Oleh: Surfida (Muslimah Peduli Umat)
Mahasiswa sudah bangun dari tidurnya. Ungkapan ini muncul ketika ribuan mahasiswa melakukan demo di gedung DPR. Mahasiswa rame-rame turun kejalan untuk menyampaikan aspirasinya. Karena aksinya tersebut, banyak yang memuji bahkan ada ungkapan mahasiswa sudah bangun dari tidurnya. Karena selama ini mahasiswa bungkam dengan ketidak adilan yang terjadi dinegara ini.
Namun, dibalik bangkitnya mahasiswa ini, ada juga yang tidak suka. Terutama yang pro dengan pembuat RUU tersebut. Ada yang mengungkapkan kalian mahasiswa jangan jadi pengkhianat karena kalian dibiayai oleh negara. Ungkapan tersebut diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, saat beliau menyambangi PKN STAN. Beliau hadir sebagai pembicara utama dalam acara Dinamika ( Studi Perdana Memasuki Kampus) yang tahun ini mengambil tema kebudayaan Indonesia. (https://www.cnbcindonesia.com, 30 September 2019).
Salah satu pesan yang disampaikan kepada Mahasiswa STAN yaitu, saat ini kalian adalah bagian dari keluarga besar pengelola keuangan negara, keluarga besar Kementrian Keuangan. Oleh karena itu, kejujuran harus menjadi sikap dasar yang tidak boleh dilupakan, tidak boleh luntur oleh usia, tidak luntur karena bertambah ilmu, tidak luntur karena mendapatkan jabatan. Justru kejujuran kalian harus semakin menebal seiring meningkatnya waktu, umur, dan jabatan. Kalian sekolah di PKN STAN dibiayai oleh negara yang berasal dari uang rakyat. Jadi jangan pernah kalian menjadi pengkhianat Republik Indonesia. Jangan pernah!. (https://minews.id).
Pesan yang disampaikan menteri keuangan tersebut sangat bagus nan indah, jika dilihat secara sepintas. Akan tetapi, pesan itu mengisyaratkan bahwa jika nanti ada kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap rakyat, mahasiswa tidak boleh bersuara atau melakukan demo, mahasiswa diam saja. Meskipun pesan itu disampaikan kepada para mahasiswa STAN, yang memang dibiayai negara jika lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Sindiran itu ditujukan juga pada mahasiswa yang menerima beasiswa. Meskipun mereka dibiaya oleh negara, tetapi uang itu adalah uang dari rakyat yang diperoleh dari pajak. Jadi sangat wajar jika mahasiswa bersuara.
Akan tetapi, jika mahasiswa dibungkam, penyambung aspirasi rakyat tidak ada lagi, padahal mahasiswa itu merupakan agent of change, maka mereka tidak boleh diam jika ada ketidak adilan dalam negeri ini. Sri Mulyani mungkin lupa untuk menitip pesan kepada para koruptor yang selalu di OTT KPK, mulai dari pemerintah daerah sampai menteri melakukan korupsi. Seharusnya mereka juga mendapatkan pesan tersebut, sehingga ketika bekerja selalu mengingat bahwa mereka kerja untuk rakyat bukan semata –mata untuk dirinya dan keluarganya.
Ungkapan jangan jadi pengkhianat itu, selain ditujukan para koruptor, juga harus ditujukan kepada penguasa yang bekerja sama dengan penjajah untuk mengeruk kekayaan alam dinegara ini. Penguasa berdalih bahwa negara asing berinvestasi kepada negara kita. Padahal dibalik investasi itu, asing mengambil harta dan kekayaan alam yang ada dinegara ini, sedangkan para elit yang menamakan dirinya sebagai wakil rakyat akan tetap diam. Mereka tidak akan menyuarakan ketidak adilan itu. Seandainya ada yang menyuarakan, suara mereka tidak akan didengar, karena sistemnya juga mendukung hal tersebut. Para wakil rakyat hanya mengambil suara yang lebih menguntungkan pribadinya dan rekan-rekannya.
