dari pada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin.” (Q.S Al-Maidah: 50).
Islam adalah agama yang syumul, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, senantiasa mengatur segenap perbuatan manusia, permasalahan hukum (keputusan), syari’at (peraturan), dan taqadhi (berperkara) selayaknya hanya diserahkan kepada Allah semata, bukan diserahkan kepada kehendak manusia yang selalu berubah, cenderung berdasar kepentingan dan hawa nafsu.
Allah adalah al-Khaliq (sang pencipta) yang telah menciptakan segala sesuatu, dan kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi, dan apa yang ada di antara keduanya. Allah SWT berfirman: “Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Rabb semesta alam.” (Q.S Al-A’raf [7]: 54).
Dari sini, maka manusia wajib kembali kepada syariat Allah SWT yang telah menciptakan manusia guna mendatangkan segala kebaikan. Sebagaimana sebagai aqidah kita kepada laa ilaha ilallah, tiada tuhan selain Allah, seorang hamba harus berkomitmen dengan aqidahnya, bukan menyembah kebebasan, apalagi menyembah manusia. Sesungguhnya, semua masalah yang terjadi di dunia ini akibat dari menyia-nyiakan syariat. Wallahu’alam bi shawab.