Oleh : Puput Yulia Kartika, S.Tr.Rad
(Koordinator Smart Muslimah)
Para pecinta Korea khususnya K-Pop, kini tengah digemparkan dengan salah satu berita mengenai artis K-Pop yang ditemukan tewas di rumahnya di Seongnam, Seoul. Kematian sang artis ini ditemukan oleh manajernya di lantai dua rumah miliknya. Penyanyi dan juga artis K-Pop ini dikenal dengan panggilan nama Sulli, yang pada saat itu telah memulai debutnya sebagai penyanyi K-pop f(x) pada tahun 2009.
Sontak, berita mengenai kematiannya pun menjadi trending topik di jagat dunia Twitter. Di duga kematian sang artis disebabkan karena depresi yang dialaminya akibat hujatan mengerikan dari para netizen. (Kompasiana.com, 15/10/2019)
Kematian Sulli ini menambah deretan panjang artis Korea yang meninggal akibat bunuh diri. Padahal sebelumnya belum lama ini juga pada bulan Juli 2019 lalu, artis senior Jeon Mi Sun meninggal dunia akibat gantung diri di sebuah hotel tempatnya menginap. (Suara.com, 14/10/2019)
Iya, menjalani kehidupan sebagai artis nyatanya tidak seindah seperti yang ditampilkan dilayar kaca. Meski sekilas mereka terlihat memiliki segalanya, nyatanya hidup dengan popularitas memberi banyak tekanan bagi para artis ini.
Namun, anehnya hari ini banyak orang yang justru berlomba-lomba untuk mendapatkan popularitas. Berbagai ajang-ajang kompetisi pun yang digelar selalu ramai dengan peserta untuk mengikutinya. Memang popularitas menjadi seorang artis menjanjikan seseorang untuk meraup pundi-pundi rupiah yang besar. Hanya saja sayang, ketenaran dan banyaknya harta tidak menjadi jaminan seseorang merasakan bahagia.
Berbondong-bondongnya orang dan banyaknya ajang kompetisi dalam mencari popularitas ini tidak lain buah dari akibat diterapkannya sistem sekuler-kapitalisme hampir di seluruh negeri hari ini. Sistem yang dimana memandang bahwa kebahagiaan itu bersandarkan hanya pada materi belaka, yang justru sejatinya malah membuat seseorang menderita yang tak terperi. Ditambah lagi dasar atau akidah yang dianut dalam sistem ini ialah pemisahan agama dari kehidupan, sehingga membuat seseorang kehilangan krisis identitas dalam kehidupan dan menganggap bahwa kematian sebagai sebuah solusi untuk menyelesaikan permasalahan.
Berbeda dengan Islam, seorang muslim akan memandang bahwa tolak ukur kebahagiaan dalam kehidupan bukanlah terletak pada sebuah materi melainkan semata-mata untuk meraih ridha Allah SWT. Islam memandang bahwa kehidupan ini adalah tempat untuk meraih sebanyak-banyaknya bekal menuju kehidupan yang kekal abadi kelak diakhirat. Akibatnya aktivitas yang dilakukan seorang muslim senantiasa terikat terhadap hukum syara'. Seorang muslim tidak akan mencari popularitas demi kesenangan sementara di dunia.
Disamping itu akidah yang kokoh tertancap di dalam diri seorang muslim pun menjadikan ia memiliki jatidiri yang kuat, yang tidak akan mungkin membuatnya melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT, seperti melakukan bunuh diri. Sebab bunuh diri akan mendapatkan dosa besar sebagaimana di dalam hadits Rasulullah Saw pun yang menyampaikan bahwa :
"“Barangsiapa bunuh diri dengan besi, maka di neraka jahanam nanti besi itu selalu di tangannya, ia menusuk-nusukkannya ke perutnya selama-lamanya. Dan barangsiapa bunuh diri dengan minum racun, maka di neraka jahanam nanti ia akan terus meminumnya selama-lamanya. Dan barangsiapa bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari gunung, maka di neraka jahanam nanti, ia akan menjatuhkan (dirinya) selama-lamanya.” (HR. Muslim, 109)
Karenanya bagi seorang muslim kebahagiaan tidak mesti memiliki popularitas, harta yang berlimpah dan paras yang indah melainkan kebahagiaan dengan mendapatkan ridha Allah SWT.
Wallahu'alam bii ashshawab