Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*
Musim kemarau panjang menyebabkan warga Pulau Laut, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, mengalami krisis air bersih. Namun tahun ini kondisi krisis air bersih lebih parah dari tahun sebelumnya. Untuk mendapatkan air bersih warga Pulau Laut terpaksa membeli air bersih dari pedagang air dadakan seharga Rp75 ribu tiap tandon (1.200 liter). Kondisi krisis air bersih ini dirasakan cukup berat bagi masyarakat di tengah melonjaknya harga berbagai kebutuhan pokok.
Seorang aktivis lingkungan di Kotabaru menegaskan krisis air bersih menjadi salah satu masalah dihadapi masyarakat.“Kotabaru juga menghadapi ancaman kerusakan lingkungan jika pulau ini ditambang. Saat ini pencemaran limbah batubara juga banyak dikeluhkan masyarakat nelayan,” ujarnya (mediaindonesia.com, 9/9/2019).
Selain di Banjarmasin kebocoran pipa di PDAM juga terjadi di Banjarbaru. Akibatnya warga di Guntung Manggis dan areal Landasan Ulin sekitarnya juga sempat tidak bisa menikmati air dari PDAM. Salah satu warga, menyebutkan, Air sumur yang digunakan untuk cadangan air juga tidak bisa lagi mengalir karena musim kemarau berkepanjangan yang berdampak pada keringnya air di dalam sumur. (banjarmasin.tribunnews.com, 8/9/2019).
Puluhan hektare lahan pertanian di Desa Kayu Rabah Kecamatan Pandawan Kabupaten Hulu Sungai Tengah terancam gagal panen. Musim kemarau membuat sebagian pertanian di sana menguning dan mengalami kekeringan. Bahkan, padi yang seharusnya berisi menjadi kering dan kosong (banjarmasin.tribunnews.com, 4/9/2019).
Kepala Dinas Tanaman Pangan Dan Hortikultura Prov Kalsel, menjelaskan tentang penyebab naiknya harga cabai di pasaran. Menurutnya, musim kemarau membuat petani kekurangan sumber air sehingga menyebabkan harga cabai melonjak. Selain itu, pihaknya sudah hampir kehabisan stok sehingga akan mendatangkan dari luar daerah, akibatnya harga kemungkinan akan meningkat (kalselprov.go.id, 9/9/2019).
Pasokan air bersih di beberapa daerah khususnya di Kalsel kian hari kian susut. Rakyat menjadi kesulitan beraktivitas mengingat air merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan. Rusaknya alam akibat kapitalisasi lahan dan hutan menyebabkan fungsinya sebagai reservoir bagi kehidupan masyarakat sekitarnya hilang. Dan ini berpengaruh terhadap hasil pertanian masyarakat, hingga produksinya menurun dan harga melambung. Inilah buah dari diterapkannya liberalisasi kepemilikan di negeri ini.
Banyak terjadi penggundulan hutan untuk aktivitas penambangan dan perkebunan perusahaan. Mereka menebangi pohon dan membakar lahan. Selain itu, alih fungsi lahan untuk gedung dan pusat perbelanjaan, menyebabkan permukaan tanah tertutup. Sehingga tiada pohon-pohon yang mampu menyerap air hujan dan menyimpannya di dalam tanah.
Kapitalisasi lewat aturan yang diterapkan di negeri ini, membuat hutan, dan sumber daya alam dikuasai oleh korporasi. Para pemilik modal (kapitalis) tengah bermain dengan penguasa. Pemberian izin para pengusaha swasta dan asing untuk mengelolaan lahan, hutan, dan sumber daya alam terjadi akibat penerapan sistem Kapitalisme neoliberal.
Kebebasan kepemilikan bagi individu maupun swasta membuat negara tak berdaya untuk memberikan sanksi kepada para kapitalis. Melakukan ekploitasi secara bebas, tanpa memedulikan dampak yang dialami masyarakat. Seperti, kekeringan, sulitnya air bersih, rusaknya lingkungan, karhutla, hingga pencemaran kabut asap yang sangat berbahaya.
Maka, harus ada usaha dan kesadaran bersama yang dapat dilakukan untuk mengatasi kekeringan. Pertama, negara dapat melakukan edukasi dan penyuluhan untuk membangun kesadaran masyarakat. Negara bersama masyarakat membangun, merehabilitasi, dan memelihara konservasi lahan dan air. Termasuk melindungi hutan lindung, daerah resapan air, dan sebagainya agar tetap pada fungsinya. Sekaligus menindak oknum penyalahgunaannya.
Kedua, negara harus membangun jaringan irigasi, waduk, dan mesin penggerak air di sejumlah titik. Negara memberikan sarana produksi berupa benih, pupuk, pompa spesifik lokasi kepada masyarakat. Ketiga, negara bersama-sama masyarakat harus mengembangkan budidaya hemat air.
Rasulullah Saw bersabda, "Manusia itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.” [HR Abu Dawud dan Ahmad].
Menurut pandangan sistem Islam, manusia harus menjalani kehidupan dengan berpedoman pada syari'ah-Nya. Seperti, terkait hutan dan sumber daya alam di bumi sepenuhnya milik rakyat. Negara harus mengelolanya untuk kemaslahatan umat. Sementara hutan menjadi sumber daya yang vital sebagai penyangga kehidupan. Karena dari hutan siklus air akan terus terjaga, sehingga masyarakat akan mudah memperolah air yang bersih.
Penguasa tidak boleh menyerahkan milik rakyat kepada individu, pengusaha swasta maupun asing. Yang mengakibatkan umat kehilangan kekayaan, mengalami keterjajahan, serta mengalami kesempitan hidup. Dalam pandangan sistem Islam, penguasa negeri harus turun tangan mengelola kepemilikan umum dengan tetap memperhatikan lingkungan. Ketika rakyat dan negara menerapkan syari'ah-Nya, keberkahan dari Allah SWT pun akan dicurahkan dari langit dan bumi.[]
*) Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.