Oleh: Endah Husna
Ketidakharmonisan berujung pertengkaran dan kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang disebabkan faktor kesulitan ekonomi mendominasi kasus perceraian di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Bahkan angkanya melonjak dalam tiga tahun terakhir. Dari data Pengadilan Agama Kabupaten Gresik tahun 2017 ada 1.854 kasus, tahun 2018 menjadi 1.932 kasus, dan per juli 2019 ada sekitar 1.086 kasus perceraian. (SuaraJatim, 18 september 2019).
Sedangkan data di Pengadilan Agama (PA) Ponorogo, sejak Januari hingga September 2019 tercatat ada pengajuan perkara pernikahan sebanyak 1.777 kasus. "Masalahnya yang melatarbelakanginya adalah karena faktor ekonomi," tutur Humas Pengadilan Agama Misnan Maulana. Selain faktor ekonomi, imbuh Misnan, faktor perselingkuhan juga menjadi sebab lain. Rabu (9/10/2019), (detiknews).
Jawa Timur menduduki ranking tertinggi angka perceraian, dibanding Jawa Barat dan Jawa Tengah. Ungkap Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dalam acara Konsolidasi Perencanaan dan Penganguran BKKBN di Surabaya, Senin malam (16/9/2019).
Prihatin, mendapat ranking tertinggi namun dalam kasus perceraian. Siapa yang ingin rumah tangganya berpisah dengan perceraian, tidak ada satupun yang bercita-cita demikian. Adalah fitrahnya manusia ingin senantiasa bersama dalam biduk cinta, saling memahami dan bekerjasama menjalankan fungsi-fungsi keluarga, ketakwaan kepada Allah SWT termasuk didalamnya. Yang akhirnya muncul kasih sayang, ketentraman meliputi seluruh anggota keluarga.
Namun tantangan akan menghadang, tatkala sebuah keluarga sakinah mawadah warahmah ini ada dalam masyarakat yang memisahkan kehidupan sehari-hari dengan Allah SWT. Adalah Kapitalis-sekuler, sebuah aturan yang memisahkan Allah SWT dari kehidupan sehari-hari. Maka muncullah aturan manusia sebagai pengganti aturan dari Allah SWT.
Sebagaimana kasus perceraian di gresik, sebagian besar karena faktor ekonomi. Dan sebagian adalah karena adanya Wanita Idaman Lain (WIL). Faktor ekonomi, semakin mahalnya harga kebutuhan pokok, sulitnya mencari pekerjaan bagi kaum laki-laki, biaya listrik, biaya sekolah, biaya air dan biaya-biaya kehidupan lainnya yang masih harus mengeluarkan uang. Semakin mahalnya biaya hidup disebabkan oleh diterapkannya Ekonomi Kapitalis. Dengan landasan, "Memperoleh sebanyak-banyaknya keuntungan, dengan modal sedikit", membuat sistem ekonomi kapitalis menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Hingga halal dan haram tidak lagi menjadi patokan.
Mengenai faktor perceraian karena adanya wanita idaman lain, dalam kapitalis sangatlah wajar adanya. Karena kapitalis memberi kebebasan dalam bergaul dengan siapapun tanpa batasan.
Berbeda dengan Islam, Islam menjamin tercukupinya kebutuhan pokok seluruh warganya. Negara sebagai institusi resmi akan menjalankan aturan Islam, aturan yang berasal dari Allah SWT. Mulai dari ekonominya, Islam mewajibkan kepada para suami untuk menafkahi anggota keluarganya. Maka lapangan pekerjaan akan sangat terbuka lebar, utamanya kepada laki-laki. Biaya kehidupan tidak akan semahal sekarang, bahkan mungkin saja ada yang gratis, semisal pendidikan.
Demikian juga mengenai pengaturan pergaulan. Islam melarang khalwat, sehingga dalam bekerjapun kondisi khalwat tidak akan dijumpai.
Dan yang lebih utama adalah Islam senantiasa mendorong ketakwaan, ketaatan kepada Allah SWT. Mulai dari institusi terkecil, yakni keluarga, masyarakat dan negara. Maka dengan aturan Islamlah, solusi atas tingginya perceraian dapat dikendalikan.
Wallahu a'lam bi shawab.