Sekularisasi Pendidikan Penuh Kebobrokan



Oleh: RAI Adiatmadja

  Ada dua kondisi cukup panas dan berat selama dua Minggu ke belakang ini yang menjadi topik pembahasan. Dua kondisi yang menghadirkan kejadian bertolak belakang, tetapi keduanya adalah produk dari sekularisme.
   Seorang mahasiswa dituding berpaham radikali. Hikma Sanggala ini termasuk mahasiswa berprestasi, bahkan pernah mendapatkan Piagam Sertifikat Penghargaan sebagai Mahasiswa dengan IPK Terbaik se-fakultas. Chandra Purna Irawan, pengacara Hikma dari LBH Pelita Umat mengatakan bahwa kliennya dituding berafiliasi dengan aliran sesat dan paham radikalisme.

   Salah satu yang menjadi dasar pemberhentian  tersebut  adalah adanya dugaan berafiliasi dengan aliran sesat dan paham radikalisme yang bertentangan dengan ajaran Islam serta nilai-nilai kebangsaan. Hikma terbukti sebagai anggota, pengurus dan/kader organisasi yang dilarang oleh pemerintah, katanya kepada Kiblat.net melalui siaran persnya pada Senin (02/09/2019).

   Di lain sisi ada Abdul Aziz, Doktor lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta menjelaskan tentang akad atau perjanjian hubungan intim di luar nikah yang dinilainya tidak melanggar hukum Islam.Tentu disertasi tersebut sangat bertentangan dengan Syariat Islam, di mana zina adalah tindak kejahatan, dan keharamannya telah disepakati oleh para ulama berdasarkan dalil-dalil yang jelas (qathi)tak ada perbedaan (khilafiyah)di dalamnya.

   Dua kondisi di atas tentu sangat bertolak belakang, di mana seorang mahasiswa yang menyuarakan Islam tetapi ditindak dan dipaksa melewati masa depan yang suram, menerima ketidakadilan, padahal tak ada satu pun langkahnya yang bertentangan dan merusak moral, sedangkan seorang Doktor yang jelas-jelas melanggar syariat diberi tempat agar kelegalan disertasinya diyakini menjadi kebenaran oleh masyarakat. Dia telah memelintir tafsir menggunakan metode hermeneutika, sebuah teks ala filsafat Barat, sudah hal pasti berisi muatan-muatan sesat, bersandar pada akidah sekuler-liberal yang menjadikan kebebasan seksual sebagai prinsip kehidupan. Melebihi ketidakberakalan binatang.

   Sekularisme adalah akar ideologi Barat, yaitu ide pemisahan agama dari kehidupan, yang pada akhirnya memisahkan agama dari negara. Sekularisme menjadi induk bagi lahirnya segala pemikiran dan ideologi Barat. Berbagai bentuk pemikiran liberal seperti liberalisme di bidang politik, ekonomi, agama, dan liberalisasi pendidikan yang menjadi bidikan utama. Barat telah berjuang menghancurkan generasi Islam melalui pendidikan.

   Menjadi hal yang tidak mustahil, jika pemandangan sekularisasi dalam pendidikan semakin jelas. Mata rantai yang ingin mereka ciptakan adalah memutuskan sendi kehidupan dengan Akidah Islam. Setiap kemunculan kesadaran politik Islam dalam tubuh umat, pembatasan yang diterapkan pada kurikulum meningkat. Perubahan kurikulum pun akan semakin meluas, propaganda yang menyatakan bahwa generasi Islam tidak perlu memusuhi Barat, tidak memahamkan tentang adanya jihad, menyerukan perdamaian dengan yahudi, kampanye pluralisme dan toleransi yang bablas, semua ditujukan untuk sebuah proyek yang gencar mereka gaungkan, yakni memerangi radikalisme agama.

   Agama Islam hanya boleh dipelajari sebagai materi spiritual saja, masuknya metode pengajaran wawasan (tsaqafah) berlandaskan falsafah, peradaban, dan pemahaman Barat. Distorsi sejarah Islam disampaikan hanya dengan menonjolkan sisi aib yang direkayasa. Sehingga generasi semakin jauh dari Islam karena diorganisir untuk membenci bahkan tidak lagi memiliki roh kecintaan terhadap agamanya. Lahirlah prinsip yang membingungkan, bahkan bertentangan dengan Islam yang seyogyanya mencerdaskan, tujuan pendidikan menjadi tidak pasti, bahkan sangat rendah fokusnya, sekadar meraih nilai untuk pekerjaan bagus.

   Akidah sekularisme sangat berbeda dengan Akidah Islam dalam memandang dan menjalankan pendidikan bagi generasi. Di dalam Islam dorongan menuntut ilmu adalah sebagai aktivitas ibadah.
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.(TQS. az-Zumar: 9)
 
Keutamaan menuntut ilmu diibaratkan sebagai keunggulan bulan atas seluruh benda langit. Bahkan para ulama disebut pewaris para nabi, satu-satunya warisan utama mereka adalah ilmu pengetahuan. Kegiatan mencari ilmu pun disebut sebagai pilihan yang paling cerdas.

   Keberhasilan pendidikan telah dibuktikan dalam sejarah ketika sistem Islam menguasai dunia. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang dijamin ketersediaannya di tengah-tengah umat oleh negara (khilafah). Kewajiban utama khilafah adalah menyediakan pendidikan gratis dan bermutu bagi seluruh rakyat. Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya, Al-Ihkam, menjelaskan bahwa kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana pendidikan, sistem, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat.

   Negara menjadi penanggung jawab penyelenggaraan pendidikan, yang tercakup di dalamnya adalah hak perempuan yang mendapat porsi penting, taraf pemahaman perempuan sangat vital karena merekalah sekolah utama dan pertama bagi generasi Islam. Lahirlah dengan pesat para intelektual Muslimah, yang tidak hanya mengelola rumah tangga mereka, tetapi juga menjalani Islam yang kafah, memberi pola asuh kepada anak-anaknya dengan terarah, mendapatkan beasiswa karena kecerdasan dan keterampilannya, berpartisipasi dalam urusan umat, tegas membela kebenaran, mencegah munkar, menyuruh makruf, serta turut melakukan muhasabah kepada penguasa.

Pembiayaan pendidikan sepenuhnya ditanggung negara melalui Baitul Maal. Asas yang dipakai pun bersumber dari akidah Islam, kebijakan pendidikan adalah pembentukan sistem berpikir dan kejiwaan Islami pada anak. Tujuan pendidikan pun terlihat sangat jelas, yakni membentuk kepribadian Islam, membekali para pelajar dengan berbagai ilmu yang berhubungan dengan kebutuhan hidupnya. Tentu tidak mustahil akan banyak melahirkan intelektual-intelektual yang gemilang tanpa keluar dari koridornya sebagai generasi Islam terbaik.

Masihkah kita nyaman dengan alur pendidikan yang ada hari ini? Generasi terpuruk dan bermental buruk, tak ada lagi suara membela agama dengan kesadaran yang benar dan terperinci, Islam hanya menjadi hiasan di kartu identitas tidak memberikan kekuatan atas sebuah entitas. Mari berubah dan bangkit, kembalikan alur kehidupan ini pada pijakan yang semestinya. Penegakan syariat Islam agar perlindungan terhadap generasi semakin kokoh, dan pola pendidikan tidak menjadi jembatan yang roboh, seluruh problematika kehidupan yang terjadi hari ini pun tentu akan terselesaikan hanya dengan satu aturan yang telah Allah perintahkan. 

Wallahu alam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak