Oleh:Noveratufianti SP
Ketua Komunitas Muslimah Cerdas (KMC) Banjarbaru dan PJ MT. Ash Sholihah Banjarbaru
Aksi demo mahasiswa membanjiri sejumlah daerah di Indonesia memprotesrencana pemerintahan Jokowi dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengesahkan sejumlah rancangan undang-undang berisi pasal-pasal kontroversial.
Aksi demo mahasiswa digelar di berbagai kota mulai dari Riau, Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Makassar, hingga Papua pada hari Senin (23/9/2019). Mereka mengusung tujuh tuntutan. Diantaranya mendesak RKUHP ditunda, revisi UU KPK yang baru disahkan, mengadili elite yang bertanggungjawab atas kerusakan lingkungan, dan menolak pasal-pasal bermasalah RUU Pertahanan dan RUU Ketenagakerjaan. (CNNIndonesia, 23/9/2019).
Gelombang aksi mahasiswa tak berhenti di hari Senin saja, namun aksi terus berlanjut di hari-hari berikutnya disusul dengan aksi di berbagai kota-kota besar hingga kota kecil. Bahkan para mahasiswa berjanji akan mengadakan aksi yang lebih besar dari berbagai kampus di Indonesia apabila tuntutan mereka tidak dipenuhi. Kondisi ini mengingatkan kita pada aksi mahasiswa pada tahun 1998 saat ribuan mahasiswa turun ke jalan di berbagai kota hingga lahirlah gerakan reformasi melengserkan rezim Soeharto.
Kita patut bersyukur karena mahasiswa masih memiliki jiwa sebagai agen perubahan. Namun perlu kita cermati juga apa yang sebenarnya menjadi tujuan aksi mereka. Ke arah mana perubahan akan ditujukan. Apakah mereka memiliki kesatuan visi misi tentang perubahan? Apakah mereka menyadari kerusakan apa yang akan mereka rubah dan akan dirubah menjadi seperti apa?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dijawab agar arah perubahan menjadi jelas. Bukan sekadar ikut-ikutan atau euforia semata. Supaya tidak dijadikan alat oleh pihak-pihak yang memiliki itikad buruk.
Pada faktanya, meskipun gerakan reformasi mampu menggulingkan rezim, nyatanya budaya korupsi masih tetap eksis bahkan lebih massif, perekonomian masyarakat masih tetap terpuruk, dan kebijakan pemerintah tetap mengabdi kepada para kapitalis sang pemilik modal. Rezim saat ini pun tak ada bedanya dengan rezim sebelumnya yang menjalankan kebijakan liberal, yakni pro-pasar (kapitalis) ketimbang pro-rakyat. Sehingga pertanyaan besarnya, mampukah gerakan reformasi membuka lembaran baru bagi kesejahteraan indonesia?
Akar Masalah Negeri
Mahasiswa harus jeli melhat kondisi yang terjadi. Setidaknya ada tiga (3) hal yang wajib dipahami mahasiswa sebagai agen perubah :
1. Memahami ada fakta yang rusak yang harus dirubah. Persoalan yang melanda indonesia sejatinya tidak hanya sekadar rezim yang berkuasa tapi sistem pemerintahan yang diterapkan, karena indonesia sudah berkali-kali ganti presiden namun perubahan ke arah kesejahteraan nampakmya masih jauh dari harapan. Bahkan sudah berbagai model, karakter dan latar belakang presiden yang memimpin, mulai dari kalangan militer, intellektual, tokoh agama, hingga masyarakat sipil, namun hasilnya tidak jauh berbeda.
Tak bisa dipungkiri, para politisi pun mengakui bahwa Indonesia adalah negara kapitalis-liberal. Politik berjalan atas asas kepentingan. Untuk memuluskan realisasi kepentingan, uang bekerja bak minyak pelumas. Politik transaksional terjadi di semua lini, baik di ranah Eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Tiga elemen ini telah tergadaikan oleh rupiah. Satu persatu pejabat ditangkap KPK dan mayoritasnya adalah politisi. Maka wajar jika pada akhirnya mereka bersepakat melemahkan KPK dengan merevisi UU KPK.
Persoalan inilah yang memancing gelombang pergerakan mahasiswa menuntut presiden merevisi UU KPK yang baru disahkan. Hasilnya? Pemerintah tak bergeming. Suara mahasiswa hanya dianggap angin yang berlalu begitu saja. Eksekutif dan Legislatif telah sepakat bahwa RUU KPK harus disahkan. Maka bersiap-siaplah mahasiswa mendulang kembali kekecewaannya jika masih berharap pada belas kasih rezim.
