Mewujudkan Zero Karhutla



Oleh: Gusti Nurhizaziah*

Karhutla yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan menjadikan sejumlah daerah dilanda kabut asap. Akibatnya di kota Tarakan sejumlah penerbangan tertunda, di Palembang bahkan telah memakan korban jiwa.

Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup ada 49.266 hektar hutan dan lahan terbakar di Riau pada periode Januari-Agustus 2019. Bahkan ada enam provinsi lain yang ribuan hektar hutan dan lahannya mengalami perkara serupa. Hal ini tentu memberikan dampak buruk pada kesehatan, pada periode awal tahun ini saja sudah tercatat 281.626 orang mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dan pada pekan kedua September saja jumlahnya meembus 4.306 orang. (Riaupost.com)

Namun tak kalah menyesakkan, disebuah media diberitakan bahwa tiga pelaku pembakar hutan di Riau mengaku dibayar oleh pengusaha. Musim kemarau seperti saat ini memang kerap dimanfatkan untuk membuka lading baru. Sayangnya cara yang ditempuh justru merugikan banyak pihak, yakni dengan membakar hutan. 

Sementara dalam media lain diberitakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan pernyataan bahwa menduga ada perusahaan asing terlibat dalam kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Perusahaan asing itu berasal dari Singapura dan Malaysia, dan 4 dari 43 perusahaan yang disegel telah ditetapkan sebagai tersangka. Anehnya, tidak ada satupun api yang melahap lahan perkebunan sawit dan tanaman industri lainnya.

Masalah karhutla yang terus berulang tiap tahunnya harus segera dihentikan dan dicari solusinya. Mengingat Indonesia adalah paru-paru dunia, jika karhutla terus berlangsung maka dampak buruknya tidak hanya dirasakan negeri ini tapi juga dunia. Kebakaran hutan bisa terjadi karena faktor alam dan faktor manusia. Menurut rilis resmi yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia pada 4 Maret 2019, penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia 99% adalah akibat ulah manusia dan 1% adalah akibat alam.

Jika kita melihat fakta di atas maka sangat wajar hal ini terjadi, hal ini karena rezim yang berkuasa di negeri ini menerapkan sistem ekonomi neoliberalisme yang lahir dari ideologi kapitalisme. Sistem ini membolehkan swasta untuk mengeruk kekayaan negara atas nama investasi, tanpa memedulikan kerugian terhadap manusia dan alam. Dengan konsep ekonomi yang terkenal yaitu modal sedikit dengan keuntungan sebesar-besarnya, tapa memedulikan apakah diperoleh dengan melalui jalan halal atau haram.

Maka benarlah firman Allah swt dalam Al-Qur’an

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS Ar-Ruum: 14)

Hutan hakikatnya adalah milik Allah swt yang diamanahkan pada manusia untuk memelihara dan mengelolanya dengan sebaik-baiknya. Islam yang diturunkan oleh Allah swt bukan hanya sekedar untuk mengatur masalah ibadah, tapi juga untuk memecahkan problematika manusia juga mengatur bagaimana pengelolaan hutan. Dalam Islam mengatur hutan terkategori kepemilikan umum bukan milik individu atau negara. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah saw “Kaum muslim berserikat (sama-sama memiliki hak) dalam tiga hal: air, padang rumput (hutan), dan api.” (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).

Jadi syariah memandang pengelolaan hutan hanya dilakukan oleh negara, bukan diserahkan pada pihak lain, baik swasta atau asing. Dan hasilnya wajib dikembalikan pada rakyat, bisa dalam bentuk layanan publik seperti kesehatan, pendidikan dll. Negara juga akan memberikan sanksi (ta’zir) tegas terhadap pihak yang merusak hutan. Selain itu penguasa juga wajib memperhatikan pengelolaan alam agar terhindar dari dampak kerusakan ekosistem, apalagi sampai membahayakan manusia seperti yang terjadi saat ini.

Sistem Islam ini hanya bisa diwujudkan dengan penerapan syariah Islam secara menyeluruh (kaffah), yakni melalui penerapan syariah Islam dengan sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti metode (manhaj) kenabian. Dengan menerapkan Islam kaffah dan meninggalkan sistem kapitalis liberal maka akan terwujud Zero Karhutla.

*Penulis
Nama : Gusti Nurhizaziah
Aktivitas : Ibu Rumah Tangga

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak