Oleh Rifdatun Aliyah
Kasus kekerasan terhadap guru yang dilakukan oleh siswa Manado memang menyayat hati. Pasalnya, Alexander Warupangkey (54), guru SMK Ichtus, Manado, Sulut, ternyata lebih dulu dikeroyok sebelum ditikam hingga tewas oleh muridnya. Pelaku pengeroyokan sudah ditangkap polisi. Motif pelaku melakukan tindakan tersebut adalah kesal karena diingatkan ketika merokok (news.detik.com/26/10/2019).
Tindakan penganiayaan yang terjadi di Manado bukanlah kasus pertama yang terjadi di Indonesia. Krisis moral yang terjadi di kalangan pelajar memang sudah terjadi sejak lama. Terlebih lagi sistem sekuler yang diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia membuat tidak ada hukuman yang mampu menjerakan pelakunya. Sebab, dalam sistem sekuler segala peraturan dalam kehidupan dibuat berdasarkan aturan negara (manusia) yang notabene tidak boleh menjadikan agama sebagai sumber hukumnya. Walhasil, sistem sekuler akan mudah memunculkan perselisihan dan perdebatan didalam menyelesaikan berbagai masalah.
Termasuk pendidikan karakter yang ditanamkan negara jauh dari konteks keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mantan Menteri Pendidikan, Muhajir Effendy menyatakan bahwa Setidaknya ada enam literasi dasar yang harus dikuasai masyarakat. Literasi dasar tersebut berperan sangat penting dalam pendidikan maupun kehidupan sehari-hari. Enam literasi tersebut mencakup literasi baca tulis, numerasi, sains, finansial, digital, kebudayaan dan kewarganegaraan (jeda.id/9/9/2019).
Lebih lanjut lagi, pasca pelantikan Presiden periode 2019-2024, Jokowi meminta Nadiem Makarim untuk membuat terobosan di dunia pendidikan. Ia ingin pendiri Gojek itu menyiapkan sumber daya manusia (SDM) siap kerja dan usaha.
"Kita akan membuat terobosan yang signifikan dalam pengembangan SDM, SDM siap kerja, siap berusaha, yang link and matched antara pendidikan dan industri," ucapnya
(kumparan.com/23/10/2019).
Sehingga jelas bahwa sistem pendidikan sekuler hanya mencetak generasi yang bebas (liberal), sekuler (memisahkan agama dengan kehidupan), tanpa iman, dan menjadi 'buruh' industri. Padahal, dalam pandangan Islam, generasi adalah aset dunia dan akhirat. Generasi yang hebat adalah generasi yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang tinggi kepada Allah SWT. Generasi yang mampu membawa perubahan menuju Islam kaffah. Serta mampu menjadikan peradaban Islam menjadi peradaban yang unggul sebagaimana sejarah telah mengukirnya.
Lihatlah bagaimana Muhammad Al Fatih mampu mendobrak gerbang konstantinopel dan menebarkan rahmat Islam ke wilayah Eropa. Begitu juga dengan para sahabat muda Rasulullah saw seperti Mush'ab Bin Umair yang mampu menjadi pembuka jalan dakwah Islam di Madinah. Semua itu merupakan hasil dari didikan akidah dan tsaqafah Islam. Dalam pandangan Islam, Islam mewajibkan setiap individu mendapatkan pendidikan dan penguatan akidah serta tsaqafah Islam baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Negara juga bertanggungjawab atas pemeliharaan masyarakat atas akidah, akal, harta, jiwa, kehormatan dan keamanan. Sudah saatnya umat Islam bangkit dengan penerapan sistem Islam secara totalitas. Sehingga mampu menebar rahmat ke seluruh alam. Wallahu a'lam bishowab.