Sedekah Tak Menunggu Kaya





Oleh : Lilik Yani

Bersedekah itu tidak perlu menunggu memiliki banyak uang. Jika menunggu kaya, kapan kesempatan orang biasa untuk menambah amal sedekah?

*******

Hari Jum'at, mengingatkanku pada sosok sederhana yang istiqomah untuk membagikan ratusan nasi bungkus pada setiap orang yang membutuhkan. Beliau mengedarkan nasi bungkus itu dengan naik sepeda onthel tuanya. Setiap orang yang ditemuinya, sekiranya mereka memerlukan, maka dengan senang hati beliau mengasihkan. 

Usia beliau yang sudah tidak muda lagi, tak mengurangi semangatnya untuk berbagi bahagia dengan saudara lain yang membutuhkan. Padahal kalau dilihat, kondisi beliau sendiri juga tak berlebihan. Tapi tekatnya yang kuat untuk bisa menambah pahala amal sholeh dengan bersedekah, maka aktivitas itu dijalankan hingga saat ini.

Kegiatan beliau sehari-hari adalah mengajar mengaji anak-anak sekitar rumahnya. Penghasilan bulanan beliau dari mengajar mengaji hanya sekitar Rp. 800 ribu.  Dari hasil mengajar itulah beliau mendapat penghasilan dari setiap bulannya.

Separuh penghasilannya tersebut, beliau pergunakan untuk membeli dagangan penjual nasi bungkus. Beliau berfikir, selain bersedekah nasi bungkus, beliau juga menolong penjual nasi yang janda tersebut. MasyaAllah, luarbiasa baik hatinya. Dalam keterbatasan fisik dan ekonomi, kakek tua ini masih peduli kepada banyak orang. 

Bisa dibayangkan, sepekan sekali setiap hari Jumat tubuh tua itu harus mengayuh sepeda dan membagikan ratusan nasi bungkus, kepada para tukang becak, pemulung, penarik gerobak sampah, sopir angkot, dan siapapun yang membutuhkan makanan. Aktifitas itu dilakukan sejak muda hingga sekarang usia lebih 92 tahun.

*******

Aktivitas sedekah yang beliau lakukan secara istiqomah, mendatangkan berkah dari Allah. Tubuhnya sehat, hatinya tentram, dan keluarganya penuh kebahagiaan. 

Hingga Allah pun memberkahi rezkinya. Siapa sangka, hanya dengan penghasilan sebagai guru mengaji di kampung. Dengan gaji tak melebihi satu juta. Itupun masih disisihkan separohnya dibelikan nasi bungkus untuk dijadikan sedekah Jumatnya. Tapi jika Allah sudah punya kehendak, untuk memanggilnya menunaikan ibadah Haji. Maka tidak ada yang sulit menurut Allah. Tidak ada yang tidak mungkin. 

Dengan perantara menabung sedikit demi sedikit yang dikumpulkan dengan istiqomah, maka lama-lama menjadi banyak. Hingga cukuplah untuk membiayai berangkat Haji ke tanah suci Mekkah. Sungguh ada fadhilah sedekah yang Allah ijinkan jadi jalan dimudahkannya memenuhi panggilan Allah.

Jika orang lain berfikir menggunakan logika, maka tidak mungkin, gaji yang jumlahnya tak sampai satu juta bisa sedekah ratusan nasi bungkus. Dan masih menyisihkan untuk tabungan Haji? Tapi bersama Allah, tidak berlaku rumus logika. Yang ada hanyalah Kun Fayakun nya Allah. Ketika Allah sudah menghendaki hamba-Nya untuk menunaikan ibadah Haji, maka berangkatlah hamba tersebut dengan ijin Allah. Itulah berkahnya
 orang yang menjalankan ibadah dengan ikhlas karena Allah semata. Termasuk dalam sedekah ini. Hingga ada saja datangnya rezki tak disangka-sangka.

Sifat dermawan beliau, benar-benar patut diteladani oleh setiap orang. Walau mungkin penghasilannya tidak seberapa, tetapi amalnya luar biasa.

*******

Pada saat agenda safari hijrah tempo hari, saya pun diijinkan Allah untuk bertemu beliau. Ketika host bertanya, uang darimana kakek bisa bersedekah seratus bungkus, bahkan sekarang jadi 150 bungkus? Beliau menjawab dengan tegas, itu rezki dari Allah.

Padahal orang-orang penasaran, dari mana kakek mendapat uangnya. Apa mungkin uangnya didapat dari pemberian anak-anaknya yang berjumlah tiga itu? Atau mungkin dari donatur yang ikut peduli dengan misi sang kakek? Ternyata jawaban yang keluar tulus dari hatinya, bahwa uangnya dari Allah.

Demikian pula saat ditanya, dapat biaya untuk mendaftar haji itu darimana? Karena gaji yang diperolehnya tak sampai sejuta perbulannya. Orang-orang mengira, ada dermawan yang digerakkan Allah untuk membiayai ongkos hajinya. Lagi-lagi sang kakek menjawab lantang, bahwa biayanya dari Allah. MasyaAllah kakek, jawabanmu sungguh menggetarkan ruangan megah tempat acara Amazing Hijrah berlangsung.

Sungguh, kami semua malu pada kakek tua sederhana yang cerdas. Tidak cerdas bagaimana, beliau orientasinya akherat. Beliau pedagang yang sangat beruntung. Uangnya yang tidak seberapa dilipatgandakan dengan membeli saham akherat. 

Bagaimana dengan kita? Yang penghasilannya puluhan juta. Investasi apa yang sudah dipersiapkan untuk kehidupan abadinya? Apakah sudah secerdas kakek tua yang setiap hari Jum'at mengedarkan nasi bungkus untuk saudara-saudaranya yang membutuhkan makanan?

Apakah kita sudah mengambil peran untuk menyisihkan penghasilan untuk sedekah? Kalaupun sudah, seberapa banyak? Jika hanya 400-500 ribu per bulan yang disisihkan untuk sedekah, berarti kalah dong dengan kakek tua itu. Karena beliau berani menggadaikan separoh gaji untuk investasi akherat. 

Belum lagi beliau masih berfikir untuk menunaikan ibadah haji yang biayanya mahal dan diwajibkan untuk orang yang mampu saja. Sekali lagi kita kena tamparan keras dari kecerdasan sang kakek. Beliau menyisihkan keping demi keping rupiahnya untuk memenuhi panggilan Allah.

Beliau yakin fadhilah sedekah akan mendatangkan keberkahan. Beliau sangat yakin akan kekuasaan dan janji Allah. Maka sedikit demi sedikit disisihkan uang untuk niat berangkat Haji. Hingga keistiqomahan beliau membuahkan hasil. Beliau bisa berangkat haji untuk mengagungkan asma Allah.
Allahu Akbar. 

Semoga kisah ini bisa menjadi bahan muhasabah diri. Jika hari ini kita sudah belajar dari semangat dan kesabaran kakek dalam menjemput cinta Allah. Lantas kapan kita komitmen menyisihkan separoh gaji untuk membantu saudara yang membutuhkan. Terlebih untuk perkembangan dakwah Islam, agar indahnya syariat Islam bisa diterapkan ke seluruh alam. InsyaAllah.


Surabaya, 6 Oktober 2019



#SedekahTakMenungguKaya
#SedekahMemancingBerkahAllah






Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak