Oleh : Evi Riana
Aksi demi aksi mahasiswa diberbagai wilayah Indonesia yang bulan lalu ramai, kini mulai sepi tak terdengar. Ada apakah gerangan, apakah telah tuntas segala permasalahan ? ternyata tidak. Ghirah membara dari jiwa-jiwa muda yang hati nya tersentil oleh ketidakadilan dan kesewenang-wenangan penguasa bak lenyap ditelan bumi tergantikan oleh babak baru drama para penguasa.
Sayup terdengar ancaman bagi yang tetap melanjutkan, membuat suara sang kritis terancam terbungkam. Rezim panik akan eksistensinya, sehingga memanfaatkan kekuasaanya untuk membungkam sang kritis. Tak hanya ancaman untuk para mahasiswa yang beraksi, rektor dan dosen yang terlibat dalam kegiatan aksi akan mendapatkan sanksi dari Menristekdikti. Seperti yang dilansir pada laman berita tirto.id 26 September 2019 bahwa Menristekdikti Ancam SP2 bagi Rektor yang terlibat Demo Mahasiswa.
Tak heran jika rezim kian ketar-ketir, sebab sejarah telah mencatat bahwa perubahan yang terjadi di negeri +62 tak lepas dari peran mahasiswa. Sebagai contoh runtuhnya orde lama dan orde baru di awali dengan adanya aksi besar yang dilakukan oleh mahasiswa. Dari sini bisa kita lihat bahwa kampus adalah tempat yang tepat untuk menyemai benih perubahan, maka tidak kaget jika rezim kian berupaya dengan segala kebijakannya untuk membungkam dan membuat apatis civitas kampus dan mahasiswanya.
Kampus tempat tumbuh suburnya pemikiran kini tak bisa maksimal menjalankan perannya. Bahkan Menristekdikti pun menggiring para dosen yang notabene pencetak generasi terdepan ini untuk sebatas mendiskusikan permasalahan secara akademik saja.
Sebagai mahasiswa pemeran perubahan, maka sudah seharusnya kita memanfaatkan ghirah perjuangan ini untuk kebaikan dan menolak kebathilan. Sebab sudah sangat dan begitu banyak kebathilan yang terjadi di negeri tercinta ini. Kini kebathilan telah merajalela bahkan dianggap sudah biasa. Suara mahasiswa merupakan corong masyarakat, jika dengan ancaman seperti ini kita kalah, maka selamanya masyarakat bahkan kita akan berada pada keterpurukan.
Selebihnya, pergerakan mahasiswa haruslah didasari pada kesadaran yang benar, bukan hanya sikap reaktif atau bahkan hanya ikut-ikutan agar tak kalah eksis. Mahasiswa adalah sosok yang aktif, kreatif dan enerjik, maka potensi inilah yang seharusnya dilandaskan pada ideologi yang shahih. Jika saat ini hanya ada 3 ideologi yang diakui, yakni Kapitalisme, Sosialis-Komunis, dan Islam, maka sudah bisa kita tebak manakah yang layak kita pilih sebagai landasan kita untuk bergerak. Sebab bumi ini milik Allah, Indonesia pun milik Allah bukan milik para penguasa yang ingkar terhadap Allah. Wallahua’lam bi shawab