Oleh: Desi anggraini
Alumni mahasiswa sospol, pegiat opini
Kasus asusila terhadap pelajar terulang kembali. kali ini pelajar SMA asal kota Palembang yakni FN (16) mengalami pemerkosaan oleh sang pacar FP (18) asal kota Prabumulih. FP meninggalkan sang pacar setelah menyetubuhinya di Desa Rambutan Kecamatan Indralaya Utara dalam keadaan compang-camping (https://palembang.tribunnews.com/2019/10/26/kronologi-siswi-diculik-usai-diperkosa-ditinggalkan-dengan-keadaan-compang-camping-lokasi-indralaya).
Kasus-kasus pemerkosaan seperti ini bukan kali pertama terjadi, Sebelumnya ada remaja bernasib serupa asal Jambi yakni WA (15) yang mengalami pemerkosaan oleh kakak kandungnya sendiri AA (18), hingga sang adik hamil (https://tirto.id/2018-jadi-tahun-yang-buruk-bagi-korban-kekerasan-seksual-dcKw)
Tak kalah menyayat hati, Agni Mahasiswi Universitas Gajah Mada (UGM) juga mengalami pemerkosaan yang dilakukan oleh rekannya sesama mahasiswa saat menjalani Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) periode Juli-Agustus 2017, naas pihak kampus hanya menanggapi kasus ini sebagai pelanggaran ringan, pelaku hanya diberi sanksi penundaan kelulusan dan pengulangan KKN.
Mirisnya, ditengah kejahatan seksual yang senantiasa mengintai kaum hawa dinegeri ini, pemerintah tak kunjung memberikan payung hukum yang tegas bagi para pelaku. Alih-alih memberikan perlindungan dan keamanan yang dapat menjaga kehormatan dan kemuliaan perempuan, pemerintah justru mengesahkan RUU PKS yang cenderung pro terhadap perbuatan zinah yang amat dimurkai Allah SWT, naudzubillah. (https://nasional.tempo.co/read/1248601/moeldoko-pemerintah-mendorong-pengesahan-ruu-pks)
Maraknya kasus-kasus kekerasan seksual ini semakin hari semakin meningkat. Hal ini tidak bisa dipungkiri, karena banyaknya stimulus yang dapat mengarahkan kepada perilaku asusila ini, mulai dari akses konten pornografi yang begitu mudah diakses (Kementrian Kominfo: 4500 pelajar SMP dan SMA di 12 kota besar mengakses konten pornografi sebanyak 97%), hingga propaganda melalui film-film yang sarat akan hubungan seks bebas. Sebut saja film "Dua Garis Biru" yang mendapat pro kontra dari kasyarakat, film "SIN" yang memuat hubungan seks sedarah, dan Film kontroversi "Dilan" yang mengajarkan budaya berpacaran dikalangan remaja.
Beginilah potret negara sekuler yang menerapkan hukum buatan manusia. Hal ini tentu berbeda apabila penanganan problematika masyarakat yang mengambil solusi dari wahyu Ilahi didukung penguasa negeri yang penuh ketaatan kepada Allah untuk menerapkan aturan-Nya.
Sejarah Islam yang pernah berjaya 13 abad terbukti memberikan keamanan dan perlindungan khususnya dalam perlindungan terhadap kaum hawa. Telah mansyur kisah Khalifah Mutashim yang memberikan perlindungan kepada seorang muslimah yang diganggu oleh seorang Yahudi. Sang Khalifah yang merasa terciderai karena seorang Yahudi ini menginjak ujung gamis muslimah tersebut. Sontak ketika mendengar berita tersebut Khalifah Mutashim mengirimkan ratusan ribu tentaranya demi membela kehormatan dan kemuliaan muslimah tersebut, hingga hal ini membuat gentar Yahudi jahil itu dan tak lagi mengulangi tindakan konyolnya.
Kisah lain yang tak kalah menyentuh hati adalah Kebijakan yang dibuat oleh Khalifah Umar Bin Khattab, tatkala beliau mendengar syair seorang istri prajurit yang ditinggal berjuang ke medan jihad. Kerinduan mendalam terhadap suaminya hampir membuat wanita tersebut melakukan perzinahan dengan lelaki lain. Setelah mendengar rintihan wanita tersebut Umar Bin Khattab membuat kebijakan agar pasangan yang menikah tidak boleh meninggalkan istrinya lebih dari empat bulan.
Peradaban kapitalis sekuler terbukti menyengsarakan dan tak dapat melindungi kehormatan dan kemuliaan perempuan. Sedang peradaban Islam nan gemilang telah terbukti melindungi dan memuliakan perempuan. Kedua kisah diatas adalah contoh bahwa penerapan aturan dalam naungan kepemimpinan Islam mampu mencegah perzinahan dan menindak tegas siapapun yang melecehkan kehormatan perempuan.
Maka sudah seharusnya umat islam sadar akan urgentnya penerapan kembali aturan islam di segala sendi kehidupan dalam naungan pemerintah Islam, karena hanya dengan kepemimpinan Islam lah hukum Allah dapat diterapkan secara Kaffah, bukan menerapkan aturan hidup buah pikir manusia yang penuh cacat dan membawa derita bagi umat manusia.
Wallahu a'lam bishowab