Penemuan jasad NP, gadis balita 5 tahun - dengan luka memar melingkar di leher, lidah patah, memar akibat benda tumpul pada kelamin dan selaput darah robek - di Sukabumi pada akhirnya berhasil menguak tabir lain yang tak kalah memprihatinkan. Tak hanya membunuh, Ibu dan kedua anak lelakinya yang remaja ternyata pernah terlibat dalam hubungan intim. Dari pengakuan sang anak, kelakuan bejat tersebut awalnya distimulus oleh tontonan video yang didapatinya dari ponsel.
Sementara itu di Jawa Timur, Polda Jatim berhasil meringkus seorang pelaku pencabulan anak sesama jenis yang sudah beroperasi sejak 2008 silam. Menurut pengakuan Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim, AKBP Festo Ari Permana, sejauh ini sudah ada 19 anak yang menjadi korban.
Masih di Jawa Timur pula, kasus kejahatan seksual juga menyeret pengasuh ponpes di Sidoarjo yang diduga telah mencabuli santriwatinya. Meski belum ada yang terbukti hamil, yang pasti korban kebiadaban yang berani mengaku sudah mencapai 4 orang.
Bagai fenomena gunung es, kasus kasus diatas hanya lah secuil yang tampak dari banyak nya kasus kekerasan dan kejahatan seksual yang terjadi di negeri ini hingga kini. Berbagai alternatif solusi memang pernah dicanangkan untuk seperti pemberlakuan hukuman kebiri, namun nyatanya rencana tersebut tak cukup menakutkan bagi pelaku. Hukuman penjara pun tak berhasil menimbulkan efek jera. Mereka tak segan berulah kembali setelah berhasil keluar dari balik jeruji. Mengintai para mangsa baru dengan lebih hati hati agar ekspansi tak terganggu lagi.
Sejalan dengan ini, dukungan pengesahan RUU PKS semakin getol dilakukan untuk menjerat tersangka sekaligus melindungi korban terkhusus perempuan. Di samping itu, Undang Undang yang mengatur perihal pelecahan seksual juga sudah tertuang dalam UU No 13/2003. KUHP secara umum pun (Lex Generalisas) juga memuat pasal pasal pencabulan yang kemudian bisa menjadi landasan hukum pemidanaan tersangka.
Yang menjadi pertanyaan, mengapa banyaknya perundang-undangan tersebut seakan tak berefek apapun? Bukannya berkurang, para pelaku justru makin inovatif dalam menjalankan kejahatannya?
Menjawab persoalan ini, mestinya membuat kita menunduk dan berintrospeksi diri bahwa kapasitasnya yang hanya sebagai manusia biasa -dengan segala keterbatasan yang dimiliki- menjadikan ia tidak layak menerbitkan aturannya sendiri. Kondisi inilah yang menuntut manusia untuk segera kembali tunduk pada aturan dari Al Khaliq yang diwujudkan dalam Khilafah yang menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah.
Untuk menyelesaikan kejahatan semacam ini tentu tidak bisa dilakukan dengan hanya melihat fakta tunggal yaitu kejahatannya itu sendiri. Tetapi harus dilihat secara komprehensif dan utuh bahwa kejahatan seksual bisa terjadi karena faktor internal, yaitu lemahnya pondasi agama yang berakibat pada lepasnya keterikatan kepada hukum Islam serta faktor eksternal yang distimulasi dari tontonan, pergaulan, lingkungan masyarakat dan sistem yang rusak. Oleh karenanya, negara harus menjamin barang dan jasa yang diproduksi, dikonsumsi dan didistribusikan di tengah tengah masyarakat haruslah barang dan jasa yang halal. Dari sini maka gambar, VCD, dvd, situs, tabloid dan semua barang yang berbau porno benar benar dilarang peredarannya.
Penjagaan kedua adalah dengan menciptakan pergaulan yang sehat, yakni dengan memisahkan kehidupan antara pria dan wanita. Ikhtilat atau campur baur hanya diperbolehkan di tempat tempat umum untuk tujuan yang dibenarkan oleh syara seperti jual beli, umrah haji, dan sebagainya. Dengan pemisahan total ini, maka stimulusi rangsangan seksual pun bisa dihilangkan. Pada saat yang sama, masing masing pria maupun wanita sama sama diwajibkan untuk menutup aurat dan menundukkan pandangan.
Tak hanya itu, masyarakat luas juga harus dilibatkan dalam melakukan kontrol sosial dengan bekal keimanan yang dimiliki. Hal ini untuk menciptakan upaya sinergi yang baik untuk menciptakan suasana kondusif yang bebas dari penyakit penyakit sosial. Barulah setelah itu, negara dengan instrumen yang dimilikinya menetapkan sanksi yang keras dan tegas tanpa menoleransi sedikit pun. Bahkan hukuman cambuk dan rajam tak segan diberikan kepada pelaku kejahatan seksual ini jika kejahatannya terbukti.
Detail solusi inilah yang sebenernya hendak dihadirkan Islam melalui tangan negara. Solusi yang sifatnya komprehensif alias menyeluruh. Bukan pragmatis seperti yang disuguhkan oleh sekulerisme yang hanya memfokuskan pada upaya kuratif, namun melupakan substansi upaya preventif.
Maya. A / Gresik