Oleh : Waode Rachmawati, S.Pd, M.Pd
Tahun politik kali ini diwarnai dengan berbagai masalah dan kegaduhan. Persoalan dimulai masa kampanye sampai pasca pemilu/pilpres, tuduhan radikal terhadap sekelompok gerakan dakwah islam kembali mencuat. Tudingan ini begitu masif diarahkan kepada kelompok dakwah yang mendakwahkan penerapan syariat islam kaffah. Pengaruh gerakan dakwah yang konsisten dengan penerapan syariat islam kaffah, ternyata cukup mempengaruhi dan membangkitkan semangat perjuangan dan perubahan di berbagai lapisan masyarakat Indonesia.
Kemudian rezim hari ini menganggap bahwa dakwah syariat islam secara kaffah merupakan bahaya laten yang dianggap akan mengancam keutuhan NKRI, mengancam pancasila dan bhineka tunggal ika. Gerakan ini bahkan diopinikan lebih berbahaya dari ideologi PKI dan paham sipilis yang jelas-jelas telah menumbuhkembangkan budaya-budaya perusak generasi. Oleh karena itu pemerintah menggunakan isu islamophobia seperti radikalisme dan terorisme untuk menghalau atau menekan pergerakan dakwah tersebut.
Muncullah rangkaian narasi bahwasannya radikalisme ialah cikal bakal dari terorisme demi penegakan syari'at Islam menyeluruh dalam bingkai negara. Isu-isu itu digelontorkan dalam ajang perang pemikiran. Termasuk sebagai upaya memporak-porandakan pemikiran kaum Muslimin, sehingga membenci sebagian ajaran agamanya sendiri seperti khilafah.
Radikalisme Membungkam Kebangkitan Islam
Radikalisme adalah isu politik untuk membungkam dakwah Islam yang meminjam legitimasi hukum, sehingga dapat menghalangi kebangkitan Islam. Radikalisme bermula dari isu politik, mengambil sarana politik hukum untuk kemudian menggunakan kebijakan hukum dalam mengeksekusinya. Target isu radikalisme adalah untuk membungkam gerakan Islam yang berorientasi pada visi Islam kaffah, Islam sebagai ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Sebagaimana pernyataan dari Dr. Luthfi Hakim SH MH (21/7/19) melalui diskusi ILF Ke-11 yaitu: "Islam itu selain agama juga sebuah ideologi, sebagaimana ideologi kapitalisme maupun sosialisme. Konsepsi Islam kaffah, yang memberi aturan hidup bagi seluruh problematika kehidupan inilah, yang membuat barat berusaha keras membungkam kebangkitan Islam politik" tegasnya.
Salah satu strategi Barat dalam membungkam kebangkitan Islam yaitu proses radikalisme lebih sering menggunakan pendekatan stigmatisasi, tanpa dasar hukum yang jelas, akan tetapi seolah dianggap merupakan kebijakan implementasi hukum. Jika ditelusuri, tak ada rujukan UU atau produk legislasi yang jelas yang dijadikan sandaran hukum untuk menjalankan visi deradikalisasi.
Saat ini rezim menggunakan metode belah bambu. Kelompok Islam yang dituding radikal dialienasi, diasingkan dari interaksi publik. Sementara kelompok Islam sekuler, liberal, pro rezim diberi ruang dan dipromosikan sebagai kelompok Islam yang damai. Seseorang atau sekelompok orang mudah sekali mendapat diskriminasi hukum hanya karena labeling, stigmatisasi. Ide khilafah, jihad, cadar, jenggot, baju cingkrang, istilah hijrah, bahkan bendera tauhid distigma sebagai sesuatu yang harus diwaspadai karena semuanya dianggap radikal.
Hari ini, tekanan itu bahkan makin masif dan nampak kian terstruktur. Statement-statement beberapa pejabat penting di semua lini dan institusi pun terus diaruskan. Seolah rezim penguasa sedang menabuh genderang perang terhadap apa yang mereka sebut sebagai ancaman radikalisme Islam. Fakta ini terlihat sejalan dengan proyek perang global melawan radikalisme yang sedang dijalankan oleh Amerika dan negara sekutunya, melanjutkan apa yang disebut perang global melawan terorisme yang sejatinya perang melawan kebangkitan islam politik atau khilafah pada skala global.
Tak dapat dipungkiri bahwa geliat kebangkitan Islam memang makin menguat sejalan dengan merebaknya kerusakan akibat penerapan sistem sekuler demokrasi kapitalisme neoliberal. Sistem ini terbukti telah gagal membawa manusia ke dalam kemuliaan dan kesejahteraan hakiki. Bahkan sistem ini sukses menumbuh suburkan berbagai kerusakan di berbagai aspek kehidupan. Aspek moral, ekonomi, sosial budaya, bahkan politik dan hukum, semuanya nyaris mengalami krisis.
Di pihak lain, penerapan sistem batil ini, sukses membuka jalan penjajahan. Hingga negeri kaya raya seperti Indonesia dan negeri-negeri Muslim lainnya menjadi lahan bancakan kaum kapitalis yang di-backup negara-negara adidaya. Sumber dayanya dikuras, manusianya dimanfaatkan sebagai tenaga kerja murah dan visi politik penguasanya disetir agar sesuai arahan penjajah. Menjadi negara pengekor yang tak punya kemandirian dengan kompensasi dukungan kekuasaan dan kesempatan menikmati sedikit bangkai dunia yang melenakan.
Isu radikalisme, sesungguhnya hanyalah alat Barat dan para anteknya melawan kebangkitan Islam. Agar umat dengan rela menjadi pagar betis rezim sekuler menghadapi arus pergerakan dakwah yang kian tak bisa dihadang. Mereka pikir, roda sejarah bisa mereka dikte sesuai keinginan. Padahal mereka takkan pernah mampu melawan benih-benih kehancuran yang melekat pada ideologinya sendiri dan kini kian dirasakan kerusakannya oleh setiap orang yang memiliki kesadaran.
Optimisme Meraih Kebangkitan Islam
Sejarah pertarungan antara yang haq dan batil adalah abadi selama masih ada kehidupan. Rasulullah saw. melakukan dakwah dan perjuangan melumpuhkan system jahiliah dan menawarkan islam. Rasulullah saw. begitu optimis bahwa hadirnya islam akan melenyapkan kebatilan. Bagi Allah kebatilan seperti buih yang lemah dan akan hilang.
Islam adalah kebenaran, sedangkan ideologi kapitalisme dan komunisme adalah kebatilan. Sejarah akan terus berulang, pertarungan haq melawan batil akan terus terjadi. Yang dibutuhkan adalah peran perjuangan yang benar oleh kaum muslim sesuai metode perjuangan dakwah Rasulullah saw. Kembali fokus dan konsisten pada perjuangan visi utama umat ini adalah menjadi hamba, menerapkan Islam secara kaffah, menyerahkan seluruh kedaulatan kepada Allah SWT. Sebab, kedaulatan rakyat yang diadopsi demokrasi itu, nyatanya menyelisihi ajaran Nabi Muhammad SAW yang meletakan kedaulatan pada Al Qur’an. Sungguh kemenangan Islam adalah keniscayaan sejarah dan janji Allah. Dan setiap makar yang dibuat untuk melawannya akan kembali pada pembuatnya.