Oleh : Ummu Hanif (Anggota Lingkar penulis ideologis)
Memasuki puncak musim kemarau, Kebakaran hebat kembali terjadi di sebagian besar Kawasan Indonesia, tidak terkecuali daerah Jawa Timur. Seperti yang terliput oleh wartawan https://kelanakota.suarasurabaya.net pada 2 oktober 2019, lereng gunung Welirang mengalami kebakaran hebat yang sulit dikendalikan. Hingga memasuki hari kedua, kobaran api masih terus membara. Bahkan api diketahui berada di enam titik.
Masih dari sumber yang sama disampaikan, bahwa ratusan hektare hutan di lereng Gunung Welirang terbakar sejak Minggu (29/9/2019) hingga Kamis (3/10/2019), diduga karena ulah pemburu liar yang dengan sengaja membakar hutan untuk mengeluarkan satwa. Ahmad Wahyudi Kepala UPT Tahura R Suryo mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan dan mengutuk keras indikasi ulah tangan manusia yang sengaja membakar hutan di lereng Gunung Welirang.
Musim kemarau yang sangat Panjang tahun ini, memang menjadi pemicu utama bencana kekeringan yang telah terjadi sejak beberapa bulan lalu. Dampak lanjutan dari kekeringan, adalah kebakaran lahan yang tidak terelakan. Kondisi ini sebenarnya bukan kali pertama terjadi di negeri ini. Tiap tahun kasus ini terus berulang, seakan tanpa solusi tuntas untuk menyelesaikan. Upaya preventif serta penanggulangan bencana belum terlihat maksimal dilakukan. Alasan klasik mengenai dana sering menjadi senjata ampuh untuk mengomentari setiap pihak yang mempertanyakan.
Indonesia adalah negara kaya, hanya saja karena sumber daya alam yang dimiliki telah diserahkan kepada pihak swasta, maka negara kita terlalu minim pendapatannya. Ini salah satu bukti bahwa sistem kapitalis telah sukses mengebiri sebuah negara untuk mendapatkan dana segar pengelolaan alam nya. Sehingga pemerintah mengalami kondisi sulit saat harus menghadapi bencana.
Sejatinya kondisi ini menunjukan kepada kita, ketika para pemodal memiliki kekuatan uang untuk menakhlukan kebijakan, maka nasib rakyat sudah tergadaikan. Sehingga kekeringan dan kebakaran lahan menjadi hal wajar yang terjadi jika pemerintah tidak berdaya terhadap para pemburu liar ataupun perusahaan liar.
Maka islam, sebagai agama yang sempurna, sungguh telah memiliki seperangkat aturan yang mampu memberi solusi maksimal dalam mencegah maupun mengatasi bencana. Tiga pilar dalam negara yang berlandaskan syari’at islam, akan mengupayakan dengan kuat penanggulangan bencana.
Pertama adalah faktor individu, maka negara akan selalu memberikan pengajaran kepada rakyatnya untuk selalu meningkatkan keimanan. Salah satunya dengan menjaga lingkungan. Wajib hukumnya menjaga kelestarian lingkungan bagi setiap warga negara. Maka alam akan selalu dijaga karenanya.
Yang selanjutnya adalah upaya pemerintah untuk menjaga keimanan kolektif masyarakat. Sehingga kontrol masyarakat sangat kuat terhadap upaya pihak tidak bertanggungjawab ketika merusak alam. Masyarakat akan menegur bahkan melaporkan setiap upaya pengrusakan alam, karena hal ini akan menciderai iman juga membahayakan manusia dan alam itu sendiri.
Terakhir, ketegasan negara dalam menegakkan peraturan. Kemandirian negara terhadap pengusaha dan atau negara lain, meniscayakan negara akan punya nyali menindak setiap mereka yang mengganggu kelestarian alam. Selain itu, kekayaan alam yang dikelola dengan baik (tidak diserahkan kepada swasta), meniscayakan pendapatan negara yang banyak. Sehingga negara memiliki cukup dana untuk melakukan penelitian dalam rangka mencegah dan menanggulangi bencana.
Wallahu a’lam bi ash showab