Begitupun dengan RUU yang lainnya, Misal RUU KUHP. Meskipun presiden sudah meminta agar RUU KUHP ditunda untuk disahkan. Namun tidak menutup kemungkinan hal yang sama juga akan dilakukan sebagaimana pengesahan RUU KPK, palu akan diketok sesuai dengan kepentingan rezim yang berkuasa. Maka mustahil akan terjadi perubahan yang hakiki jika masih berharap pada demokrasi dan sekadar reformasi.
Perubahan tidak akan pernah terjadi jika tidak ada kesadaran tentang fakta yang rusak. Seseorang akan berubah menjadi lebih baik jika ia menyadari ada yang salah dalam hidupnya. Ia menginderanya dan memahaminya kemudian tergerak untuk merubahnya. Demikianlah pula dalam konteks masyarakat dan negara.
Saat ini mayoritas rakyat sudah menyadari berbagai fakta yang rusak yang terjadi di negeri ini. Dari mulai bidang kesehatan dengan BPJS, kecurangan pemilu, keberpihakan pemerintah kepada asing dan aseng, UU yang bernuansa liberal serta persekusi terhadap ulama.
2.Metode perubahan yang benar/Perubahan Hakiki. Setelah menyadari bahwa ada fakta yang rusak yang harus diubah, maka pemahaman terhadap metode perubahan yang benar wajib dimiliki. Kekeliruan dalam metode perubahan akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan perubahan itu sendiri. Ia akan mudah berbelok atau berganti tergantung situasi di lapangan. Bahkan tidak sedikit yang akhirnya menyerah kepada fakta alias mentok kemudian mengambil jalan kompromi. Daripada mandeg di tengah jalan atau mundur ke belakang yang berarti sama saja bunuh diri menurut mereka.
Metode perubahan harus tergambar dengan jelas. Sehingga aktifis perubahan akan tetap berdiri tegak dengan tujuannya meski cobaan dan rintangan menghalangi jalan perubahan. Peta jalan perubahan telah mereka kuasai. Tinggal menjalani dan menguatkan hati.
3. Memiliki gambaran pasca perubahan dilakukan. Aktivis perubahan juga harus memiliki gambaran akan diubah menjadi seperti apa fakta-fakta yang rusak tadi. Grand design rumah baru harus tergambar jelas ketika melakukan perubahan terhadap rumah yang lama. Jika tidak, maka tidak akan pernah terjadi perubahan. Bisa jadi rumah baru yang dibangun tidak jauh berbeda dari rumah yang lama. Atau bahkan lebih buruk karena hanya bermodal semangat saja. Justru ini akan semakin membawa penderitaan bagi ummat.
Tragedi reformasi 98 adalah contoh nyata dari tidak adanya gambaran yang jelas bahwa negara kita akan dirubah menjadi seperti apa. Mereka hanya memahami bahwa fakta rusak harus diubah tapi kehilangan gambaran fakta penggantinya nanti seperti apa. Selain memang reformasi 98 juga bukan perubahan menyeluruh. Mereka hanya menuntut pergantian rezim. Asas demokrasi dan kapitalisme tidak tersentuh. Padahal demokrasi dan kapitalisme itulah biang keroknya. Dua hal tersebutlah yang menjadi induk dari segala fakta yang rusak. Maka perubahan saat ini juga perlu dilakukan secara menyeluruh bukan parsial.
Jadikan Islam Sebagai Mainstream Perjuangan
Perubahan hakiki dalam pandangan Islam adalah perubahan menuju penerapan syariah Islam secara kaaffah. Artinya, perubahan hakiki menyangkut perubahan rezim dan sistem. Bukan perubahan pada rezim saja, karena kita sudah punya banyak pengalaman panjang yang harusnya diambil pelajaran. Bahwa pergantian rezim hanya menghasilkan wajah, tanpa perubahan pada kebijakan sedikitpun.
Perubahan yang hakiki adalah dengan perubahan pemikiran. Pemikiran ummat harus diarahkan menuju pemikiran Islam, dibina dengan pemikiran-pemikiran cemerlang. Sehingga mereka akan menilai baik dan buruk sesuatu dengan Islam.