Statement “jangan jadi pengkhianat karena digaji rakyat” meskipun selalu disuarakan, tetapi itu tidak mampan bagi para koruptor dan penguasa antek asing. Mereka tidak akan tersindir dengan kata-kata itu, karena sistem saat ini juga mendukung aksi para koruptor tersebut. Di mana sistem yang diterapkan negara ini adalah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan (sekuler). Sehingga ingat agama (aturan Allah ) itu hanya dalam mesjid, ketika shalat, atau saat syukuran. Diluar dari kegiatan itu mereka lupa lagi dengan aturan Allah. Jadi kita sebagai rakyat jangan kaget melihat banyaknya para pejabat di OTT KPK. Bisa jadi kesholehan yang ditampakan itu hanya sebagai pencitraan untuk mengangkat dirinya.
Meskipun saat dilantik, mereka menggunakan Alqur’an tetapi hanya sebatas syarat saja. Karena pada kenyataannya, tidak menjalankan hukum yang diturunkan oleh Allah SWT tetapi melaksanakan UU yang dibuat oleh manusia. Ditambah lagi rezim saat ini melarang rakyat untuk bersuara. Jika ada yang mengkritik pemerintah, seandainya dia adalah ASN, langsung dipecat. Organisasi yang tidak sepemikiran dibubarkan, begitu juga dengan para ustadz langsung ditangkap. Bahkan simbol tauhid dikriminalisasi dan dijadikan sebagai barang bukti bagi pelaku kerusuhan.
Oleh sebab itu, jika kita berharap perubahan dalam sistem saat ini, ibarat panggangan yang jauh dari api. Perubahan itu tidak akan tercapai, karena penguasa bekerja bukan untuk rakyat tetapi untuk diri dan keluarganya juga kerabatnya. Seandainya ada, hanya sekedarnya saja. Rezim juga tidak mau lagi menerima kritikan dari rakyat.
Jika penguasa tidak lagi peduli terhadap rakyatnya, itu pertanda bahwa sistem yang digunakan salah sehingga harus diganti. Penggantinya tidak boleh dari sistem yang dibuat oleh manusia berdasarkan kejeniusannya semata. Tetapi harus bersumber dari Sang Pencipta manusia tersebut, karena Dia mampu memahami segala yang dibutuhkan manusia. Jadi sistem tersebut adalah sistem Islam yang akan memberikan kesejahteraan kepada manusia. Dalam sistem ini, pemimpinnya ketika bekerja bukan semata-mata untuk dirinya dan keluarganya, tetapi untuk rakyat yang tinggal diwilayah kekuasaannya.
Dalam sistem Islam, seorang pemimpin boleh dikritik oleh rakyatnya jika keliru dalam mengeluarkan kebijakan. Dan pemimpin tidak boleh tersinggung atau langsung menahan sang pengkritik. Seperti yang pernah dicontohkan oleh Khalifah Umar Bin Khatab ra. Pada saat beliau berpidato tentang kelebihan mahar yang diberikan suami kepada istrinya. Jika mahar yang diberikan itu melebihi 400 dirham, maka lebihnya itu akan diambil dan diserahkan kebaitul maal. Setelah Khalifah Umar Bin Khatab turun dari mimbar, seketika seorang perempuan berdiri dan memprotes Khalifah. “ Hai, Amirul Mukminin kau melarang orang-orang memberikan mahar kepada istri-istrinya lebih dari 400 dirham?, apakh engkau tidak pernah dengar ayat Allah ( wanita tersebut melafalkan penggalan Q.S An-Nisa ayat 20). Dan Khalifah menerima dengan baik atas protes yang dilakukan seorang wanita tersebut.
Oleh sebab itu, seorang pemimpin harus seperti umar yang tidak marah ketika diprotes, bukan dipecat, ditangkap dan lain-lain. begitu juga saat musim paceklik, Umar blusukan ke rakyatnya untuk mengetahui kondisinya. Ketika ada yang kelaparan maka akan dibantu. Bukan ketika ada rakyat yang kelaparan, malah manjamu para tamu-tamu penjajah. padahal uang tersebut dari rakyat. Bahkan ada rakyatnya yang terkena musibah, malah disuruh jangan kemana-mana agar tidak membebani negara.
Marilah kita campakan sistem yang menzolimi rakyatnya agar diganti dengan sistem Islam. Sistem yang memperhatikan rakyatnya. Kita harus melibatkan diri dalam perjuangan mengembalikan sistem Islam, yaitu bergabung dengan mereka yang memperjuangkan tegaknya sistem tersebut.
wallahu ‘alam bishowab
Tags
Opini