Oleh: Sri Yana
Pemerintah dan partai-partai politik Indonesia mengerahkan serta membiayai pasukan siber alias buzzer (penggonggong/pendengung) di media sosial untuk memanipulasi opini publik, demikian hasil penelitian para ilmuwan dari Universitas Oxford, Inggris baru-baru ini.(faktakini.net,4/10/2019)
Dalam laporan itu juga, dibeberkan bahwa pemerintah dan partai-partai politik di Indonesia menggunakan buzzer untuk menyebarkan propaganda pro pemerintah/partai, menyerang lawan politik, dan menyebarkan informasi untuk memecah-belah publik.
Sangat ironi sekali, dengan pemerintah maupun partai-partai politik di Indonesia kita saat ini, demi kekuasaan semata menggunakan para buzzer untuk menyebarkan informasi bohong atau hoax yang fungsinya memecah belah publik. Yang seharusnya pemerintah mengayomi rakyatnya, malah membuat keresahan kepada rakyatnya berupa berita-berita yang tidak benar.
Semua ini terjadi, karena kebobrokan sistem pemilihan pemimpin di sistem demokrasi yang tegak di atas fondasi kebohongan produksi para buzzer bayaran yang mendapat upah kisaran 1 juta sampai 50 juta. Biasanya para buzzer ini bergerak di tiga media sosial utama, yaitu facebook, twitter, instagram, serta di aplikasi whatsapp.
Pemerintah atau partai menugaskan para buzzer, yaitu dari pihak swasta atau kontraktor, serta politikus untuk menyebarkan propaganda, serta pesan-pesan di media sosial. Kemudian alat yang digunakan berupa akun-akun palsu.
Begitulah pemerintah yang lahir atau dipilih dari cara-cara yang tidak baik berupa kebohongan lazimnya akan melahirkan berbagai kebohongan. Sehingga permasalahan di negara ini tak kunjung selesai, malah masalah akan semakin rumit, karena tidak dipimpin oleh orang-orang yang amanah. Ditambah dengan sistem demokrasi yang mendukung terjadinya penyelewengan dan korupsi yang melibatkan baik dari tingkat bawah sampai tingkat pemerintah.
Oleh karena itu, saatnya kita beralih kepada sistem Islam, yang mana melahirkan pemimpin yang amanah, dan dipilih juga karena memenuhi syarat in i'qad, bukan karena iklan atau peran para buzzer tersebut. Sehingga para buzzer Sampai-sampai naik daun, karena kebutuhan para pemimpin, pemerintah, maupun partai-partai politik.
Berbeda dengan sistem Islam, yang memilih pemimpin dengan cara dibai'at. Bai'at adalah janji untuk taat. Yaitu cara Islam mengangkat pemimpin atau khalifah.
Ketika Rasulullah Saw diutus, setiap orang yang masuk islam, membaiat beliau. Mereka berjanji setia untuk mendengar dan taat kepada semua aturan beliau dan juga berbaiat untuk melindungi beliau.
Dalam sejarah Nabi Saw, kita mengenal baiat aqabah pertama, baiat aqabah kedua, kemudian ada juga baiat ridhwan, untuk menuntut darah Utsman.
Salah satu isi baiat sahabat kepada Nabi Saw, dinyatakan dalam hadits dari Abbas bin Abdul Muthalib ra, bahwa ada beberapa orang Madinah yang membaiat Nabi Saw. Mereka bertanya,
“Apa yang harus kami Baiatkan?”
Lalu beliau bersabda,
Kalian baiat aku untuk mendengar dan taat, baik ketika sedang semangat maupun lagi malas. Untuk memberi nafkah baik ketika sedang sulit maupun sedang longgar, untuk selalu amar makruf nahi munkar, menyatakan kebenaran syariat Allah, tanpa takut dengan celaan apapun. Dan baiat untuk membelaku jika aku datang ke negeri kalian, dan melindungiku sebagaimana kalian melindungi diri kalian, istri kalian, dan anak kalian. Sehingga kalian mendapat surga. (HR. Ibn Majah 7012 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).(konsultasi syariah,6/11/2015)
Dengan memilih pemimpin yang dibai'at, oleh kaum muslimin untuk menerapkan Islam yang merupakan sumpah atau janji kepada Allah SWT dapat mencegah terjadinya korupsi dan tidak akan laku lagi jasa-jasa para buzzer.
Wa'allahu a'lam bish shawab