Maka mahasiswa jangan terlena dengan bujuk rayu kepentingan yang pragmatis. Karena sudah sekian rezim berkuasa di Indonesia, namun semuanya gagal dalam meriayah rakyatnya. Semuanya gagal mewujudkan kesejahteraan. Dan selama rezim masih menjalankan sistem kapitalisme-liberal, selama itu pula Indonesia akan terus terjajah dan tak akan pernah berubah menjadi negara besar.
Oleh karena itu, mahasiswa harus memahami kondisi yang ideal untuk menentukan arah perjuangan. Karena apabila mahasiswa tidak memahami kondisi ideal yang di cita-citakan, maka menjadikan pergerakan mahasiswa tidak punya arah. Mahasiswa tidak boleh hanya mengandalkan semangat emosi saja. Namun harus berpikir cemerlang tentang visi dan konsep perjuangan yang hakiki agar tak mendulang kegagalan yang sama.
Lalu kondisi ideal seperti apa yang kita cita-citakan? Apakah hanya sekedar perubahan yang bersifat fisik saja, tapi dari segi ruhiyah atau aspek sosial rusak? Atau perubahan yang hanya bersifat tambal sulam saja? Tidak! Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang fundamental (mendasar) dan substansial berupa perubahan yang sifatnya mendasar, yakni perubahan secara sistemik.
Perubahan sistem ini butuh asas yang benar sehingga terwujud kesahihan arah perjuangan. Revolusi yang benar tak akan terbeli oleh iming-iming uang dan kekuasaan. Persis seperti revolusi yang dilakukan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Ketika pemimpin Quraisy, melalui Abu Thalib, menawarkan iming-iming duniawi, Rasulullah Saw. menjawab dengan perkataan beliau yang mahsyur,
“Demi Allah. Seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, agar aku menghentikan dakwah ini, niscaya aku tidak akan menghentikan dakwah ini hingga Allah memenangkannya atau aku binasa.”
Maka, yang perlu dilakukan oleh mahasiswa saat ini adalah: Pertama, melakukan kritik-kritik tajam terhadap penguasa dan sistem neoliberal yang mereka paksakan atas rakyat yang ditandai dengan banyaknya UU dan kebijakan liberal yang merugikan rakyat. Kedua, melakukan penyadaran yang massif terhadap umat dengan akidah dan syariah Islam. Ketiga, membangun opini di tengah-tengah masyarakat tentang pentingnya negara dan bangsa ini menerapkan ideologi Islam dengan cara menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Alasannya, selain kewajiban, syariah adalah solusi kehidupan.
Selebihnya,umat harus terus “diprovokasi” untuk meninggalkan sistem kapitalisme sekuler yang menjadi sumber persoalan yang membelit bangsa ini. Selanjutnya, umat harus terus didorong untuk melakukan perubahan ke arah Islam. Sebab, hanya dengan Islamlah sesungguhnya segala persoalan bisa diselesaikan, dan itu tidak mungkin terjadi jika syariah Islam tidak diterapkan oleh negara.
Di sinilah pentingnya perjuangan menegakkan syariah secara formal oleh negara dalam seluruh aspek kehidupan (ideologi, politik, pemerintahan, ekonomi, pendidikan, sosial, dll). Tentu dalam institusi Khilafah ‘ala minhaj an-Nubuwwah.
Demikianlah sikap yang harus dimiliki oleh para mahasiswa, teguh dalam perjuangan. Tidak terlena dengan tawaran kekuasaan. Agar demikian, mahasiswa harus mendasarkan aktivitasnya pada asas yang sahih yakni akidah Islam. Islam harus dijadikan kaidah dan kepemimpinan berpikir. Sehingga, setiap tuntutan dan gerakan lahir dari kebenaran wahyu, bukan kepentingan pragmatis.
Maka sudah saatnya mahasiswa menyatukan arah pemikiran dan gerak perjuangan. Menjadi hal yang wajib bagi mahasiswa untuk berlepas diri dari ideologi yang menyesatkan yaitu kapitalisme-sekuler dan sosialisme-komunis menuju ideologi yang sesuai dengan fitrah manusia yaitu ideologi Islam.
Mahasiswa akan menemukan kebangkitan yang hakiki apabila menjadikan Islam sebagai mainstream perjuangan. Tidak menjadikan Islam sebatas ibadah ruhiyah saja, namun ruang lingkup pemikiran wajib menjadi landasan berfikir mahasiswa. Wallahu a’lam .
Tags
Opini