Korporasi Buat Alam Merintih




Oleh : Rosmiati
Sudah 52 korporasi yang disegel dan 5 korporasi telah ditetapkan menjadi tersangka atas kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di sejumlah daerah di Pulau Sumatera dan Kalimantan (CNNIndonesia, 24/09/2019).
Temuan di atas sekaligus mengungkap siapa aktor dibalik pekatnya asap di langit sumatera dan kalimantan hari ini. Korporasi ada dibalik semua itu. Dan ini terjadi, di atas lahan konsensi dimana itu memang punya izin operasi. Aktivitas para korporat telah membuat alam merintih. Sebab banyak penduduk serta makhluk hidup lainnya cukup tersiksa dengan semua ini.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sudah ada 919.516 penderita ISPA akibat asap Karhutla ini (CNNIndonesia, 24/09/2019). Bahkan telah menelan korban jiwa utamanya pada balita. Disamping itu, dampak terhadap kerusakan ekologi juga tidak dapat dihindari.
 Mengembalikan lahan yang telah hangus terbakar seperti sediakala butuh waktu yang lama. Sedang beban kebakaran di tahun-tahun sebelumnya belum semua teratasi. Kini muncul hal baru lagi. Selain itu, sejumlah satwa liar juga ikut menjadi korban kebrutalan para korporasi dalam mengelolah alam yang ada.
Alam dibuat tak berdaya. Nampaknya fenomena ini akan terus berulang terjadi selama pihak swasta atau korporasi diberi kuasa penuh mengelolah hutan dan lahan. Mengingat mereka sarat terikat dengan segalah kepentingan dan nyaris tidak memikirkan efek bagi masyarakat sekitar.
Sungguh ironis, rakyat menanggung perihnya menghirup asap. Sedang para pengusaha itu meraub untung miliaran rupiah dari alam yang sejatinya di sana ada hak rakyat pula untuk menikmatinya.
Parahnya lagi, penguasa setempat justru memberi izin, demi kelangsungan hajat politiknya. Hal ini diungkap oleh Made Ali dalam sesi diskusi di Indonesia Lawyer Club (ILC) beberapa waktu lalu. Bahwa di sana ada kongkalikong antara petinggi di daerah dengan sejumlah perusahaan. Itulah mengapa mereka dengan berani bertindak membakar.
Melihat rantai ini, evaluasi kebijakan juga harus dilakukan. Akan tetapi, hanya akan sia-sia di sistem kapitalis seperti saat ini. Dimana sudah menjadi ketentuan, alam yang didalamnya terdapat air, tanah, udara, serta kandungan bahan galiannya, menjadi milik korporasi. Hal ini dikarenakan bahwa dalam sistem ini, berlaku aturan siapa yang bermodal besar, silahkan mengelola alam.
Sejumlah izin pun akan dibuatkan. Hal ini semakin mulus ketika hukum dalam sistem demokrasi kita dapat dibeli. Di tambah lagi dengan mahalnya biaya politik, membuat para elit mau tidak mau harus menggandeng para korporat demi mendapat bantuan dalam ajang kontestasi politik yang biayanya tidak sedikit. Dan para cukong tentu menerima ini sebab mereka mengharapkan kemudahan dalam izin beroperasi kelak.
Dalam Islam, hal demikian ini tentu tidak dibenarkan. Menyulitkan masyarakat bahkan berpotensi menghilangkan nyawa seseorang adalah perbuatan yang amat dilarang. Pemimpin harus bertanggungjawab penuh dalam menghadirkan rasa aman dan nyaman bagi setiap warga negaranya. Sebab kelak ia akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah Swt.
Disamping itu, di dalam Islam objek-objek penting kehidupan yang masuk dalam penguasaan hajat hidup orang banyak tidak diizinkan untuk dimiliki dan dikelola oleh korporasi dengan sesuka hati. Melainkan negara harus mengolahnya dengan sebaik mungkin dan hasilnya didistribusikan secara merata kepada seluruh lapisan masyarakat.
Begitu pula dengan hutan dan lahan. Yang mana di dalamnya punya nilai ekonomis tinggi, harus dimanfaatkan sebaik mungkin demi kepentingan rakyat. Bukan untuk membangun surganya para korporasi. Wallahu'alam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak