Oleh: Kunthi Mandasari
(Member Akademi Menulis Kreatif)
Dunia perfilman kembali menjadi sorotan. Belum usai penolakan film "The Santri" oleh masyarakat karena jauh dari cerminan santri sejati. Kini muncul kembali film SIN yang tak kalah kontroversi. Sebuah film yang mengangkat tema jalinan cinta antara adik dan kakak. Film SIN sendiri diangkat dari novel best seller tahun 2017 dengan tema yang sama. Film ini telah menggaet sederet aktor kenamaan untuk membintangi. Dengan harapan film ini laku keras di pasaran seperti novelnya.
Lahirnya film yang menabrak aturan menjadi pertanda rendahnya mutu perfilman. Demi mengejar laju penjualan sampai rela mengorbankan generasi penerus masa depan. Perlahan tapi pasti, arus liberalisasi semakin menjadi. Melalui berbagai seni, jalan ini terus diberi ruang untuk berkembang. Generasi terus dicekoki dengan berbagai tontonan yang menawarkan kebebasan. Liberalisasi yang dikemas dalam tontonan selalu sukses menjadi sebuah tuntunan.
Cinta merupakan sebuah fitrah. Namun, cinta antara adik dan kakak merupakan perkara yang jelas keharamannya. Perbuatan tercela yang tak patut dilakukan. Jika tetap dipaksakan akan muncul berbagai kerusakan.
Sebuah film seharusnya menjadi sarana edukasi untuk menambah ketakwaan. Bukan sebuah tontonan yang menggiring kepada jalan kesesatan. Dan menjauhkan dari kebenaran.
Film semacam ini seharusnya tidak lolos kepasaran karena tidak memenuhi standar perfilman. Sayangnya jika keuntungan menjadi tujuan, layak atau tidak layak bukan lagi sebuah acuan. Aturan halal dan haram tidak menjadi patokan. Karena uang menjadi tujuan.
Munculnya berbagai film yang kontroversi tak lepas dari penerapan sistem sekuler. Sistem yang menafikan keberadaan Allah sebagai pencipta sekaligus pengatur. Sistem yang mengagungkan kebebasan pada setiap sendi kehidupan. Kebebasan yang telah terbukti menghancurkan tatanan kehidupan. Membawa generasi pada budaya gaul bebas, free sex, aborsi, HIV, LGBT dan sejumlah tindakan amoral lainnya.
Sudah seharusnya sistem sekuler kapitalis dan liberalis kita campakkan. Kemudian diganti dengan sistem yang memberikan aturan secara komprehensif bagi kehidupan. Menanamkan ketakwaan bagi individu agar menjadi pribadi yang terikat dengan hukum syara'. Patuh terhadap syariat yang mengatur pergaulan. Serta adanya peran negara sebagai penjaga melalui aturan yang diberlakukan. Dengan iman yang melekat kuat pada setiap individu membuatnya tidak mudah tergoda oleh tontonan yang menabrak aturan. Justru akan muncul reaksi untuk menghentikan tayangan yang semisal.
Perlu upaya ekstra untuk menyadarkan masyarakat yang telah terpapar sekulerisme. Dengan terus tanpa henti menyampaikan bahwa hanya Islamlah yang mampu menjadi satu-satunya solusi bagi seluruh permasalahan. Wallahu'alam bishowab.