RUANGAN BOLEH KEDAP SUARA, NAMUN TIDAK UNTUK PEMERINTAH


            

Oleh : Ummu Aqeela


Pernahkah mendengar ruangan kedap suara? Ya, ruangan ini memang sengaja didesain agar siapapun orang yang berada didalam ruangan, tidak dapat mendengar apapun suara atau teriakan dari luar. Sehingga ruang dalam menjadi steril akan kebisingan yang terjadi diluar. Dalam hal bernegara tentu saja ini tidak dapat dilakukan, bagaimana mendengar gejolak rakyatnya jika pemerintahnya seolah memagari diri untuk menjadi kedap terhadap suara rakyatnya. Bukankah satu syarat mutlak seorang pemimpin adalah mampu mewakafkan seluruh inderanya untuk umat? Karen melalui indera ini pemimpin wajib peka terhadap keluhan dan penderitaan rakyat yang dipimpinnya. Kepekaan ini haruslah melekat kuat di jiwa, tertancap dan digunakan sebagai dasar melakukan segala kebijakan yang berpihak untuk rakyat. Pemimpin yang bijaksana selalu berusaha menjawab seluruh keluhan rakyat menjadi sebuah kenyataan. 


Oleh karenanya seorang pemimpin haruslah orang yang tangguh, penuh kasih sayang karena setiap jiwa umat yang dipimpinnya ada dalam genggaman pertanggungjawaban kelak dihadapanNYA. Dan satu hal yang paling utama seorang pemimpin adalah orang yang bertaqwa, beriman, dan menggantungkan segala aktifitasnya berdasarkan hukum-hukum Allah yang diyakininya.


Saat ini Indonesia menjadi negara yang darurat kepemimpinan. Bagaimana tidak, masalah kompleks disetiap sudut negeri, jeritan rakyat kecil dengan berbagai penderitaannya, belum lagi bermunculan api konflik dibeberapa daerah yang menunggu langkah untuk diselesaikan. Jika diurutkan dan disebut satu persatu masalah di negeri ini akan membutuhkan daftar yang sangat panjang tentunya. 


Semisal satu saja masalah di bidang kesehatan, sebagai negara yang katanya tergolong memiliki tingkat ekonomi terbaik di G20, Indonesia tentunya boleh dibilang sebagai negara yang makmur. Dan kita sendiripun tahu bahwa Indonesia adalah negara dengan kekayaan paling lengkap dan melimpah dibandingkan negara lain yang ada dimuka bumi ini. Ironisnya dengan tingkat perekonomian dan sumber daya alam yang luar biasa itu, Indonesia ternyata belum mampu menyelesaikan permasalahan kesehatan dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian karena penyakit yang merupakan salah satu indikator yang mudah untuk mengukur derajat kesehatan di Indonesia. 


Penyebabnya tidak lain adalah karena biaya pengobatan yang begitu mahal serta bertele-telenya administrasi untuk penyembuhan pasien. Ditambah lagi dengan tekanan pemerintah mewajibkan setiap warga negaranya untuk mendaftar sebagai peserta BPJS yang dianggap dapat memberikan jaminan kesehatan untuk setiap warganya. Namun kenyataannya ini hanyalah kedok sebagai ladang bisnis untung rugi dan rakyatlah yang dijadikan sumber dari bisnis ini. Keputusan pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS 100% pun semakin memberikan mimpi buruk bagi warga miskin. Kenaikan yang ditetapkan per 1 Januari 2020 tahun depan dianggap sebagai langkah yang diambil untuk mengatasi defisit yang dialami perusahaan jaminan kesehatan ini. ( CNBC Indonesia 07 Sebtember 2019 ).


Rencana kenaikan ini pun mendapat penolakan dari masyarakat. Pasalnya, kenaikan iuran itu dianggap membebani dan menurunkan daya beli masyarakat.

Namun, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris meyakini kenaikan iuran tersebut masih terjangkau bagi masyarakat. Sebab, jika dihitung perharinya, biaya yang dikeluarkan masyarakat masih relatif terjangkau.

“Narasi iuran ini untuk kelas I masyarakat non formal kurang lebih Rp 5.000 per hari. Untuk dana pemeliharaan diri hanya Rp 5.000 per harinya,” ujar Fahmi di Jakarta, Senin (7/10/2019). (Kompas.com 08/10/2019).  Beginilah jika cengekraman sekulerisme-kapitalisme menguasai negeri, rakyat bukan menjadi prioritas utama dalam segala tindakan yang dilakukan, namun hanya kepentingan untuk keuntungan pribadi dan golongan semata. 


Dalam Islam kesehatan adalah salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Dimana mekanisme pemenuhannya langsung dikelola oleh negara atau penguasa. Karena dalam sistem Islam, negara adalah pengatur, pengayom dan pelaksana segala urusan rakyat sesuai yang disabdakan Rasullulah SAW: “ Imam ( penguasa ) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR Al Bukhari dari Abdullah bin Umar ra) “. Karena kesehatan adalah tanggung jawab negara maka tidak akan sebegitu mudahnya diserahkan ke pihak swasta dalam pelaksanaannya. Dan dalam realitanya itu rakyat tidak akan dibebankan biaya sepeserpun, akan tetapi negara akan mengoptimalkan kekayaan alam yang dimiliki, sehingga hasilnya bisa dirasakan oleh rakyat salah satunya untuk pembiayaan kesehatan. Maka sudah menjadi kewajiban negara menyediakan fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit, Klinik, obat-obatan, dan keperluan yang dibutuhkan oleh seluruh rakyatnya. 


Sehat adalah hak asasi warga negara yang diatur dalam konstitusi, karena kesehatan merupakan komponen penting suatu bangsa. Rakyat yang sehat bukan hanya secara fisik saja, melainkan juga sehat secara mental, moral, sosial, spiritual, dan intelektual. Dalam Islam masalah kesehatan sungguh luar biasa diperhatikan, karena kesehatan adalah unsur utama penunjang dalam melaksanakan segala rutinitas ibadah kepada Allah SWT. Ini dapat diwujudkan jika kita mempunyai satu pemikiran dan tujuan yang sama yaitu mengembalikan roh Islam kedalam setiap jiwa untuk diterapkan dalam tatanan kenegaraan. Sehingga semua umat merasakan nikmatnya sehat secara jasmani dan rohani dalam bingkai syari'at Islam yang mumpuni. 


Wallahu'alam bishowab.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak