Oleh: Sinta Nesti Pratiwi
(Pemerhati Sosial Asal Konawe, Sulawesi Tenggara)
Sekitar 31 ribu personel Polri dan TNI dikerahkan untuk mengamankan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, Joko Widodo - Ma'ruf Amin pada Ahad, 20 Oktober 2019. Pengamanan acara itu dinilai berlebihan dan membuat masyarakat tak nyaman. (TEMPO.CO)
Tito menjelaskan dalam wawancara nya “Pengalaman kami beberapa kali terjadi, adik-adik mahasiswa pada siang hari (berdemonstrasi) aman saja, tapi malamnya mulai lempar batu, bakar-bakaran, ada senjata berbahaya, merusak fasilitas umum," ujar Tito Karnavian usai apel pengamanan pelantikan tersebut di Lapangan Silang Monas, (Kamis, 17 Oktober 2019).
Tak hanya itu, polisi juga mengeluarkan larangan berdemonstrasi di seluruh daerah hingga pelantikan besok. Meskipun mengakui bahwa demonstrasi merupakan hak yang dilindungi undang-undang, Tito menyatakan bahwa hal itu sebagai diskresi Polri untuk menjaga harkat dan martabat bangsa. “Kami tidak mau menanggung risiko bangsa dicap buruk. Ini momentum untuk menunjukkan ke dunia internasional bahwa kita bangsa yang besar, tertib dan damai,” kata Tito.
Menyoal Isu Pasca Pemilu
Seolah menegaskan mendesaknya pengamanan yang lebih ketat, Polda Metro Jaya mengungkap keberhasilannya menggagalkan plot bom ketapel, di hari pelantikan Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin pada 20 Oktober 2019. Komplotan para tersangkanya disebut masih terkoneksi dengan kelompok bom ikan dosen IPB Abdul Basith, eks Danjen Kopassus Soenarko, dkk.
“Rencananya untuk ketapel dan bola karet itu akan dipakai di Gedung MPR (lokasi pelantikan presiden) untuk menyerang aparat,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono, di kantornya, Senin, 21 Oktober 2019.
Peristiwa demikian harusnya tidak terjadi. Pengamanan personil yang ribuan anggota kepolisian dengan alasan akan adanya demonstrasi serta penggagalan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden. Justru alasan itu akan menjadi tanda tanya besar di tengah masyarakat, mengapa hal itu bisa terjadi dalam pelantikan Presiden dan Wakil Presiden?
Dengan banyaknya peristiwa-peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat menjelang pemilu dan pasca pemilu, itu membuktikan bahwa rakyat betul-betul diintimidasi oleh rezim yang ingin berkuasa untuk dua periode.
Lagi dan lagi rakyat dihadapkan dengan problem yang sangat dzolim, mengkritik dan bersuara untuk problem umum masyarakat dikaitkan dengan adu domba, menyebar hoax, dll.
Negara ini kan menganut paham demokrasi, mengapa rakyat inginkan perubahan justru diintimidasi? Rakusnya rezim saat ini, untuk berkuasa kedua kalinya, membuktikan bahwa rezim ini tidak betul-betul hadir untuk rakyatnya, justru sebaliknya menjadi beban bagi rakyat dengan kebijakan rezim yang sangat dzalim.
Kok bisa ada sekelompok orang mau menggagalkan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, dengan pengamanan begitu ketatnya? Mengapa pengamanan ketat seperti itu tidak dimiliki rakyat yang sedang terancam jiwanya yang berada di daerah konflik (baca: Wamena) apakah rakyat tidak berhak memiliki rasa aman di negerinya sendiri?
Islam Memandang
Islam hadir ditengah masyarakat untuk memberi jalan terbaik untuk permasalahan negeri ini. Penguasa terpilih atas kesepakatan para ulama dengan penilaian, pantaskah Ia menjadi pemimpin bagi rakyatnya bukan sebaliknya.
Pemimpin yang dicintai rakyat, dan rakyat ridho atas kepemimpinannya sedangkan jiwa rakyat terancam oleh konflik suatu wilayah di negeri dengan sistem pemerintahan Islam, penguasa turut bertanggung jawab penuh atas jiwa, harta, dan martabat rakyatnya tersebut.
Tidaklah pantas pengamanan pelantikan yang begitu ketat, dengan dalil ini-itu di tengah saudara kita yang jiwanya terancam di luar sana. Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, harusnya rakyat menyambut sukacita bukan dengan sebaliknya. Kalau demikian, berarti ada yang salah dengan rezim ini. Wallahu a'lam Bishawab